Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
ADVERTISEMENT
Aksi terorisme yang terjadi beberapa tahun belakangan banyak didalangi anggota kelompok Jemaah Ansharut Daulah (JAD). Dalam kurun waktu seminggu, Densus 88 Antiteror telah menangkap terduga teroris yang sebagian besar merupakan anggota JAD.
ADVERTISEMENT
JAD rupanya juga mengikuti perkembangan zaman dalam hal perekrutan. Bila perekrutan anggota dulu dilakukan dengan door to door, kini dilakukan secara digital.
Menurut pengamat terorisme, Ali Fauzi, saat ini terjadi perubahan sistem perekrutan anggota teroris, yang menyebabkan semakin banyak orang bergabung ke JAD.
Ali mengatakan, sistem perekrutan anggota teroris --termasuk JAD-- saat ini dilakukan secara digital, melalui media sosial. Sistem ini , kata Ali, biasa dilakukan ISIS kepada kelompok-kelompok yang berafiliasi dengannya.
"Perekrutan kelompok teror dulu dan sekarang beda, sekarang lebih memanfaatkan digital. Orang tahu/tidak tahu rekam jejak yang diidolakan tapi lewat media sosial, Facebook, Instagram, WA, yang bersangkutan bisa berkomunikasi," jelas Ali kepada kumparan, Rabu (16/10).
ADVERTISEMENT
"Ini perekrutan digital, tidak heran juga ISIS menggunakan media sosial untuk rekrutmen. Ada ratusan hingga ribuan member join mereka," imbuhnya.
Menurut Ali, sistem perekrutan ini berbeda jauh pada zaman dulu yang lebih mengutamakan tatap muka dan manual. "Ya sekarang beda, dulu bersifat manual, door to door, face to face," jelas kandidat doktor UMM Malang ini.
Perubahan Pola Penyerangan Teroris
Selain itu, Ali mengatakan, pola penyerangan teroris saat ini juga mengalami perubahan sejak 2010. Menurut Ali, pola penyerangan teroris dalam rentan waktu 2000-2009, lebih menyasar pada simbol-simbol barat. Aksi-aksi ini dilakukan oleh Jamaah Islamiyah (JI).
"Memang kalau kita amati gerakan teror di indonesia dimulai tahun 2000, memang sebelumnya ada konflik 99 di Ambon, Poso. Konflik yang mereka usung di tanah Jawa (baru) tahun 2000. Rentetan bom kedutaan Filipina, bom gereja, JW Marriott 1 dan 2, Bom Bali 1 dan 2, bom di Kedubes Australia di Kuningan," terangnya.
ADVERTISEMENT
"Ini grup lama. pemainnya JI, yang disasar simbol-simbol barat, Amerika, Inggris, Australia, jarang menyasar lokal. Tapi justru yang menjadi korban yang terluka adalah lokal," lanjutnya.
Pola penyerangan ini, kata Ali, berhenti sejak Noordin M Top tewas pada 2009. Ali mengatakan, dalam rentan waktu 2010 hingga sekarang, pola penyerangan teroris menyasar pada aparat keamanan.
"2010 dilanjutkan oleh Jamaah Ansarut Tauhid (JAT), kemudian melebur JAD. Aman Abdurrahman muncul melakukan serangan yang lebih fokus pada aparat lokal, dalam hal ini polisi, TNI, dan lain-lain," jelasnya.
Ali menyebut aksi yang dilakukan JAT dan JAD terbilang kecil, namun jumlahnya banyak.
"Bomnya dan aksinya kecil-kecil, tapi kuantitasnya banyak, setiap tahun bisa 4-5 kali. Kalau yang 2000-2009 besar-besar, bom mobil, bom rompi. Belakangan berubah ada pembacokan polisi, perampokan, trennya berbeda," pungkasnya.
ADVERTISEMENT