Beda BPOM dengan FDA soal Penanganan Obat Sirop Tercemar Etilen Glikol

25 Oktober 2022 12:53 WIB
ยท
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi obat sirup. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi obat sirup. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menyebut pihaknya belum pernah menguji cemaran etilen glikol (EG) maupun diatilen glikol (DEG). EG dan DEG sendiri merupakan senyawa berbahaya yang ada di tubuh anak pengidap gagal ginjal misterius.
ADVERTISEMENT
Jadi, sebenarnya EG dan DEG muncul dari cemaran pelarut seperti polietilen glikol, sorbitol, dan gliserin. Pelarut tersebut digunakan untuk meracik obat menjadi berbentuk sirop.
"Nah, khusus untuk cemaran EG dan DEG sampai saat ini di dunia internasional belum ada standar yang untuk mengatakan untuk diuji. Itulah kenapa kita tidak pernah menguji," kata Penny kepada wartawan dikutip Selasa (25/10).
Lantas, benarkah klaim BPOM tersebut? Mari simak penelusuran kumparan.
Kasus keracunan EG dan DG di Indonesia pada dasarnya bukanlah yang pertama. Berdasarkan catatan kumparan, ada 12 negara yang pernah mengalami kasus serupa. Kasus keracunan ini pertama kali mencuat pada tahun 1937 di Amerika Serikat (AS).
Kala itu, sebanyak 107 orang meninggal karena keracunan DEG akibat obat minum elixir sulfonamide. Founder dari obat sirop tersebut juga akhirnya bunuh diri akibat merasa bersalah lantaran tingginya tekanan publik terhadap kasus ini.
ADVERTISEMENT
Sebenarnya, keracunan massal akibat obat sirop itu terjadi lantaran lemahnya regulasi obat dan makanan di AS. Pada saat itu, Food and Drug Administration (FDA) belum memiliki wewenang untuk mengawasi industri farmasi.
Alhasil, industri farmasi saat itu dapat merilis obat dengan sangat mudah. Mereka hanya wajib mematuhi UU Kemurnian Makanan dan Obat tahun 1906 untuk mencantumkan bahan kimia aktif di obatnya.
Belajar dari kesalahan, FDA pun mulai berbenah. Ini seiring dengan pengesahan UU tentang FDA pada tahun 1938 agar lembaga tersebut dapat mengawasi peredaran obat dengan lebih ketat.
Infografik 241 Kasus Gagal Ginjal di Indonesia. Foto: kumparan
Seiring berjalannya waktu, kasus demi kasus terhadap keracunan EG dan DG ini terus muncul di sejumlah negara. Baru pada tahun 2007, FDA mengeluarkan sebuah pedoman untuk industri farmasi, termasuk sejumlah pihak yang terkait, untuk melakukan uji kadar EG maupun DG.
ADVERTISEMENT
Ada 5 rekomendasi FDA, rangkumannya adalah sebagai berikut:
Pada tahun 2018, FDA melayangkan sebuah surat teguran terhadap sebuah perusahaan farmasi Irlandia, Europharma Concepts Limited. Perusahaan tersebut dinilai memiliki kontrol yang buruk terhadap gliserin. Perusahaan tersebut rupanya tidak melakukan uji cemaran terhadap gliserin.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, situs BPOM tidak terdapat dokumentasi mengenai uji cemaran EG dan DG dalam produksi obat sirop.