Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Atas kejadian tersebut, pihak keluarga mendatangi Polres Sukabumi Kota, Jumat (14/6). Keluarga ingin mengungkap penyebab bayinya meninggal, sebab sebelum diimunisasi bayi itu dalam keadaan baik-baik saja.
Bayi bernama Muhammad Kenzi Arifin itu merupakan anak kedua pasangan Isan Nur Arifin (27) dan Deara Wulandari (27) asal Kampung Bantarpanjang, Kelurahan Sukakarya, Kecamatan Warudoyong, Kota Sukabumi.
Deara menuturkan pada Selasa pagi itu, dia datang bersama bayinya ke Puskesmas Sukakarya, Kota Sukabumi, berdasarkan jadwal yang telah ditentukan bidan di Posyandu.
Di puskesmas, bayi itu dicek suhu tubuhnya, hasilnya normal sehingga dilakukan imunisasi.
"Anak saya kan ketinggalan imunisasinya, dari satu bulan setelah lahir belum pernah imunisasi. Jadi kata bidan disuntiknya dua, BCG dan DPT, terus yang ditetes ke mulut 2 macam. Sesudah cek suhu tubuh dikatakan normal sama bidan, lanjutlah penyuntikan," ujar Deara, Jumat (14/6).
ADVERTISEMENT
Saat itu Deara merasa heran karena bidan tidak meminta persetujuan orang tua sebelum memberikan 4 vaksin sekaligus.
Setelah semuanya selesai, Deara kemudian pulang ke rumah pukul 09.00 WIB dan bayinya pun masih dalam keadaan sehat. Lalu pada pukul 11.00 WIB, Deara memberi bayinya sirop Paracetamol. Pemberian paracetamol kata dia, merupakan saran dari bidan. "Kata bidan kan harus minum sirop itu, 3 kali dalam sehari," imbuhnya.
Berlanjut pada pukul 14.00 WIB, bayi itu menangis. Namun suara tangisnya melemah dan bayi tak mau menyusui. Dia pun memberi tahu kondisi bayinya kepada bidan puskesmas. Bidan merespons dengan datang ke rumah bersama seorang dokter ke rumah.
Saat itu suhu tubuh dicek dan dinyatakan normal. Kemudian bayi itu diberi obat yang dimasukkan melalui lubang anus. Karena keadaannya tidak membaik, bayi itu dibawa ke rumah sakit.
ADVERTISEMENT
Di perjalanan ke rumah sakit, Deara melihat bibir bayinya berubah ungu kemudian kakinya dingin. Begitu sampai di IGD RS Assyifa, bayi itu langsung ditangani oleh pihak RS. Saat di RS, pihak Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Sukabumi datang menyusul.
"Dicek dada sama oksigennya, tapi gak ada respons apa pun, sampai si anak dinyatakan meninggal. Itu sekitar pukul 15.00 WIB," ujarnya.
Dari rumah sakit, pihak keluarga pulang dengan membawa jenazah bayi. Saat itu bidan, pihak puskesmas dan Dinas Kesehatan ikut ke rumah duka.
Adapun Jenazah bayi itu dimakamkan pada pukul 17.00 WIB pada hari yang sama.
Ingin Diungkap
Deara menyatakan datang ke Polres Sukabumi Kota dan bertemu dengan Kanit 3. Dia baru berdiskusi, belum membuat laporan polisi.
ADVERTISEMENT
"Kalau keinginan dari keluarga kasus ini ingin tuntas tidak ada yang ditutupi apa penyebabnya anak itu meninggal. Apa karena dari obat yang terlalu banyak masuk, apakah karena kelalaian, karena obatnya kedaluwarsa atau ada sebab lain," katanya.
Masih Diinvestigasi
Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinkes Kota Sukabumi Wita Darmawanti mengungkapkan bayi yang meninggal itu berusia 2 bulan 28 hari atau 3 bulan kurang 2 hari. Adapun yang diberikan kepada bayi itu saat imunisasi adalah suntik BCG, suntik DPT kemudian ditetes polio dan Rotavirus ke mulut.
"Pemberian vaksinasi BCG [disuntikkan] di lengan kanan, kemudian ditetes polio, kemudian disuntikan di paha itu DPT kemudian diberi Rotavirus, ditetes juga. Jadi disuntiknya 2 kali BCG dan DPT. Kombinasinya seperti itu suntik BCG ditetes polio, suntik DPT ditetes Rotavirus," ujar Wita.
ADVERTISEMENT
Wita menjelaskan kenapa bayi itu menerima 4 vaksin sekaligus karena BCG yang terlewat. Menurutnya BCG itu semestinya diberikan saat usia bayi kurang dari satu bulan.
Lebih lanjut Wita menyatakan pada saat kejadian, bidan, dokter dan pihak Dinas Kesehatan Kota Sukabumi langsung merespons. Mendatangi rumah, melakukan penanganan, membawa ke rumah sakit.
Ketika bayi itu meninggal, pihak puskesmas dan Dinkes juga datang ke rumah duka hingga pemakaman selesai dilakukan.
Wita menuturkan peristiwa ini diduga Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) dan masih dilakukan investigasi untuk mengetahui penyebabnya.
"Kalau jenjangnya apabila diduga terjadi KIPI yaitu Dinkes melapor ke Pojka KIPI kemudian menyiapkan yaitu data-data untuk audit kasus, banyak data-data yang harus dikumpulkan termasuk vaksinnya sisa vaksin, suntikannya, foto," ujarnya.
ADVERTISEMENT
"Itu diminta oleh Komda KIPI di tingkat provinsi kemudian tim independen Komnas KIPI dari pusat. Jadi saat ini masih terus dilakukan investigasi sehingga kita belum mendapatkan hasilnya apakah itu dari human error, apakah dari vaksinnya atau dari faktor lain," pungkasnya.