news-card-video
4 Ramadhan 1446 HSelasa, 04 Maret 2025
Jakarta
chevron-down
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45

Begini Risikonya Kalau RI Bikin Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir

22 November 2017 8:30 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:13 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir. (Foto: Max Pixel)
zoom-in-whitePerbesar
Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir. (Foto: Max Pixel)
ADVERTISEMENT
Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) sudah masuk dalam Undang Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025 yang terbit satu dekade lalu. Tapi sampai hari ini tetap wacana.
ADVERTISEMENT
Salah satu hambatannya adalah dampak lingkungan yang ditimbulkan oleh PLTN. Masyarakat khawatir dengan limbah radio aktif dari nuklir.
Meski demikian, Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) yakin risiko-risiko tersebut dapat dihindari. Berikut penjelasan Kepala BATAN, Djarot Sulistio Wibowo, dalam wawancara khusus dengan kumparan (kumparan.com):
Banyak masyarakat yang mengkhawatirkan dampak lingkungan nuklir. Apakah teknologi PLTN yang terbaru dapat meminimalkan risiko tersebut?
Kita harus bicara dengan angka. Kita mau membandingkan PLTN misalnya dengan PLTU atau PLTG. Kalau dibandingkan secara statistik, kecelakaan PLTN jauh lebih kecil daripada PLTU maupun pembangkit listrik konvensional yang lain. Masalahnya kata nuklir itu sudah seperti dikutuk, dikonotasikan dengan yang menyeramkan, orang dengar nuklir itu asumsinya bom, Chernobyl, Fukushima.
ADVERTISEMENT
Kalau kita cerita Chernobyl itu mungkin yang langsung meninggal hanya 56 orang, kemudian di Fukushima tidak ada yang meninggal karena radiasi. Orang mungkin tidak percaya, tetapi kita akan terus mempromosikan nuklir.
Tapi apakah kita bisa mengelola PLTN dengan baik, dengan standar keamanan yang ketat?
Jawaban saya sederhana, kita sudah punya 3 reaktor nuklir di Indonesia, yaitu di Yogyakarta, Bandung, dan Serpong. Semuanya baik-baik saja dikelola oleh kita.
Skalanya sebesar apa ketiga reaktor nuklir itu?
Ketiganya adalah reaktor riset, artinya kalau PLTN bisa 1.000 MW lebih, sementara yang di Serpong itu 30 MW. Memang lebih kecil, apalagi yang di Bandung maksimal 2 MW, di Yogyakarta 100 KW. Itu untuk pelatihan dan pendidikan, tapi itu tetap reaktor nuklir yang punya potensi menakutkan dalam anggapan orang awam. Prinsipnya sama saja dengan PLTN skala besar, tidak banyak berbeda.
Kepala BATAN Djarot Sulistio Wisnubroto (Foto: Tomy Wahyu Utomo/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Kepala BATAN Djarot Sulistio Wisnubroto (Foto: Tomy Wahyu Utomo/kumparan)
Bagaimana pengelolaan limbah radio aktif dari PLTN agar tidak membahayakan masyarakat?
ADVERTISEMENT
Semua limbah radio aktif di Indonesia itu tersentralisasi di BATAN. Kita punya reaktor tiset, di Indonesia banyak rumah sakit. Rumah sakit kan pakai radio aktif juga. Pabrik kertas, pabrik rokok, semua pakai zat radio aktif. Kalau sudah usianya, mereka dibawa ke Serpong. Kita punya tempat pengelolaan limbah radio aktif di Serpong, semua dikumpulkan di situ dari seluruh Indonesia.
Jangan bayangkan seperti TPA sampah, dibanding TPA paling bersih pun masih lebih bersih tempat pengelolaan limbah radio aktif punya kita. Radio aktif itu punya usia, tidak seperti merkuri atau sianida yang tidak ada usianya dan tetap beracun sampai kapan pun. Kalau limbah radio aktif, dia akan turun terus tergantung usianya, ada yang 30 tahun sudah sangat kecil, meskipun ada juga yang ratusan atau ribuan tahun.
ADVERTISEMENT
Karena punya usia itulah, kita cukup simpan saja, kita kecilkan kalau volumenya bisa dikecilkan, disimpan dalam kontainer. Nanti akan menjadi tidak radio aktif pada waktunya. Semua saat ini terkumpul di Serpong.
Kalau limbah radio aktif dari PLTN itu masih berbahaya sampai berapa tahun?
Tergantung, kalau PLTN kita asumsikan 1.000 MW dalam setahun menghasilkan 300 m3 limbah radio aktif. 97% di antaranya adalah tingkat menengah dan rendah, hanya 3% yang aktivitasnya tinggu dan usianya panjang. 3% dari 300 m3 berarti 9 m3, artinya 9 m3 yang aktivitasnya tinggi dan usianya panjang, tinggal kita taruh di gedung biasa, kita simpan. Kalau kita punya banyak PLTN, kita simpan di beberapa ratus meter di bawah tanah. Kita kan punya banyak pulau terpencil, disimpan di sana sudah selesai. Pada waktunya sudah tidak radio aktif lagi meski mungkin sampai ribuan tahun.
ADVERTISEMENT
Banyak yang khawatir kalau kita punya PLTN, bisa seperti di Fukushima atau Chernobyl, bagaimana mengantisipasinya?
Ada beberapa hal yang dapat kita pelajari dari Fukushima. Pertama pilihlah daerah yang relatif stabil seperti Kalimantan, Bangka, ada beberapa daerah. Dari sisi sains bisa kita ciptakan yang tahan gempa meskipun biayanya akan mahal.
Kedua, carilah teknologi yang paling mutakhir. Fukushima adalah PLTN generasi pertama (paling tua), kita sekarang sudah generasi 3+. Kalau sudah PLTN generasi 3+ lebih baik.
Ketiga, harus transparan. Apapun keputusan pemerintah dan masyarakat harus diikuti. Kalau prosesnya harus lama, harus berdiskusi hebat, tapi itu keputusan politik. Kita enggak bisa bikin PLTN diam-diam. Dari sisi safety itu tidak bertanggung jawab.
ADVERTISEMENT
Keempat adalah bagaimana kita bekerja sama dengan internasional. Coba bayangkan kalau Vietnam atau Malaysia bangun PLTN, kalau ada apa-apa kita juga kena. Demikian juga kalau kita yang bangun.
Kelima, kita sering mengklaim korban jiwa karena radiasi itu nol. Tapi korban yang harus pindah tempat tinggal karena kebocoran PLTN, itu kan juga secara tidak langsung korban. Kita harus belajar menanganinya dengan baik.
Kita belajar dari situ supaya mencari daerah yang relatif stabil, menggunakan teknologi termutakhir, transparan, bekerja sama dengan dunia internasional.
Pemilihan lokasi paling krusial. Lokasi juga tidak mudah, misalnya Batan menyatakan Jepara oke, tapi belum tentu masyarakat setempat setuju. Tapi kita tidak boleh pesimistis, asal kita terus menerus berjuang itu bisa tercapai. Sayangnya mungkin saat kita memutuskan 'go nuklir' sudah terlambat semua. Kan kalau butuh listriknya 1-2 tahun lagi enggak mungkin PLTN langsung jadi.
ADVERTISEMENT