Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.95.1
Belajar dari Kasus Cambridge Analytica, RI Butuh Regulasi Jaminan Data
28 Maret 2018 13:47 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:10 WIB
ADVERTISEMENT
Baru-baru ini komunitas global dikejutkan dengan terkuaknya kasus penyalahgunaan data pengguna Facebook Amerika Serikat. Perusahaan analis data, Cambridge Analytica menggunakan informasi data pribadi lebih dari 50 juta pengguna Facebook tanpa izin untuk membangun sebuah sistem.
ADVERTISEMENT
Sistem ini dapat menargetkan pemilih pada Pemilu Presiden Amerika Serikat dengan iklan politik pribadi berdasarkan hasil analisis profil psikologis mereka.
Menurut Deputi Direktur Riset Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) Wahyudi Djafar, skandal kasus penyalahgunaan data ini harus menjadi momentum penguatan rezim perlindungan data privasi di Indonesia. Menurutnya angka pengguna Facebook di Indonesia per tahun 2017 mencapai 117 juta orang.
"Tidak hanya berfokus pada satu platform, kebutuhan jaminan perlindungan data privasi sebenarnya juga untuk mengantisipasi potensi penyalahgunaan data atas masifnya pengumpulan data skala besar, yang dilakukan oleh banyak institusi," kata Wahyudi dalam keterangannya, Rabu (28/3).
ELSAM mencatat, praktik pengumpulan data massal saat ini antara lain dilakukan melalui pengumpulan data pembangunnan, misalnya data kemiskinan, data identitas kependudukan, khususnya yang berbasis elektronik, registrasi SIM Card pengguna telepon seluler, proyek smart city, data pemilu, data kesehatan baik rekam medis maupun asuransi kesehatan, data keuangan dan perpajakan, data transportasi, khususnya yang dikumpulan oleh penyedia platform transportasi online, jejaring sosial, termasuk di dalamnya penggunaan aplikasi dan media sosial dan transaksi e-commerce maupun fintech lainnya.
ADVERTISEMENT
"Berbagai praktik pengumpulan data secara massif tersebut, tentunya memiliki pengaruh signifikan bagi jaminan perlindungan hak asasi manusia, khususnya hak privasi seseorang. Sebab data-data yang dikumpulkan dalam proses ini adalah terkait manusia, perilaku manusia, dan aktivitas manusia sehari-hari," jelas Wahyudi.
Merespon hal itu, kata Wahyudi, ELSAM memandang pentingnya menempatkan hak asasi manusia sebagai koridor arah perkembangannya.
"Jaminan perlindungan ini akan memastikan bahwa kerja teknologi dan mesin termasuk kecerdasan buatan, untuk kepentingan pengumpulan data, akan sejalan dengan prinsip-prinsip perlindungan hak atas privasi," jelasnya.
Wahyudi mengatakan, di Indonesia belum ada payung hukum yang menaungi penyalahgunaan data pribadi yang dilakukan perusahaan internet raksasa seperti Facebook.
"Sebagaimana dalam kasus Facebook dan Cambridge Analytics, negara-negara dengan regulasi perlindungan data yang rendah seperti Karibia, Kenya dan negara Afrika lainnya, termasuk Indonesia, dapat menjadi sasaran empuk menjalankan eksperimen panen data ini," jelasnya.
ADVERTISEMENT
Situasi sepert ini kata Wahyudi, menguatkan Indonesia untuk segera memiliki jaminan perlindungan hukum yang kuat atas data privasi.
"Perlunya Kementerian Komunikasi dan Informatika mengkonfirmasi dan klarifikasi terhadap perwakilan Facebook di Indonesia, untuk memastikan adanya jaminan perlindungan hukum," papar Wahyudi.
Kedua, lanjutnya, pemerintah bersama dengan DPR mensinergikan lembaga-lembaga terkait, untuk memastikan perlindungan keamanan dan kerahasiaan data-data pribadi warga negara yang dikumpulkan, dengan mengoptimalkan aturan-aturan yang telah ada.
"Pemerintah mempercepat proses perancangan dan perumusan RUU Perlindungan Data Pribadi, untuk segera dilimpahkan ke DPR dan dilakukan proses pembahasan bersama," tutup Wahyudi.