Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.2
Bencana 2017: 377 Tewas, 1.005 Luka-luka, dan 3 Juta Orang Mengungsi
29 Desember 2017 16:08 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:13 WIB

ADVERTISEMENT
Sepanjang tahun 2017, Indonesia dilanda sejumlah bencana alam yang banyak memakan korban jiwa. Mulai dari banjir, longsor, gempa bumi, hingga gunung meletus.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan keterangan tertulis yang kumparan (kumparan.com) terima dari Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho, Jumat (29/12), tercatat 2.341 kejadian bencana alam yang terjadi selama tahun 2017.
Rincian kejadian bencana tersebut terdiri dari banjir (787), puting beliung (716), tanah longsor (614), kebakaran hutan dan lahan (96), banjir dan tanah longsor (76), kekeringan (19), gempa bumi (20), gelombang pasang dan abrasi (11), serta letusan gunungapi (2). Sekitar 99 persen adalah bencana hidrometeorologi, yaitu bencana yang dipengaruhi oleh cuaca dan aliran permukaan.
"Dampak yang ditimbulkan akibat bencana selama tahun 2017, tercatat 377 orang meninggal dan hilang, 1.005 orang luka-luka, dan 3.494.319 orang mengungsi dan menderita," ujar Sutopo.
Sementara kerusakan fisik akibat bencana meliputi 47.442 unit rumah rusak (10.457 rusak berat, 10.470 rusak sedang dan 26.515 rusak ringan), 365.194 unit rumah terendam banjir, dan 2.083 unit bangunan fasilitas umum rusak (1.272 unit fasilitas pendidikan, 698 unit fasilitas peribadatan dan 113 fasilitas kesehatan).
ADVERTISEMENT
Bencana longsor menjadi bencana yang paling banyak menimbulkan korban jiwa yang mengakibatkan 156 orang tewas, 168 jiwa luka-luka, 52.930 jiwa mengungsi, dan 7 ribu lebih rumah rusak akibat longsor selama tahun 2017.

"Sejak tahun 2014 hingga 2017, bencana longsor adalah bencana yang paling mematikan. Paling banyak menimbulkan korban jiwa meninggal dunia. Seringkali longsornya kecil namun menyebabkan satu keluarga meninggal dunia. Hal ini disebabkan jutaan masyarakat tinggal di daerah-daerah rawan longsor sedang hingga tinggi dengan kemampuan mitigasi yang belum memadai," papar Sutopo.
Sementara, bencana banjir menyebabkan 135 orang tewas, 91 luka-luka, lebih dari 2,3 juta juwa menderita dan mengungsi, serta ribuan rumah mengalami kerusakan. Puting beliung atau angin kencang juga terus mengalami peningkatan. Dari 716 kejadian putting beliung telah menyebab 30 jiwa tewas, 199 jiwa luka, 14.901 jiwa mengungsi dan menderita, sekitar 15 ribu rumah rusak.
ADVERTISEMENT
"Pengaruh siklon tropis Cempaka pada 27-29 November 2017 menyebabkan bencana di 28 kabupaten/kota di Jawa. Banjir, longsor dan puting beliung menyebabkan 41 orang tewas, 13 orang luka-luka dan 4.888 rumah rusak. Daerah yang paling terdampak adalah di Pacitan, Wonogiri, Kulon Progo dan Gunung Kidul karena berdekatan dengan posisi Siklon Tropis Cempaka," jelas Sutopo.

