Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Beheshta Arghand, Jurnalis Wanita Pertama Afghanistan yang Wawancarai Taliban
2 September 2021 5:45 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
Beheshta Arghand (23) mencatatkan sejarah sebagai jurnalis wanita pertama Afghanistan yang mewawancarai anggota kelompok Taliban . Tetapi, sepekan setelahnya, ia memutuskan untuk meninggalkan negaranya dan memulai kehidupan baru di Qatar.
ADVERTISEMENT
Dua hari setelah Taliban mengambil alih kekuasaan Afghanistan, Arghand dikejutkan dengan kedatangan seorang pejabat Taliban di studionya dan meminta untuk diwawancara.
Kepada kantor berita Reuters, ia menceritakan pengalamannya—termasuk rasa khawatirnya soal pakaian yang ia gunakan di hari itu, apakah sudah cukup tertutup atau tidak.
“Beruntung saya selalu menggunakan baju panjang ketika berada di studio, karena kami terdiri dari orang-orang yang berbeda dengan pemikiran yang juga berbeda,” ujar Arghand di Doha, Qatar.
Seperti diketahui, pada masa pemerintahan Taliban yang lalu (1996-2001), mereka mengatur kehidupan perempuan dengan ketat.
Salah satunya adalah mewajibkan perempuan menggunakan burkak—pakaian penutup kepala, wajah, dan seluruh tubuh—ketika beraktivitas di luar rumah.
“Wanita, Taliban tidak menerimanya. Ketika sekelompok orang tidak menerima Anda sebagai seorang manusia, mereka memiliki gambaran tersendiri soal Anda di kepala mereka, itu sangatlah sulit,” ujar pembawa berita (news anchor) ini.
ADVERTISEMENT
Wawancara tersebut merupakan bagian dari kampanye media Taliban yang bertujuan untuk menunjukkan kepada publik Afghanistan bahwa mereka lebih moderat, sebagaimana yang telah mereka janjikan: menghormati hak-hak wanita, dan melibatkan faksi Afghanistan lainnya dalam pemerintahan.
Arghand mengatakan, ia sudah berada di studio ketika pejabat tersebut tiba.
“Saya melihat mereka tiba (di stasiun televisi). Saya sangat terkejut, saya kehilangan kendali, saya mengatakan kepada diri saya sendiri, mungkin mereka datang untuk menanyakan kenapa saya datang ke studio,” ujarnya.
Namun, satu pekan setelahnya, mimpi buruk yang ia takutkan terjadi.
Arghand mengungkapkan, Taliban memerintahkan kantor berita Tolo News—tempatnya bekerja—untuk mewajibkan seluruh wanita menggunakan hijab. Kemudian, di stasiun berita lainnya, para news anchor wanita dihentikan sementara dari pekerjaannya.
ADVERTISEMENT
Taliban juga meminta media lokal untuk berhenti meliput soal pengambilalihan kekuasaan serta kepemimpinan mereka.
“Di saat Anda bahkan tak bisa menanyakan pertanyaan yang mudah, bagaimana bisa Anda menjadi seorang jurnalis?” ungkapnya.
Banyak koleganya yang telah meninggalkan Afghanistan, meskipun Taliban telah berkali-kali mengutarakan janjinya: untuk melindungi kebebasan pers di Afghanistan serta wanita akan diizinkan untuk bekerja dan bersekolah.
Akhirnya, Arghand memutuskan untuk ikut bersama pesawat evakuasi dengan ibu dan saudara-saudaranya menuju Qatar. Mereka menjadi bagian dari puluhan ribu warga yang melarikan diri dari Afghanistan.
Ia meminta bantuan Malala Yousafzai, pemenang penghargaan Nobel, untuk memasukkan namanya ke dalam daftar pengungsi menuju Qatar.
Yousafzai adalah seorang aktivis hak-hak perempuan yang selamat usai ditembak oleh pasukan Taliban Pakistan pada tahun 2012, akibat kampanye menyerukan pentingnya pendidikan bagi perempuan.
ADVERTISEMENT
Sejak 24 Agustus, ia telah menginjakkan kaki di tanah Qatar dan bersiap untuk memulai kehidupan barunya.
Setelah meninggalkan Afghanistan, Arghand baru menyadari betapa ia mencintai negara serta profesinya.
“Ketika saya duduk di dalam kursi pesawat, saya mengatakan kepada diri saya, ‘kamu sekarang tak punya apa-apa,” tutup Arghand.