Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Batu Magdala, Artefak 2.000 Tahun dari Kota Kelahiran Maria Magdalena di Israel
27 Juni 2022 20:13 WIB
·
waktu baca 4 menit
ADVERTISEMENT
Kota kuno Magdala—yang merupakan kota kelahiran Maria Magdalena—ditemukan dalam penggalian di luar Tiberias, Israel.
ADVERTISEMENT
Maria Magdalena adalah perempuan Yahudi pengikut Yesus Kristus. Ia menjadi salah satu saksi penyaliban Yesus.
Kota Magdala, yang didirikan pada zaman Helenistik, adalah desa nelayan makmur saat Romawi menyerbu Galilea pada 67 M. Desa itu juga sempat menaungi jalanan berlapis batu dan sinanoge kompleks dari abad pertama.
Pergolakan agama, penaklukan militer, dan perubahan waktu kemudian meruntuhkannya. Pada 2009, seorang imam Katolik dari Spanyol lalu memutuskan untuk membuka pusat wisata keagamaan di situs Magdala.
Pembangunan pasanggrahan bagi peziarah itu lantas mengarahkan pada penemuan arkeologi paling penting di Israel dalam berdekade-dekade.
Otoritas Purbakala Israel (IAA) menemukan Batu Magdala dalam Sinagoge abad pertama yang telah tertimbun tanah longsor selama 2.000 tahun terakhir saat menggali tanah tersebut.
ADVERTISEMENT
"Penemuan sinagoge kedua di pemukiman Galilea ini menyoroti kehidupan sosial dan keagamaan orang-orang Yahudi di daerah tersebut pada periode ini, dan mencerminkan kebutuhan akan gedung khusus untuk membaca dan belajar Taurat dan untuk pertemuan sosial," ungkap salah satu direktur penggalian, Dina Avshalom-Gorni, dikutip dari The Jerusalem Post, Minggu (27/6/2022).
"Kita dapat membayangkan Maria Magdalena dan keluarganya datang ke sinagoge di sini, bersama dengan penduduk Migdal lainnya, untuk berpartisipasi dalam acara keagamaan dan komunal," lanjut dia.
Disadur dari laman Biblical Archaeology Society, Batu Magdala memiliki ukiran-ukiran rinci yang menggambarkan Bait Suci Kedua.
Kuil itu dihancurkan oleh tentara Romawi setelah pengepungan Yerusalem. Ukiran itu diyakini dibuat oleh seorang seniman saat kuil tersebut masih berdiri.
ADVERTISEMENT
Balok batu berukuran 60x50 sentimeter itu diyakini merupakan bimah atau panggung dengan meja baca untuk menempatkan Taurat dan gulungan suci lainnya.
Tetapi, platform itu mungkin memiliki makna jauh lebih dalam.
Sebagian arkeolog meyakini, ukiran itu membalikkan konsensus atas sinagoge. Tempat ibadah tersebut dianggap sebagai ruang pertemuan untuk membaca dan mempelajari buku-buku suci.
Namun, ukiran pada batu tersebut menunjukkan, sinagoge dapat menjadi ruang suci itu sendiri.
Profesor di Universitas Ibrani Yerusalem, Rina Talgam, mengungkap indikasi Gerakan Yahudi awal yang memandang sinagoge sebagai 'kuil kecil'.
Ukiran berbentuk sinagoge mungkin mengindikasikan bahwa seseorang dapat menemukan hadirat Tuhan di sinagoge, tak hanya di Bait Suci, sehingga mengembangkan konsep ibadah lain.
Temuan itu turut meletuskan pembicaraan tentang orang Yahudi yang berkediaman jauh dari Bait Suci. Komunitas diaspora mungkin membuat ukiran kuil tersebut untuk mengingatnya.
ADVERTISEMENT
Adapun yang mengira bahwa batu itu melambangkan interpretasi orang Kristen atas objek Yahudi. Penelitian dan refleksi seputar temuan itu masih berkembang hingga kini.
Simbol dan Interpretasi Kuil
Bagian depan batu itu menampilkan Menorah bercabang tujuh (candelabrum). Gambar itu merupakan ukiran tertua candelabrum dari Bait Suci Kedua yang ditemukan di tempat umum.
Bentuknya menyiratkan bahwa sang seniman melihat kandil itu secara langsung di kuil tersebut.
Kandil tersebut tampak berada di atas sebuah kotak, menyimbolkan altar pengorbanan. Menorah itu juga diapit oleh dua guci yang mungkin mewakili air dan minyak yang digunakan di Bait Suci Kedua.
Bila seorang rabi berdiri di depan batu tersebut dengan menghadap Menorah, dia mengarahkan pandangannya tepat ke arah Yerusalem, seolah-olah memasuki Bait Suci Kedua.
ADVERTISEMENT
Lengkungan berpilar turut menghiasi sepanjang sisi batu. Talgam berspekulasi bahwa lengkungan itu mewakili Gerbang Azara atau dinding di sekitar Rumah Suci (Sanctuary).
Ukiran benda kecil di ujung lengkungan itu terlihat seperti lampu minyak dari zaman Herodian, mengilustrasikan suasana ketika orang berjalan melalui lorong-lorong kuil yang diterangi lampu minyak.
Batu Magdala memiliki simbol-simbol benda lain pada bagian atas yang artinya masih diperdebatkan oleh para ahli.
Misalnya, enam bentuk hati yang terpisah pada dua bagian berbeda memicu interpretasi beragam. Sebagian menganggapnya sebagai pengisi ruang, sedangkan yang lain menyebutnya sebagai daun ivy.
Profesor Arkeologi di Kinneret College, Motti Aviam, menafsirkan simbol itu sebagai roti yang disajikan di atas meja. Simbol yang merepresentasikan meja itu pun terlihat sebagai cangkir terbalik.
Simbol menarik lainnya mendominasi bagian tengah sisi atas batu itu, yakni mawar berkelopak enam yang menggemakan deskripsi sejarawan Yahudi kuno, Josephus, tentang daerah tepat di depan Ruang Mahakudus di Bait Suci Kedua.
ADVERTISEMENT
Mawar tersebut umumnya ditemukan pada osuarium, sarkofagus, dan fasad makam monumental dari akhir periode Bait Suci Kedua hingga abad kedua M. Simbol itu mungkin menandakan perjalanan melintasi kehidupan ini ke dalam hadirat Tuhan.
Ukiran terakhir pada batu itu melambangkan bagian terdalam dari Bait Suci Kedua, Ruang Mahakudus. Dua roda tampak melayang di udara dengan bentuk segitiga yang mewakili api terukir di bawahnya.
Kekayaan simbol-simbol itu menawarkan lebih dari sekadar temuan arkeologi abad pertama. Situs ini juga memicu renungan tentang persimpangan sejarah dan kepercayaan.
Batu tersebut kini dapat dilihat terpajang dalam upacara pembukaan pusat Magdala di Israel utara pada Minggu (26/6/2022).