Berdasarkan data BMKG, selama tahun 2017 (hingga 20/12), telah terjadi 6.893 kali gempa, dengan rincian gempa yang meiliki kekuatan lebih dari 5 SR terjadi sebanyak 208 kali, gempa dirasakan 573 kali, dan gempa merusak sebanyak 19 kali.
"Artinya hampir setiap hari terjadi gempa dengan rata-rata 19 kali. Dampak gempa yang merusak adalah gempa 6,9 SR di Barat Daya Tasikmalaya yang menyebabkan lebih dari 5.200 rumah rusak," tambahnya.
ADVERTISEMENT
Sedangkan dari 127 gunung api di Indonesia, pada 2017 hanya ada 2 gunung api yang berstatus awas yakni Gunung Sinabung dan Gunung Agung. Gunung api dengan status awas sangat berpotensi mengalami erupsi.
"Yang penting masyarakat tidak melakukan aktivitas apapun di dalam radius berbahaya yang ditetapkan PVMBG," kata Sutopo.
Selain itu, upaya komprehensif dalam pencegahan dan pemadaman kebakaran hutan dan lahan telah menyebabkan hasil yang signifikan. Selama 2017, luas kebakaran hutan dan lahan hanya 150.457 hektar atau menurun 65,7 persen dibandingkan tahun 2016. Begitu juga dengan jumlah titik panas yang berkurang 33 persen.
Dari sebaran bencana, daerah paling banyak terjadi bencana adalah di Jawa Tengah (600 kejadian), Jawa Timur (419), Jawa Barat (316), Aceh (89), dan Kalimantan Selatan (57). Sedangkan untuk kabupaten/kota, daerah yang paling banyak terjadi bencana adalah Kabupaten Bogor (79), Cilacap (72), Ponorogo (50), Temanggung (46), dan Banyumas (45).
ADVERTISEMENT
"Kerugian dan kerusakan yang ditimbulkan akibat bencana mencapai puluhan trilyun rupiah. Hingga saat ini masih dilakukan perhitungan dampak dari bencana. Kerugian ekonomi paling besar akibat bencana selama tahun 2017 adalah dampak dari peningkatan aktivitas vulkanik dan erupsi Gunung Agung di Bali. Penetapan status Awas pada September 2017 yang kemudian terjadi erupsi Gunung Agung pada 26-30 November 2017 telah menyebabkan kerugian ekonomi diperkirakan mencapai Rp 11 triliun. Kerugian ini sebagian besar berasal dari kredit macet masyarakat yang harus mengungsi dan dari sektor pariwisata. Menteri Pariwisata menyatakan kerugian di sektor pariwisata di Bali mencapai Rp 9 triliun dari dampak erupsi Gunung Agung," jelas Sutopo.

Sutopo menambahkan beberapa kerusakan dan kerugian akibat bencana yang terjadi pada tahun 2017 antara lain adalah banjir dan tanah longsor pengaruh Siklon Tropis Cempaka sekitar Rp 1,13 trilyun, banjir Belitung Rp 338 milyar, banjir dan longsor di Kabupaten Lima Puluh Koto Rp 253 milyar, longsor Cianjur Rp 68 milyar dan lainnya.
ADVERTISEMENT
Menurutnya, dengan terjadinya bencana-bencana tersebut banyak berpengaruh kepada kehidupan masyarakat seperti merosotnya ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.
"Apalagi bagi masyarakat yang mengalami bencana berulang, seperti banjir di daerah Dayeuhkolot, Baleendah dan sekitar Sungai Citarum banjir melanda masyarakat sekitar 10-15 kali setahun. Begitu juga bagi masyarakat di sekitar Sungai Bengawan Solo, Sungai Kemuning di Madura dan lainnya yang terlanda banjir berulang. Lahan pertanian yang terendam banjir menyebabkan gagal panen. Petani menanam padi dengan modal hutang, yang akhirnya tidak mampu membayar hutang. Petani terpaksa hutang lagi untuk modal menanam padi berikutnya. Begitu juga masyarakat yang terkena bencana, harta miliknya hilang sehingga jatuh miskin dan memerlukan bantuan," tutur Sutopo.

Sebagai negara yang rawan bencana, Sutopo mengatakan bahwa besar kecilnya bencana sangat ditentukan oleh alam. Selain itu, menurutnya pengaruh manusia juga berpengaruh pada kondisi alam.
ADVERTISEMENT
"Pengaruh manusia begitu dominan merusak alam, meningkatkan kerusakan hutan, degradasi lahan, kerusakan lingkungan, DAS (Daerah Aliran Sungai) kritis dan lainnya telah makin memicu terjadinya bencana. Untuk itulah, pengurangan risiko bencana harus menjadi mainstream dalam pembangunan di semua sektor. Pengurangan risiko bencana menjadi investasi pembangunan untuk kita dan generasi mendatang," tandas Sutopo.