Belajar dari Pelecehan di Soetta, Bolehkah Nakes Non Dokter Layani Rapid Test?

28 September 2020 21:16 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Suasana Terminal III Bandara Soekarno Hatta, Selasa (8/9), Foto: Dok. Istimewa
zoom-in-whitePerbesar
Suasana Terminal III Bandara Soekarno Hatta, Selasa (8/9), Foto: Dok. Istimewa
ADVERTISEMENT
Eko Firstson tersangka pelecehan dan penipuan saat rapid test di Bandara Soekarno Hatta diketahui bukan seorang dokter. Ia baru lulus Fakultas Kedokteran salah satu universitas swasta di Sumatera Utara.
ADVERTISEMENT
Terkait hal itu, Humas Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Halik Malik mengatakan untuk tindakan rapid test tidak diharuskan dilakukan seorang dokter. Menurutnya, dokter di fasilitas pelayanan kesehatan dapat mendelegasikan pelaksanaan rapid test ke tenaga lain selama masih di bawah pengawasannya.
Tersangka pelecehan perempuan saat rapid tes di Bandara Soekarno Hatta. Foto: Dok. Istimewa
"Untuk tindakan medis tentu itu menjadi kewenangan dan kompetensi tenaga medis. Itu sudah diatur oleh UU Praktik Kedokteran 2004," kata Halik saat dikonfirmasi, Senin (28/9).
"Dalam pelayanan kesehatan tentu ada beberapa tindakan yang dibantu oleh profesi lainnya. Itu juga dibolehkan sepanjang yang bertanggung jawab secara keseluruhan terhadap tindakan tersebut dari awal sampai akhir adalah tenaga medis," tambah dia.
Tersangka pelecehan perempuan saat rapid tes di Bandara Soekarno Hatta. Foto: Dok. Istimewa
Saat ini masyarakat umun dapat melakukan rapid test secara mandiri. Namun, perlu diingat untuk keperluan resmi seperti syarat berpergian dengan pesawat maka pelaksanaan rapid test harus dilakukan di fasilitas kesehatan resmi.
ADVERTISEMENT
"Untuk pelayanan itu dilakukan secara legal itu prasyaratnya itu tadi, fasyankesnya berizin, kemudian dokter atau petugas lainnya yang berada di faskes tersebut juga punya legal standing atau punya izin praktik," kata Halik.
Dokter Halik Malik. Foto: Yuana Fatwalloh/kumparan
Fasilitas pengecekan rapid test di bandara Soetta termasuk salah satunya. Namun, untuk petugas yang melakukan rapid test tidak masalah dilakukan oleh seorang lulusan Sarjana Fakultas Kedokteran selama mendapat izin dari dokter yang berwenang.
"Ya (boleh). Tapi dalam hal penerbitan surat atau keterangan itu kan yang diperlukan oleh otoritas bandara atau untuk kepentingan perjalanan dari satu daerah ke daerah lainnya untuk kepentingan perjalanan," tutur dia.
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Yusri Yunus mengatakan Eko bukan seorang dokter. Hal itu diketahui saat penyidik melakukan pemeriksaan terhadap PT Kimia Farma selaku perusahaan tempat Eko bekerja serta keterangan dari IDI.
ADVERTISEMENT
"Dari PT Kimia Farma menyatakan belum (dokter), dia masih tenaga medis. Dari situlah kami susuri universitasnya. Dari IDI kami dapat keterangan bahwa yang bersangkutan belum dokter karena belum uji kompetensi dokter Indonesia yang dikeluarkan IDI. Jadi belum sah jadi dokter," kata Yusri.