Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Baru 5 dari 11 Mobil Bos First Travel yang Diserahkan ke Jemaah
30 Mei 2018 16:27 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:08 WIB
ADVERTISEMENT
Perkumpulan Pengurus Pengelolaan Aset Korban First Travel berharap adanya transparansi dari jaksa penuntut umum atas aset-aset yang belum dikembalikan. Alasannya, dari aset bos First Travel mencapai Rp 200 miliar, aset yang dikembalikan hanya Rp 25 miliar.
ADVERTISEMENT
Humas perkumpulan tersebut, Dewi Gustiana, menuturkan dari 11 mobil milik bos First Travel baru lima yang diserahkan ke jemaah.
"Ada 5 (mobil) yang diserahkan ke kami, itu juga cuma mobil murah. Dari 11 mobil hanya 5 (yang dikembalikan), (misalnya) mobil Daihatsu Terios. Enggak termasuk Pajero, Hammer, Vellfire. Tidak muncul dalam tuntutan. Ada tapi tidak diserahkan ke kami dari Kejari, tidak dilimpahkan ke kami," kata Dewi di PN Depok, Jawa Barat, Rabu (30/5).
Ia merasa keberatan karena jumlah tersebut tak sesuai dengan total kerugian yang dialami para jemaah. Dewi yang juga merupakan agen First Travel ini juga mengaku sudah melakukan berbagai upaya agar hak para jemaah dapat dikembalikan.
"Kami melaporkan ini untuk membantu mengembalikan hak-hak jemaah. Sistem kan yang membuat kami harus menerima seperti itu. Jangan kami dikorbankan lagi dengan sistem seperti ini," lanjut dia.
ADVERTISEMENT
Aset-aset yang masih dipermasalahkan adalah aset yang berbentuk barang. Mereka minta agar barang-barang itu segera dijual atau dilelang agar harga penyusutannya tidak terlalu tinggi.
"Kalau asetnya barang dan yang nilai penyusutannya sangat tinggi, (seperti) kacamata, ikat pinggang, gaun, gorden, bagaimana kita mau menjualnya. Itu besar penyusutan jauh lebih besar. Dan akhirnya apa? Kami akan jadi tergugat karena jemaah tahunya Rp 25 miliar," ujarnya.
Ia bersama agen-agen First Travel lainnya mengaku sudah banyak berkorban. Dewi menuturkan, walaupun mereka orang awam dalam hukum namun mereka mengerti bagaimana proses hukum berlangsung.
"Kami sudah berkorban banyak waktu, rusak hubungan keluarga, masyarakat rusak semua. Karena tahunya kami penanggung jawab padahal kami korban juga. Tenaga, uang, waktu kami habis," ujar Dewi.
ADVERTISEMENT
"Intinya kami keberatan menerima pelimpahan aset. Karena resikonya sangat besar," tutupnya.