Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Beda Pola Doktrin Jamaah Islamiyah dan Jamaah Ansharut Daulah
16 Mei 2018 9:59 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:08 WIB
ADVERTISEMENT
Peristiwa bom bunuh diri yang melibatkan tiga keluarga di Surabaya dan Sidoarjo merupakan hal yang baru dalam aksi teror di Indonesia. Pakar terorisme dari Institute for Policy Analyst of Conflict (IPAC), Sydney Jones, melihat bahwa fenomena seperti ini menunjukkan betapa kuatnya cengkraman ISIS yang memadupadankan konsep keluarga dan negara dalam setiap doktrinnya.
ADVERTISEMENT
Dalam artikel berjudul 'Surabaya and the ISIS Family' yang dipublikasikan di lowyinstitute.org pada Selasa (15/5), Jones melihat adanya perbedaan cara kerja antara Jemaah Islamiyah (JI) dengan Jemaah Ansharut Daulah (JAD). Menurut Jones, kelompok JI yang terkenal dengan aksi Bom Bali itu tak pernah mengajak keluarga dalam aksinya. Sebaliknya, JAD yang berbaiat pada ISIS justru menjadikan keluarga sebagai tulang punggung bagi aksi 'perjuangan' mereka.
Jones menjelaskan, JI hanya melibatkan pria dewasa dalam setiap aksi yang dilakukan. Sementara perempuan tak dilibatkan sama sekali. Perempuan, kata Jones, dinikahi oleh laki-laki JI. Di dalamnya para laki-laki JI memilih istri dari sekolah-sekolah JI, tempat anak-anak perempuan ditanamkan dengan nilai-nilai organisasi.
"Para wanita bertindak sebagai ibu, guru, kurir, dan kadang-kadang manajer bisnis, tetapi hampir tidak pernah sebagai kombatan - bahkan dalam konflik komunal di Ambon dan Poso," jelas Jones.
ADVERTISEMENT
Hal yang berbeda, kata Jones, justru dunjukkan oleh ISIS. Dalam praktiknya, ISIS selalu mengaitkan masalah teror dengan urusan keluarga. Kekhilafahan ISIS secara terang-terangan meminta seluruh pengikutnya untuk hijrah ke Suriah. Tujuannya supaya ayah bisa bertempur dan ibu bisa melahirkan anak, mengajar, dan mengobati yang terluka, dan anak-anak bisa tumbuh dalam negara Islam versi ISIS.
"ISIS berhasil mengubah konsep jihad menjadi urusan keluarga, dengan peran untuk semua orang. Perempuan adalah 'singa betina', anak-anak adalah 'anak singa'. Setiap orang diberi misi," tutur dia.
Menurut Jones, pandangan ISIS mengenai fungsi keluarga itu diterima dengan baik oleh beberapa orang Indonesia yang antusias. Terkadang laki-laki pergi lebih dulu dan istri mereka menyusul kemudian dengan bayi dan balita. Tak sedikit pula, kata Jones, mereka membawa putri remaja mereka dan menikahi mereka dengan warga negara nonIndonesia.
ADVERTISEMENT
Jones menjelaskan, pola yang berubah ini kemudian memiliki beberapa implikasi yang harus diantisipasi pihak-pihak berwenang. Hal yang paling krusial adalah memikirkan bagaimana upaya deradikalisasi keluarga dilakukan, bukan lagi terpaku pada kepala keluarga saja.
"Itu berarti deradikalisasi harus terjadi sebagai sebuah keluarga, tidak hanya ditujukan pada para pria. Program deradikalisasi tidak mungkin hanya ditujukan untuk menanamkan nasionalisme atau mengggeser para ekstremis ke interpretasi lain dari teks-teks Qur’an. Mereka harus membahas bagaimana keluarga secara keseluruhan," tutup Jones.