Beda Omongan Rektor Unud dengan Kemendikbudristek soal Dana SPI Masuk Kas Negara

14 Maret 2023 15:41 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Rektor Universitas Udayana Bali I Nyoman Gde Antara (tengah) berjalan meninggalkan ruangan usai diperiksa di Kantor Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali, Denpasar, Bali, Senin (13/3/2023).  Foto: Fikri Yusuf/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Rektor Universitas Udayana Bali I Nyoman Gde Antara (tengah) berjalan meninggalkan ruangan usai diperiksa di Kantor Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali, Denpasar, Bali, Senin (13/3/2023). Foto: Fikri Yusuf/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Kemendikbudristek meluruskan perihal dana Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI) yang dipungut Perguruan Tinggi Negeri masuk ke kas negara. Kemendikbudristek mengatakan tak ada dana SPI yang mengalir ke kas negara.
ADVERTISEMENT
Inspektur IV Itjen Kemendikbudristek, Masrul Latif, mengatakan uang penerimaan mahasiswa jalur mandiri, masuk ke rekening penerimaan resmi universitas. Termasuk Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI) yang dipungut kepada mahasiswa jalur mandiri.
“Setiap penerimaan dana di PTN dicatat sebagai pendapatan dan uangnya masuk ke rekening penerimaan resmi universitas yang memiliki izin dari Kemenkeu (Kementerian Keuangan),” jelas Masrul, Selasa (14/3).
Meski demikian hal tersebut tergantung pada model pengelolaan PTN yang dimiliki kampus.
Universitas Udayana, Bali. Foto: unud.ac.id
Untuk Unud sendiri merupakan PTN BLU (Badan Layanan Umum), sehingga uang sumbangan dari mahasiswa masuk ke rekening resmi universitas berizin Kemenkeu. Dana tersebut digunakan untuk biaya operasional penyelenggaraan pendidikan dan harus dilaporkan ke Kemenkeu.
Beda cerita apabila kampus tersebut model pengelolaannya adalah PTN Satker (Satuan Kerja). Sebab pada model ini pengelolaan sepenuhnya dikontrol pemerintah, tak seluwes PTN BLU dan yang model satunya lagi PTN BH (Badan Hukum).
ADVERTISEMENT
Gedung Kemendikbud. Foto: Dok. Itjen Kemendikbud
Model-model pengelolaan tersebut sendiri bisa berubah, misal dari PTN Satker ke Blu atau Blu ke BH.
“Dari PTN Satker dapat meningkat menjadi BLU dengan kriteria tertentu dan dari PTN BLU dapat menjadi PTN BH dengan kriteria tertentu. Terutama yang berkaitan dengan kemampuan memperoleh pendapatan yang bukan bersumber dari APBN dan UKT mahasiswa tapi sumber-sumber lainnya, seperti pemanfaatan asset dan sebagainya,” beber Masrul.
Berdasarkan hal tersebut model pengelolaan Unud adalah PTN BLU. Artinya, Unud tidak menyetorkan uang pendapatan dari penerimaan jalur mahasiswa mandiri ke kas negara. Hanya dilaporkan saja.
Hal tersebut pun berbeda dengan apa yang dikatakan Rektor I Nyoman Gde Antara setelah penetapannya sebagai tersangka kasus dugaan korupsi dana Sumbangan Pengembangan Institusi. Ia mengatakan bahwa pengelolaan dana tersebut sepenuhnya mengalir ke kas negara.
ADVERTISEMENT
"Nanti materi penyidikan itu yah, sebetulnya SPI dimungkinkan dalam regulasi tentu, pertama; kedua, sistemnya adalah tidak menentukan kelulusan, dan poin penting adalah tidak ada mengalir ke para individu staf kami, tidak ada, semuanya mengalir ke kas negara," kata Antara di Kejati Bali (13/2).
Antara menyatakan, pungutan penerimaan mahasiswa baru jalur mandiri telah sesuai dengan peraturan Kemenristekdikti, Kemendikbud, dan PMK.
"Mahasiswa kami sudah sangat memahami karena SPI dilakukan sejak tahun 2018 mereka lebih mengerti kebutuhan mereka," katanya.

Peran Rektor dalam kasus dugaan korupsi SPI Unud

Besaran dana SPI bisa dilihat salah satunya dalam Surat Keputusan (SK) Rektor Universitas Udayana Nomor 476/UN14/HK/2022 tentang Sumbangan Pengembangan Institusi Tahun Akademik 2022/2023.
Berdasarkan SK tersebut nilai terendah Rp 6 juta untuk program studi fisioterapi, fakultas pertanian, fakultas peternakan, dan fakultas teknologi pertanian. Sedangkan, nilai tertinggi senilai Rp 1,2 miliar untuk program studi Kedokteran.
ADVERTISEMENT
I Nyoman Gde Antara merupakan Ketua Panitia Penerimaan Mahasiswa Jalur Mandir tahun 2018 hingga tahun 2023.
Berdasarkan hasil perhitungan sementara, perbuatan Gde Antara diduga menimbulkan kerugian keuangan negara sekitar Rp105.390.206.993 dan Rp 3.945.464.100.
Selain itu, merugikan perekonomian negara sebesar Rp.334.572.085.691 atau jika ditotal sekitar Rp 442 miliar.
I Nyoman Gde Antara dijerat dengan Pasal 2 ayat (1), Pasal 3, Pasal 12 huruf e jo. Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 2009 tentang Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Tipikor jo. Pasal 55 ayat ke-1 KUHP.