Bawaslu dan KPU Masih Bahas PSU di Kuala Lumpur: Coklit DPT Cuma 12%

26 Februari 2024 17:06 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pebulu tangkis RI di Malaysia batal mencoblos Pemilu 2024 karena warga membludak di Tempat Pemungutan Suara Luar Negeri (TPSLN) di World Trade Center, Jalan Tun Ismail, Chow Kit, Kuala Lumpur, pada 11 Februari. Foto: PBSI
zoom-in-whitePerbesar
Pebulu tangkis RI di Malaysia batal mencoblos Pemilu 2024 karena warga membludak di Tempat Pemungutan Suara Luar Negeri (TPSLN) di World Trade Center, Jalan Tun Ismail, Chow Kit, Kuala Lumpur, pada 11 Februari. Foto: PBSI
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Bawaslu dan KPU masih membahas mekanisme pemungutan suara ulang (PSU) di Kuala Lumpur, Malaysia. PSU di sana untuk pemungutan suara metode pos dan Kotak Suara Keliling (KSK).
ADVERTISEMENT
“Teman-teman KPU sekarang lagi mengkaji, kemudian dalam beberapa hari ke depan akan ada proses di KL (Kuala Lumpur),” kata Ketua Bawaslu Rahmat Bagja di Kantor DKPP, Jakarta, Jumat (26/2).
Sebagaimana rekomendasi pengawas luar negeri di Kuala Lumpur, pemungutan suara metode pos dinilai bermasalah serius sejak proses pencocokan dan penelitian (Coklit).
“Basis DPT itu seharusnya pemutakhiran data pemilih apakah yang bersangkutan tinggal di situ atau tidak. Kalau tidak tinggal di situ ya jadi masalah karena itu data tahun 2019 yang dimutakhirkan seharusnya, tapi rupanya misalnya temuan kita di lapangan ada yang nomor paspornya nomor paspor lama, baru bisa dia masuk DPT,” ujarnya.
Warga negara Indonesia (WNI) mengantre untuk mencoblos dalam pemungutan suara Pemilu 2024 di Pusat Dagangan Dunia Kuala Lumpur (WTC), Kuala Lumpur, Malaysia, Minggu (11/2/2024). Foto: Rafiuddin Abdul Rahman/ANTARA FOTO
Dalam proses coklit yang dilakukan oleh PPLN Kuala Lumpur, Bawaslu menemukan hanya sekitar 12 persen pemilih di Kuala Lumpur yang tercoklit. Akibatnya, pemilihan di Kuala Lumpur membludak dan banyak pemilih yang tak tersampaikan haknya.
ADVERTISEMENT
“PPLN memperbarui tapi tidak sebesar 490 ribu dalam coklitnya. Itu temuan kami di lapangan. Jadi ada permasalahan itu. Jadi ada 490 ribuan kan kalau enggak salah DPT, hanya 68 ribu atau 64 ribu yang tercoklit,” tegasnya.
PSU di Kuala Lumpur, kata Bagja, akan dimulai dari pemutakhiran pemilih terlebih dahulu. Selain itu, metode pos pun tak akan digunakan.
“Usul dari ada beberapa teman-teman untuk menghilangkan metode pos di KL, pertimbangannya ya nanti setelah mutarlih (pemutakhiran pemilih). Ini baru ketahuan metode tepatnya apa,” ungkapnya.
Kusmiasih Kaswih (84) lansia asal Bandung menunjukkan jari tercelup tinta usai menyalurkan suara di World Trade Center (WTC) Kuala Lumpur, Minggu (11/2/2024). Foto: Virna Puspa Setyorini/ANTARA
KPU mempertimbangkan tak akan menggunakan metode pos dan KSK untuk pemungutan suara ulang di Kuala Lumpur, Malaysia. Hal tersebut menyusul atas temuan dugaan pelanggaran administratif oleh Bawaslu.
“Yang diulang atau direkomendasikan diulang adalah metode pos dan KSK. Kami mempertimbangkan untuk tidak menggunakan metode pos untuk PSU,” kata Ketua KPU, Hasyim Asyari, kepada wartawan di kantor KPU, Jakarta, Jumat (23/2).
ADVERTISEMENT
Selain itu, Hasyim menyebut bahwa khusus untuk Kuala Lumpur, rekapitulasinya pun akan menyusul. Sebab, dalam aturan KPU, rekapitulasi PPLN paling lambat dilakukan hingga 22 Februari 2024. Ia menegaskan, rekapitulasi di Kuala Lumpur tak akan melebihi dari rekapitulasi nasional yakni 20 Maret 2024.
“Intinya rekapitulasi penghitungan suara di Kuala Lumpur Harus sudah selesai sebelum penetapan hasil pemilu nasional oleh KPU dilakukan. Jadi kalau tanggal 20 Maret 2024, itu adalah penetapan hasil pemilu oleh KPU,” pungkasnya.