Batik Karibia “Rasa” Indonesia

6 Juni 2017 7:29 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:16 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Batik setempat, bahan dari Indonesia. (Foto: Dok. Caribelle Batik)
zoom-in-whitePerbesar
Batik setempat, bahan dari Indonesia. (Foto: Dok. Caribelle Batik)
Batik memang sudah identik dengan negara Indonesia. Namun siapa menyangka, batik juga ternyata ada di negara kecil di Kepulauan Karibia bernama St. Kitts and Nevis.
ADVERTISEMENT
Meski demikian, Indonesia tetap mempunyai andil di balik industri batik di negara tersebut yang sudah terbilang mapan. Sebab, bahan baku batik di sana masih berasal dari Indonesia.
Temuan ini disampaikan diplomat senior Minister Counselor Achmad Djatmiko dari KBRI Bogota, Republik Kolombia, kepada Kumparan Den Haag (kumparan.com), Selasa (6/6).
"Batik lokal di St. Kitts and Nevis seluruh bahannya berasal dari Indonesia, dirintis mulai tahun 1974 dengan label Carribelle Batik," ujar Djatmiko.
St Kitts and Nevis adalah sebuah negara federal monarki parlementer konstitusional dengan Ratu Elizabeth II sebagai Kepala Negara dan PM Timothy Harris sebagai kepala pemerintahannya.
Letak negara St Kitts and Nevis. (Foto: Google Maps)
zoom-in-whitePerbesar
Letak negara St Kitts and Nevis. (Foto: Google Maps)
St. Kitts and Nevis terletak di gugus Kepulauan Leeward, perairan Karibia, sekitar 147 mil atau 236 km arah Tenggara dari British Virgin Islands (BVI), yang beken sebagai tempat berlabuh bagi para pencuci uang haram dan penghindar pajak.
ADVERTISEMENT
Menurut Djatmiko, proses pembuatan batik di St. Kitts and Nevis tidak berbeda dengan cara pembuatan batik di Indonesia. Yang berbeda adalah bahwa mereka terkesan kurang "telaten" dalam menggunakan canting (alat tulis batik, red).
"Sehingga untuk obyek besar digunakan kuas. Selain itu, motifnya juga lebih dominan nuansa pantai, dengan latar belakang pohon kelapa dan panorama pantai," imbuh Djatmiko.
Tempat produksi dan galeri Caribelle Batik berada dalam rumah artistik bernama "Wingfield Estate St Kitts" yang berdiri sejak 1625. Tempat ini masih satu kompleks dengan Kebun Botani di kawasan bersejarah Romney Manor, yang pernah menjadi milik Sam Jefferson II, kakek buyut dari Thomas Jefferson (Presiden ketiga AS, red).
Djatmiko berada di St. Kitts and Nevis bersama Duta Besar Republik Indonesia untuk Kolombia merangkap St. Kitts and Nevis Priyo Iswanto seusai menyerahkan Surat-surat Kepercayaan kepada Gubernur Jenderal St. Kitts and Nevis, Sir Samuel Weymouth Tapley Seaton, di Government House, Basseterre.
ADVERTISEMENT
Meskipun St Kitts and Nevis adalah negara kecil, namun tidak bisa diabaikan, karena negara ini adalah sebuah negara berdaulat yang juga mempunyai suara di PBB, sesuai dengan prinsip "one state, one vote" (satu negara, satu suara).
Dukungan suara dari negara-negara kecil seperti St. Kitts and Nevis ikut menentukan bagi kepentingan diplomasi Indonesia, utamanya saat pencalonan di organisasi-organisasi atau lembaga-lembaga internasional, termasuk di Dewan Keamanan PBB.
Memanfaatkan waktu seusai seremoni penyerahan Surat-surat Kepercayaan, Dubes berinisiatif mengadakan "Batik Workshop" untuk lebih mengenalkan batik yang telah diakui oleh UNESCO sebagai warisan dunia asli Indonesia kepada masyarakat St. Kitts and Nevis. 
Dipandu oleh Venny Alamsyah, workshop batik sebagai teknik asli Indonesia itu mendapat antusiasme tinggi, lengkap dengan sejarahnya, disertai peragaan pembuatan batik oleh para peserta. Menteri Luar Negeri St. Kitts and Nevis Mark Brantley yang juga hadir bahkan tidak bisa menyembunyikan kekagumannya.
ADVERTISEMENT
"Terima kasih atas inisiatif ini. Warga kami semakin terbuka pengetahuannya dan pemahamannya mengenai batik," ujar Mark.
Proses batik St Kitts and Nevis. (Foto: Dok. KBRI Bogota)
zoom-in-whitePerbesar
Proses batik St Kitts and Nevis. (Foto: Dok. KBRI Bogota)
Djatmiko berharap para pemangku kepentingan memanfaatkan peluang ini. Meskipun telah dikenal di kawasan Karibia, khususnya di St. Kitts and Nevis, namun batik masih menjadi barang mewah, belum membudaya dan menarik minat masyarakat sebagai pakaian keseharian. 
"Batik berpotensi untuk dikembangkan menjadi industri komersial karena memiliki kecocokan dengan daerah pantai seperti di negara ini," pungkas Djatmiko.
Laporan reporter kumparan Den Haag: Eddi Santosa