Belajar dari Kasus AKBP Beni, Bolehkah Tahanan Diizinkan Keluar?

24 Maret 2022 19:28 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
AKBP Beni perwira di Polda Gorontalo, yang ditembak mati oleh tahanan narkoba. Foto: Dok. Istimewa
zoom-in-whitePerbesar
AKBP Beni perwira di Polda Gorontalo, yang ditembak mati oleh tahanan narkoba. Foto: Dok. Istimewa
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Keputusan Direktur Perawatan dan Barang Bukti (Dirtahti) Polda Gorontalo AKBP Beni Mutahir yang mengizinkan tahanan kasus narkoba berinisial RY keluar sementara ternyata berujung maut. AKBP Beni ditembak mati RY di rumah pelaku di Kec. Dungingi, Gorontalo, Senin (21/3).
ADVERTISEMENT
Dari keterangan saksi, RY curhat ke AKBP Beni terkait masalah keluarganya. Mendengar hal itu, AKBP Beni lalu mengizinkan tahanan keluar dan mengantar pelaku ke rumahnya sekitar pukul 04.00 WITA.
Di sana mereka disambut adik pelaku berinisial RYP dan istrinya N. Saat itu AKBP Beni dan RY bersitegang karena sesuatu hal yang belum diungkap kepolisian.
Pelaku sempat minta maaf ke AKBP Beni, lalu pelaku masuk ke kamarnya. Di sana pelaku mengambil senjata api rakitan. Tanpa basa-basi, saat keluar kamar pelaku langsung menembak kepala AKBP Beni hingga tewas.
Terkait kasus ini, Pakar Hukum Universitas Islam Indonesia Arif Setiawan mengatakan keputusan yang diambil AKBP Beni melanggar aturan yang berlaku. Sebab tahanan hanya boleh dikeluarkan dalam kondisi darurat.
ADVERTISEMENT
"Izin keluar tahanan itu untuk keperluan tertentu saja dengan prosedur: dari penyidik atau atasan penyidik untuk sesuatu yang sangat urgent: berobat (yang tidak ada fasilitasnya di rutan), melayat orang tua, anak, atau istri," kata Arif Setiawan saat dihubungi kumparan, Kamis (24/3).
Selain itu, mengeluarkan tahanan tidak bisa dilakukan sendirinya. Tahanan harus dikawal oleh sejumlah personel kepolisian.
"Itu pun dengan pengawalan," ucapnya.
Ketentuan mengeluarkan tahanan terdapat dalam Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Polri.
Lantas, bagaimana isi Perkap tersebut, berikut penjelasannya:
Ayat 1 Pasal 13 Perkap Nomor 14 Tahun 2011
Setiap Anggota Polri dilarang:
a. melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan korupsi, kolusi, nepotisme, dan/atau gratifikasi;
ADVERTISEMENT
b. mengambil keputusan yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan karena pengaruh keluarga, sesama anggota Polri, atau pihak ketiga;
c. menyampaikan dan menyebarluaskan informasi yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya tentang institusi Polri dan/atau pribadi Anggota Polri kepada pihak lain;
d. menghindar dan/atau menolak perintah kedinasan dalam rangka pemeriksaan internal yang dilakukan oleh fungsi pengawasan terkait dengan laporan/pengaduan masyarakat;
e. menyalahgunakan kewenangan dalam melaksanakan tugas kedinasan;
f. mengeluarkan tahanan tanpa perintah tertulis dari penyidik, atasan penyidik atau penuntut umum, atau hakim yang berwenang; dan
g. melaksanakan tugas tanpa perintah kedinasan dari pejabat yang berwenang, kecuali ditentukan lain dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.