Bawaslu Dorong Revisi UU Pilkada

21 Oktober 2019 16:55 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Anggota Bawaslu RI, Fritz Edward Siregar. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Anggota Bawaslu RI, Fritz Edward Siregar. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mendorong DPR dan Pemerintah merevisi Undang-undang nomor 10 tahun 2016 tentang Pilkada. Bawaslu meminta agar kewenangan Bawaslu lebih komprehensif dalam mengawasi Pilkada serentak 2020.
ADVERTISEMENT
“Kita meminta setidaknya (peran) Bawaslu sama dengan UU nomor 7 tahun 2017 (UU Pemilu). Kenapa, untuk sama-sama proses pemilihan tapi kewenangan dan perlindungannya berbeda," kata Komisioner Bawaslu, Fritz Edward Siregar usai mengisi seminar di hotel Bumi, Surabaya, Senin (21/10).
Fritz berharap, UU Pilkada dapat direvisi sesuai dengan UU Pemilu. Alasannya, Bawaslu memiliki kewenangan pengawasan secara proposional dalam Pemilu seperti yang tercantum di UU Pemilu. Misalnya, penanganan pelanggaran Pemilu dari lima hari menjadi sehari, sama seperti di UU Pemilu.
“Ini sebenernya proses perubahan UU Pilkada dalam versinya Bawaslu itu terkait dengan kewenangan Bawaslu itu sama dengan UU Pemilu. Kita tidak meminta lebih dengan disamakan UU Pemilu,” ungkapnya.
"Penanganan pelanggarannya tidak lagi lima hari tapi sehari seperti UU Pemilu," lanjutnya.
ADVERTISEMENT
Fritz menjelaskan, banyak pihak yang telah memberi atensi terhadap revisi UU Pilkada, salah satunya dari Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Fritz menyebut DPD telah melihat undang-undang tersebut dan menyatakan layak untuk direvisi.
Hal ini kata Fritz, bisa menjadi dorongan untuk DPR segera merevisi UU Pilkada. Fritz juga mengungkapkan, presiden dan DPR telah bersepakat untuk mengubah isi undang-undang tersebut.
“Berdasarkan pertemuan kita, kedua bela pihak presiden dan DPR bahwa diadakan revisi Undang-Undang Nomor 10. Cuma kan timingnya itu,” ujar Fritz.
“Jadi DPD itu sudah melihat betapa perlunya merevisi Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 dan setidaknya itu bisa menjadi dorongan kepada DPR untuk segera melakukan revisi,” ujarnya.