Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Belanda Minta Maaf atas Perbudakan di Masa Kolonialisme
20 Desember 2022 11:05 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
Perdana Menteri Belanda , Mark Rutte, menyampaikan permintaan maaf atas peran negaranya dalam perbudakan pada zaman kolonialisme dan konsekuensinya yang berlanjut hingga hari ini, pada Senin (19/12).
ADVERTISEMENT
Dalam pernyataan tersebut, Rutte mengatasnamakan negara Belanda. Dia mengungkapkannya dalam sebuah pidato yang disiarkan di seluruh negeri dari kantor arsip nasional Nationaal Archief (NA).
"Hari ini saya minta maaf. Selama berabad-abad negara Belanda dan perwakilannya telah membiarkan dan melakukan perbudakan dan mendapat untung darinya," tutur Rutte, dikutip dari Reuters, Selasa (20/12).
"Benar bahwa tidak seorang pun yang hidup hari ini menanggung kesalahan pribadi atas perbudakan [namun] negara Belanda memikul tanggung jawab atas penderitaan luar biasa yang telah dilakukan terhadap mereka yang diperbudak dan keturunan mereka," tambahnya.
Permintaan maaf ini merupakan respons Rutte terhadap sebuah panel penasihat nasional pada 2020. Forum itu dibentuk usai pembunuhan pria kulit hitam, George Floyd, oleh kepolisian Amerika Serikat (AS).
ADVERTISEMENT
Peristiwa tersebut memunculkan gerakan anti-diskriminasi besar di seluruh dunia. Dalam panel terkait, partisipasi Belanda dalam perbudakan disebut sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan.
Pihaknya lantas merekomendasikan agar pemerintah memberikan permintaan maaf dan reparasi pada 2021. Rutte mengatakan, pemerintahnya menerima kesimpulan panel tersebut, termasuk bahwa perbudakan adalah kejahatan terhadap kemanusiaan.
Kendati demikian, Rutte mengesampingkan reparasi. Belanda justru menyiapkan dana pendidikan sebesar EUR 200 juta (Rp 3,3 triliun).
"Apa yang benar-benar hilang dari pidato ini adalah tanggung jawab dan pertanggungjawaban," tegas Ketua National Reparations Commission Suriname, Armand Zunder.
"Jika Anda menyadari bahwa kejahatan terhadap kemanusiaan telah dilakukan, maka langkah selanjutnya adalah Anda mengatakan 'saya bertanggung jawab untuk itu', 'kami bertanggung jawab untuk itu'. Memang saya berbicara tentang reparasi," lanjut dia.
Sejumlah kelompok menentang permintaan maaf Rutte. Mereka mengatakan, pernyataan ini seharusnya datang dari Raja Belanda, Willem-Alexander, di bekas jajahan Suriname saat peringatan 160 tahun penghapusan perbudakan Belanda pada 1 Juli 2023.
ADVERTISEMENT
Pun aktivis keturunan korban perbudakan mengkritik bagaimana pemerintah tidak mengajak mereka berkonsultasi secara memadai.
"Cara pemerintah menangani ini, ini terlihat seperti omong kosong neo-kolonial," ungkap seorang anggota organisasi Afro-Suriname Belanda, Honor and Recovery Foundation, Roy Kaikusi.
Rutte mengakui bahwa proses menjelang pengumuman ini tidak ditangani dengan baik. Dia mengatakan, pemerintah akan mengirimkan sejumlah perwakilannya ke Suriname.
Delegasi-delegasi akan turut dikirimkan ke pulau-pulau Karibia yang masih menjadi bagian dari Kerajaan Belanda, seperti Curacao, Sint Maarten, Aruba, Bonaire, Saba, dan Sint Eustatius.
Walau begitu, Perdana Menteri Aruba, Evelyn Wever-Croes, menyebut permintaan maaf tersebut disambut baik. Dia menggambarkannya sebagai titik balik dalam sejarah Kerajaan Belanda.
Selain mengeluarkan permintaan maaf, Belanda mengaku akan memulihkan reputasi tokoh sejarah dan pemimpin pemberontakan budak yang dieksekusi di Curacao, Tula. Pengumuman tersebut disambut dengan tepuk tangan panjang dan meriah.
ADVERTISEMENT
Sejarawan memperkirakan, para pedagang Belanda mengirimkan lebih dari setengah juta orang Afrika yang diperbudak ke Amerika. Kebanyakan dari mereka berakhir di Brasil dan Karibia.
Kerajaan Belanda juga melakukan kolonialisme di Suriname, Curacao, Afrika bagian selatan hingga Indonesia.
Raja Willem-Alexander pernah menyampaikan permintaan maaf serupa saat menemui Presiden Joko Widodo. Ini menjadi pernyataan maaf pertama dari seorang Raja Belanda kepada Indonesia.
Raja Willem-Alexander meminta maaf atas kekerasan yang dilakukan leluhurnya di masa penjajahan. Dia turut mengungkapkan penyesalan atas agresi militer Belanda bahkan setelah kemerdekaan Indonesia.
"Sesuai dengan pernyataan pemerintahan saya, saya ingin menyampaikan penyesalan dan permintaan maaf saya atas kekerasan berlebihan dari pihak Belanda pada tahun-tahun itu," ungkap Raja Willem-Alexander di Istana Negara di Bogor, Jawa Barat, Selasa (10/3).
ADVERTISEMENT
"Pada tahun-tahun segera setelah proklamasi, pemisahan yang menyakitkan terjadi yang menelan banyak korban jiwa," imbuhnya.