Batal Divonis Mati, Seorang Aktivis di Iran Justru Meninggal di Penjara

1 September 2023 14:13 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Orang-orang menggelar protes setelah kematian Mahsa Amini di Iran, di Athena, Yunani, Sabtu (24/9/2022).
 Foto: Louiza Vradi/REUTERS
zoom-in-whitePerbesar
Orang-orang menggelar protes setelah kematian Mahsa Amini di Iran, di Athena, Yunani, Sabtu (24/9/2022). Foto: Louiza Vradi/REUTERS
ADVERTISEMENT
Nasib tragis melanda Javad Rouhi, seorang pemuda di Iran yang sempat terancam hukuman mati atas tiga dakwaan, tetapi justru kehilangan nyawa dalam tahanan usai vonis tersebut dicabut.
ADVERTISEMENT
Aktivis berusia 35 tahun itu ditangkap aparat, usai terlibat dalam protes anti-pemerintah skala nasional di tahun lalu atas kasus seorang perempuan Kurdi yang juga tewas dalam tahanan, Mahsa Amini.
Dikutip dari BBC, kabar ini dilaporkan oleh situs berita Kementerian Kehakiman Iran, Mizan, pada Kamis (31/8). Dikatakan bahwa pihak berwenang menyebut, Rouhi meninggal akibat perawatan rumah sakit yang tidak efektif setelah dirinya mengalami kejang-kejang di penjara.
"Sayangnya, [Rouhi] meninggal terlepas dari tindakan staf medis, dan sebuah kasus hukum telah diajukan untuk menindaklanjuti penyebab kematiannya," demikian bunyi laporan Mizan.
Beberapa media lokal melaporkan, Rouhi meninggal dunia usai kejang-kejang akibat serangan jantung.
Namun, satu jam sebelum laporan resmi dari Mizan muncul, sejumlah aktivis hak asasi manusia sudah ramai meminta pertanggungjawaban pihak berwenang atas kematian Rouhi di media sosial.
ADVERTISEMENT
Mereka mengendus tewasnya Rouhi sebagai kematian tidak wajar —menuding otoritas peradilan dan keamanan pemerintah yang telah membunuh Javad Rouhi. "Rezim Republik Islam terkenal karena menyiksa para tahanan. Javad, dibunuh," kecam seorang netizen di platform X.
Seorang demonstran memotong rambutnya selama aksi protes menyusul kematian Mahsa Amini, di depan Gerbang Brandenburg di Berlin, Jerman, Jumat (23/9/2022). Foto: Christian Mang/REUTERS
Rouhi ditangkap beberapa hari setelah Mahsa Amini (22 tahun) tewas dalam tahanan polisi moral pada Agustus 2022 lalu, lantaran dituduh tidak mengenakan hijab sesuai aturan.
Kematian Amini memicu amarah luas dari kaum muda Iran. Mereka turun ke jalanan, membakar ban dan properti umum, diperparah oleh perempuan-perempuan yang memotong rambut mereka di depan publik.
Kekacauan tersebut berlangsung selama beberapa bulan sejak Amini tewas, menjadikan momentum itu sebagai protes anti-pemerintah terbesar sejak Revolusi Islam pada 1979.
ADVERTISEMENT
Rouhi dinyatakan bersalah atas tuduhan memimpin pergolakan dari para pemberontak, menghancurkan properti, dan murtad — lantaran diduga membakar kitab suci Al-Quran selama demo berlangsung.
Namun, para aktivis membuktikan bahwa tuduhan-tuduhan kepada Rouhi tidak benar. Dalam sebuah video klip, tampak Rouhi tidak melakukan kekerasan seperti yang disebutkan oleh pihak berwenang.
Menurut Amnesty International, Rouhi justru menerima kekerasan dari otoritas penjara agar 'mengaku' seolah melakukan pelanggaran-pelanggaran tersebut.
Wanita memegang foto Mahsa Amini di Lapangan Martir di Beirut, Lebanon. Foto: Mohamed Azakir/REUTERS
Dikatakan bahwa Rouhi diberi hukum cambuk, dibiarkan di suhu dingin, diberi sengatan listrik, hingga ditodong pistol ke kepalanya agar dia mengakui hal-hal yang dituduhkan kepadanya.
Hingga akhirnya, pengadilan di Kota Nowshahr memvonis Rouhi hukuman mati sebanyak tiga kali. Dia menghadapi tiga tuduhan, yaitu penistaan agama, penghancuran properti publik, dan konspirasi untuk melawan aparat keamanan pemerintah.
ADVERTISEMENT
Tanpa disebutkan penyebabnya, vonis mati terhadap Rouhi dicabut oleh Mahkamah Agung pada Mei 2023. Kasus terkait Rouhi pun dirujuk ke pengadilan lain untuk dievaluasi kembali.