Bareskrim Usut Dugaan Korupsi Proyek Pabrik Gula PTPN XI yang Mangkrak Rp 871 M

13 Agustus 2024 1:05 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Bareskrim Polri. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Bareskrim Polri. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Direktorat Tindak Pidana Korupsi (Dittipidkor) Bareskrim Polri tengah mengusut kasus dugaan korupsi terkait pekerjaan proyek pengembangan dan modernisasi Pabrik Gula (PG) Djatiroto PTPN XI terintegrasi Engineering, Procurement, Construction, and Commissioning (EPCC) Tahun 2016. Proyek itu senilai Rp Rp871 miliar dan dalam kondisi mangkrak.
ADVERTISEMENT
Wadirtipidkor Bareskrim Polri Kombes Pol. Arief Adiharsa, mengatakan, proyek tersebut telah direncanakan sejak 2014. Dari hasil penyelidikan ditemukan adanya perbuatan melawan hukum yang menyebabkan proyek belum selesai dan diduga menimbulkan kerugian negara.
“Proyek ini sebagai tindak lanjut program strategis BUMN yang didanai oleh Penyertaan Modal Negara (PMN) yang dialokasikan pada APBN-P tahun 2015,” kata Arief dikutip Antara, Senin (13/8).
Bentuk perbuatan melawan hukum yang diungkap Arief adalah anggaran untuk pembiayaan proyek EPCC PG Djatiroto kurang dan tidak tersedia sepenuhnya sesuai dengan nilai kontrak sampai kontrak ditandatangani.
Selain itu, penyidik menemukan Direktur Utama PTPN XI yang berinisial DP dan Direktur Perencanaan dan Pengembangan Bisnis PTPN XI yang berinisial AT, telah berkomunikasi secara intens jauh sebelum lelang dilaksanakan untuk bekerja sama meloloskan KSO Hutama-Eurrosiatic-Uttam sebagai penyedia untuk proyek pekerjaan tersebut.
ADVERTISEMENT
“Panitia lelang tetap melanjutkan lelang padahal prakualifikasi hanya satu, yakni PT WIKA yang memenuhi syarat, sedangkan perusahaan KSO Hutama-Eurrosiatic-Uttam dan sembilan perusahaan lainnya tidak lulus. Untuk perusahaan KSO Hutama-Eurrosiatic-Uttam gagal karena dukungan bank belum merupakan komitmen pembiayaan proyek dan lokasi workshop berada di luar negeri," katanya.
Selain itu, isi dari kontrak perjanjian diubah dan tidak sesuai dengan rencana kerja syarat-syarat, yaitu dengan menambahkan uang muka 20 persen dan pembayaran letter of credit atau LC ke rekening luar negeri. Kontrak perjanjian yang ditandatangani juga tidak sesuai dengan tanggal yang tertera.
"Proyek dikerjakan tanpa adanya studi kelayakan. Jaminan uang muka dan jaminan pelaksanaan expired dan tidak pernah diperpanjang. Metode pembayaran barang impor atau letter of credit tidak wajar," ucapnya.
ADVERTISEMENT
Arief menyebut, penyimpangan-penyimpangan itu mengakibatkan proyek menjadi mangkrak sampai saat ini. Adapun uang PTPN XI sudah dikeluarkan kepada kontraktor hampir sebesar 90 persen.
"Penyidik pun sudah mengirimkan surat ke Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk permintaan penghitungan kerugian negara dan hingga saat ini belum ada penetapan tersangka," tandasnya.