Bawaslu: PPATK Tak Laporkan Transaksi Mencurigakan 100 Caleg Rp 51 T

12 Januari 2024 13:24 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ketua Bawaslu Rahmat Bagja saat peresmian Gedung KPU dan Bawaslu di Kabupaten Badung, Bali, Kamis (11/1/2024). Foto: Denita BR Matondang/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ketua Bawaslu Rahmat Bagja saat peresmian Gedung KPU dan Bawaslu di Kabupaten Badung, Bali, Kamis (11/1/2024). Foto: Denita BR Matondang/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Ketua Bawaslu Rahmat Bagja merespons laporan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) terkait dengan dugaan transaksi mencurigakan 100 caleg dengan nilai fantastis Rp 51 triliun.
ADVERTISEMENT
Bagja menyebut dugaan yang ditemukan PPATK itu tidak dilaporkan ke Bawaslu.
“PPATK tidak melapor kepada Bawaslu. Menginformasikan beda laporan dengan informasi,” kata Bagja di Kantor DKPP, Jakarta, Jumat (12/1).
Bagja pun menyebut belum mengetahui terkait temuan dari PPATK tersebut.
PPATK mengendus sejumlah transaksi keuangan yang dilakukan calon anggota legislatif. Nilainya totalnya mencapai Rp 51 triliun lebih.
Nilai tersebut diambil PPATK dari sampel 100 caleg yang diduga melakukan transaksi mencurigakan terbesar. Transaksi mencurigakan ini ditemukan PPATK dari laporan periode 2022-2023.
Untuk total Daftar Calon Tetap (DCT), PPATK menyebut ada sekitar 45 ribu laporan yang diterima.
“Laporan mencurigakan sendiri terhadap 100 DCT [Daftar Caleg Tetap - red], ini kita ambil 100 terbesarnya, ya, terhadap 100 DCT itu nilainya Rp 51.475.886.106.483,” kata Kepala PPATK Ivan Yustiavandana dalam keterangan persnya, Rabu (10/1).
ADVERTISEMENT
Laporan transaksi mencurigakan tersebut beberapa sudah disampaikan ke aparat penegak hukum berdasarkan dugaan tindak pidana asal.
Ivan menyebutkan, bahwa pada tahun 2023 pihaknya telah menyampaikan laporan hasil analisis (LHA) terkait dengan pihak yang terdaftar sebagai peserta Pemilu di DCT ke kepolisian, KPK, OJK, BIN, dan Bawaslu.
Rinciannya, dua laporan disampaikan ke KPK. “Karena adanya dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh pihak yang terdaftar dalam DCT,” ungkap Ivan.
Ada juga dua LHA dan satu hasil pemeriksaan disampaikan kepada Polri, satu LHA disampaikan ke OJK, dan masing-masing tiga informasi dilaporkan ke BIN dan Bawaslu.