Belajar Keberagaman dari Sunan Bonang, Sang Pencipta ‘Tombo Ati’

23 Mei 2017 19:20 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:16 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Menteri Khofifah mengunjungi makam Sunan Bonang (Foto: Antara/Aguk Sudarmojo)
zoom-in-whitePerbesar
Menteri Khofifah mengunjungi makam Sunan Bonang (Foto: Antara/Aguk Sudarmojo)
Tombo ati iku limo perkarane
Kaping pisan moco Quran lan maknane
ADVERTISEMENT
Kaping pindo salat wengi lakonono
Kaping telu wong kang sholeh kumpulono
Kaping papat kudu weteng ingkang luwe
Kaping limo zikir wengi ingkang suwe
Pada tahun 2005, lagu Tombo Ati yang dinyanyikan oleh Opick meledak dan menjadi lagu wajib di bulan Ramadhan di sejumlah televisi. Cak Nun dengan Kiai Kanjeng-nya juga menembangkan lagu penuh nasihat yang populer di kalangan umat Islam ini pada tahun 1996.
Jika diindonesiakan, lirik lagu tersebut berbunyi:
Obat hati ada lima perkaranya
Yang pertama baca Quran dan maknanya
Yang kedua salat malam dirikanlah
Yang ketiga berkumpullah dengan orang saleh
Yang keempat perbanyaklah berpuasa
Yang kelima zikir malam perbanyaklah
Tembang Tombo Ati adalah karya monumental Sunan Bonang, salah satu dari sembilan wali yang menyebarkan agama Islam di Tanah Jawa. Sunan Bonang lahir pada tahun 1465 Masehi dan wafat pada tahun 1525 Masehi.
ADVERTISEMENT
Mensos Berziarah ke Makam Sunan Bonang
Sunan Bonang dimakamkan di Kabupaten Tuban, Jawa Timur, versi lain menyebut makamnya ada di 3 tempat yang berbeda. Makam Sunan Bonang tak pernah sepi dari peziarah.
Bahkan Mensos Khofifah Indar Parawansa juga menyempatkan berziarah pada Senin (22/5), usai meninjau proses pencairan bantuan sosial Program Keluarga Harapan (PKH) di Pendopo Kabupaten Tuban.
"Komplek makam Sunan Bonang ini merupakan salah satu destinasi unggulan untuk wisata religi di Jawa Timur. Semua fasilitas dan pelayanan tersedia. Mulai dari kios-kios suvenir, area pejalan kaki yang lebar dan teduh, area parkir yang memadai, tempat istirahat, tempat makan, tempat salat semuanya nyaman dan bersih, semua ditata dengan sangat baik," puji Mensos seperti siaran pers Kemensos yang diterima kumparan (kumparan.com).
ADVERTISEMENT
Di sepanjang jalan menuju makam, terdapat lorong panjang yang di pinggirnya berderet kios-kios suvenir. Pedagang dan pengunjung berebut bersalaman dan berfoto bersama sang menteri. Satu per satu permintaan dilayani, Khofifah juga menyempatkan diri berbincang dengan mereka.
Toleransi dan Keberagaman Ala Sunan Bonang
Mensos mengatakan Sunan Bonang adalah sosok yang patut diteladani atas upayanyamembangun harmoni antar-umat beragama.
Hal ini antara lain tampak dari adanya sejumlah tempat ibadah di sekitar alun-alun Tuban yang hingga saat ini masih berdiri tegak dan digunakan untuk beribadah. Bangunan masjid, kelenteng, pura dan gereja yang membentuk seperti kompleks tersebut telah dibangun sejak zaman Sunan Bonang.
ADVERTISEMENT
Prasasti Kalpataru, Buah Pemikiran Sunan Bonang
Bukti toleransi dan keberagaman keberadaan tersebut tampak dalam Prasasti Kalpataru yang merupakan rangkuman dari buah pemikiran Sunan Bonang.
Pada prasasti setinggi 180 cm tersebut terukir empat tempat ibadah untuk agama berbeda-beda yakni masjid mewakili agama Islam, candi mewakili agama Hindu, Kelenteng mewakili Tridharma (Buddha, Tao dan Konghucu) serta wihara mewakili agama Buddha. Satu lagi, terdapat arca megalitik atau kebudayaan mewakili pemujaan leluhur.
"Melalui prasasti tersebut kita bisa memaknai sebagai adanya ajaran dan kepercayaan yang berbeda-beda tidak membuat mereka terpecah-belah. Melalui sikap toleransi dalam masyarakat berbeda-beda agama itulah kenapa Islam dapat menyebar secara luas," ungkap Khofifah.
ADVERTISEMENT
Sunan Bonang dan Tombo Ati
Sunan Bonang merupakan putra Sunan Ampel buah perkawinannya dengan Nyai Ageng Manila, seorang putri dari Arya Teja, salah seorang Tumenggung dari kerajaan Majapahit yang berkuasa di Tuban. Nama kecilnya adalah Raden Maulana Makdum Ibrahim.
Sunan Bonang lahir pada tahun 1465 Masehi dan wafat pada tahun 1525 Masehi. Sunan Bonang dan Sunan Ampel merupakan dua dari Wali Sembilan (Wali Songo). Pada umur 7 tahun, Raden Ibrahim belajar mengaji ke Mesir selama 6 bulan.
Sunan Bonang. (Foto: Dok. Istimewa)
zoom-in-whitePerbesar
Sunan Bonang. (Foto: Dok. Istimewa)
Sunan Bonang banyak menggubah sastra berbentuk suluk atau tembang tamsil. Antara lain Suluk Wijil yang dipengaruhi kitab Al Shidiq karya Abu Sa'id Al Khayr. Sunan Bonang juga menggubah tembang Tombo Ati (dari bahasa Jawa, berarti penyembuh jiwa) yang hingga kini sering dinyanyikan dan tak asing bagi umat Islam.
ADVERTISEMENT
Tembang Tombo Ati bermakna penyembuh jiwa, menceritakan ada lima hal yang bisa dilakukan jika hati ingin tenang. Yaitu membaca Al Qur'an dan maknanya, menjalankan salat malam, berkawan dengan orang saleh, perut yang lapar (puasa) dan zikir malam.
Sunan Bonang Kreator Gamelan Jawa
Sunan Bonang juga menggubah sekaligus menjadi kreator gamelan Jawa seperti sekarang, dengan menambahkan instrumen bonang. Gubahannya memiliki nuansa zikir yang mendorong kecintaan pada kehidupan transedental (alam malakut).
Dalam pentas pewayangan, Sunan Bonang adalah dalang yang piawai membius penontonnya. Kegemarannya adalah menggubah lakon dan memasukkan tafsir-tafsir khas Islam. Sunan Bonang menguasai ilmu fiqih, ushuluddin, tasawuf, seni, sastra, dan juga arsitektur.
Menteri Khofifah mengunjungi makam Sunan Bonang (Foto: Antara/Aguk Sudarmojo)
zoom-in-whitePerbesar
Menteri Khofifah mengunjungi makam Sunan Bonang (Foto: Antara/Aguk Sudarmojo)