Beda Suara Menteri Jokowi soal Kapal China di Laut Natuna

6 Januari 2020 6:24 WIB
comment
15
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Konferensi Pers usai Rakortas Menteri terkait kondisi Natuna. Foto: Apriliandika Pratama/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Konferensi Pers usai Rakortas Menteri terkait kondisi Natuna. Foto: Apriliandika Pratama/kumparan
ADVERTISEMENT
Beberapa hari terakhir ini ramai pemberitaan terkait pertahanan. Kapal coast guard China memasuki wilayah Laut Natuna Utara, Kepulauan Riau, yang masuk ke dalam Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia. Pemerintah China mengklaim, wilayah perairan Natuna masuk ke dalam nine dash line mereka.
ADVERTISEMENT
Terkait persoalan itu, beberapa menteri kabinet Jokowi yang membidani soal pertahanan, luar negeri pun angkat bicara. Namun, di antara mereka ternyata tidak satu suara.
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menegaskan Indonesia tak akan pernah mengakui nine dash line China atas daerah perairan Natuna.
Patroli udara di perairan Natuna, Sabtu (4/1). Foto: Dok. Puspen TNI
Nama Laut China Selatan kerap dilekatkan kepada klaim nine-dash line milik China yang melampaui wilayah beberapa negara. Nine-dash line merupakan wilayah perairan yang diklaim China mulai dari Provinsi Hainan hingga Laut Natuna.
Menurut Retno, datangnya kapal coast guard itu merupakan bentuk pelanggaran China terhadap United Nations Convention on the Law of the Sea (Unclos) 1982.
"Indonesia tidak pernah akan mengakui nine dash line sepihak yang dilakukan oleh Tiongkok. Yang tidak memiliki alasan hukum yang diakui oleh hukum internasional terutama Unclos 1982," ujar Retno Marsudi di Kantor Kemenko Polhukam, Jumat (3/1).
ADVERTISEMENT
Namun, Menteri Pertahanan Prabowo Subianto mengatakan, masalah tersebut akan diselesaikan dengan damai. Pernyataan Prabowo disampaikan usai melakukan pertemuan dengan Menko Maritim dan Investasi, Luhut Pandjaitan.
"Kita tentunya gini, kita masing masing ada sikap. Kita harus cari satu solusi baik lah di ujungnya. Saya kira ada solusi baik," ucap Prabowo di kantor Kemenko Maritim dan Investasi di Jakarta, Jumat (3/1).
Kepulauan Natuna. Foto: Indra Subagja/kumparan
"Kita selesaikan dengan baik ya, bagaimanapun China negara sahabat," sambung dia.
Sikap serupa juga ditunjukkan oleh Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan. Luhut mengatakan, persoalan ini tak perlu dibesar-besarkan.
"Sebenarnya enggak usah dibesar-besarin lah kalau soal kehadiran kapal (Coast Guard China) itu," katanya usai pertemuan sore bersama Menteri Pertahanan Prabowo Subianto di kantornya, Jakarta Pusat, Jumat (3/1).
ADVERTISEMENT
Luhut menilai, masuknya kapal-kapal asing dari China ini akibat kurangnya kemampuan Indonesia mengawasi Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE).
"Sebenarnya kan kita juga kekurangan kemampuan kapal untuk melakukan patroli di ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif) kita itu. Sekarang memang Coast Guard kita itu, Bakamla, sedang diproses supaya betul-betul menjadi Coast Guard yang besar sekaligus dengan peralatannya," imbuhnya.
Kapal coast guard China mengusir nelayan Indonesia di perairan Natuna. Foto: Dok. Istimewa
Sementara, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD menyatakan pemerintah Indonesia tidak akan bernegosiasi dengan pemerintah China terkait dengan persoalan kapal asing di perairan Natuna.
Berdasarkan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut (UNCLOS) 1982, kata Mahfud, perairan Natuna merupakan wilayah Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia sehingga tidak perlu negosiasi bilateral.
"Terkait dengan kapal ikan RRT yang dikawal resmi pemerintah Tiongkok di Natuna, prinsipnya begini, Indonesia tidak akan melakukan negosiasi dengan Tiongkok," kata Mahfud,usai menghadiri Peringatan Dies Natalis Ke-57 Universitas Brawijaya di Kota Malang, Jawa Timur, dikutip kumparan dari Antara, Minggu (5/1).
ADVERTISEMENT