Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
ADVERTISEMENT
Usai menjalani hukuman selama kurang lebih dua tahun, mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama bebas murni pada Kamis (24/1) dari Rutan Mako Brimob.
ADVERTISEMENT
Ahok harus mendekam di balik bui lantaran divonis menistakan agama terkait ucapannya terkait Surat Al-Maidah ayat 51. Mantan Bupati Belitung Timur itu menyitir ayat tersebut ketika dirinya berbicara di depan sejumlah nelayan tentang budi daya Ikan Kerapu di Kepulauan Seribu.
Berbicara kasus Ahok, maka tak akan bisa dilepaskan dari sosok Buni Yani. Video pernyataan Ahok di Kepulauan Seribu itu diunggah oleh Buni Yani di Facebook pada awal Oktober 2016.
Keduanya pun kemudian menjalani proses hukum secara terpisah dalam kasus yang berbeda pula. Berikut kumparan merangkum perbedaan nasib Ahok dan Buni Yani:
Ahok dijerat sebagai tersangka pada 16 November 2016. Mantan Bupati Belitung Timur itu dinilai melakukan penistaan agama karena pernyataannya yang menyinggung Surat Al-Maidah ayat 51.
ADVERTISEMENT
Sementara Buni Yani ditetapkan sebagai tersangka oleh polisi pada 23 November 2016. Buni Yani dijerat UU ITE karena memposting status cuplikan pidato Ahok di akun Facebook yang diduga menyinggung SARA dan menimbulkan kebencian.
Ahok mulai menjalani proses persidangan pada 13 Desember 2016 hingga 9 Mei 2017 di Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Unjuk rasa mewarnai setiap jalannya persidangan, baik dari massa yang pro maupun kontra.
Selang sehari sebelum sidang vonis Ahok, Buni Yani menjalani sidang pembacaan dakwaan pada 8 Mei 2017. Persidangan Buni Yani berlangsung hingga 14 November 2017 di Pengadilan Negeri Bandung.
Sebelumnya, Buni Yani sempat mengajukan praperadilan pada Desember 2016. Ia tak terima atas status tersangka yang disematkan polisi. Namun, gugatan praperadilan itu ditolak oleh hakim.
ADVERTISEMENT
Ahok dituntut 1 tahun penjara dengan masa percobaan dua tahun karena dianggap terbukti menista agama. Hukuman hakim lebih berat dari tuntutan jaksa. Ahok dihukum 2 tahun penjara pada 9 Mei 2017.
Buni Yani dituntut pidana penjara selama 2 tahun karena dinilai terbukti melanggar UU ITE. Hakim kemudian menjatuhkan hukuman lebih ringan dibanding tuntutan, yakni 1,5 tahun penjara. Vonis dijatuhkan pada 14 November 2017.
Ahok sempat mengajukan banding atas hukuman dua tahun penjara yang dijatuhkan hakim. Belakangan, ia mencabut upaya hukumnya tersebut.
Namun kemudian, ia mengajukan Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung (MA) pada 2 Februari 2018. Vonis Buni Yani menjadi salah satu dasar ia mengajukan PK. Namun, PK tersebut ditolak oleh hakim agung Artidjo Alkostar.
ADVERTISEMENT
Buni Yani mengajukan banding atas vonis hakim ke Pengadilan Tinggi Bandung. Tapi upaya bandingnya tersebut ditolak hakim. Putusan banding itu diketok hakim pada bulan Mei 2018.
Tak terima atas putusan banding itu, ia pun kemudian mengajukan kasasi ke MA. Namun upaya tersebut kembali kandas setelah kasasinya ditolak oleh MA pada 25 November 2018. Ia pun menyatakan akan mengajukan PK.
Sejak ditetapkan sebagai tersangka, Ahok tidak ditahan oleh penyidik. Ketika proses hukum sudah masuk tahap persidangan, Ahok juga tidak ditahan. Ia mulai ditahan usai vonis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara dijatuhkan. Hakim memerintahkan penuntut umum untuk menahan Ahok.
Ahok mulai ditahan sejak 9 Mei 2017. Awalnya, ia sempat ditahan di Lapas Cipinang, Jakarta Timur, usai vonis hakim. Namun kemudian, penahanannya dipindahkan ke Rutan Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok, karena alasan keamanan.
ADVERTISEMENT
Ahok ditahan kurang lebih selama dua tahun dikurangi remisi. Ia dijadwalkan bebas pada 24 Januari 2018.
Sama seperti Ahok, Buni Yani juga tidak ditahan polisi usai ditetapkan sebagai tersangka. Ia pun tak ditahan selama menjalani proses penahanan. Usai kasasinya ditolak, Buni Yani juga belum ditahan.
Kepala Biro Hukum dan Humas MA Abdullah, menyebut jaksa bisa langsung mengeksekusi Buni Yani sesuai Pasal 270 KUHAP. Sebab putusan kasasi telah memiliki kekuatan hukum tetap (inkrah).
Pasal 270 KUHAP itu berbunyi "Pelaksanaan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dilakukan oleh jaksa, yang untuk itu panitera mengirimkan salinan surat putusan kepadanya"
Namun kapan eksekusi tersebut dilakukan, Abdullah menyebut hal itu merupakan wewenang jaksa.
ADVERTISEMENT