Berbincang dengan Nawawi Pomolango, tentang KPK Tanpa Firli Bahuri

26 Desember 2023 16:53 WIB
·
waktu baca 14 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Nawawi Pomolango pimpinan KPK. Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Nawawi Pomolango pimpinan KPK. Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pimpinan KPK saat ini berjumlah genap usai Firli Bahuri dinonaktifkan karena tersandung kasus korupsi. Belakangan, Firli mengajukan pengunduran diri sebagai Ketua KPK dan menyatakan tidak memiliki keinginan memimpin lagi hingga 2024 ke Presiden Jokowi.
ADVERTISEMENT
Jauh sebelum itu, lembaga yang disebut-sebut anak kandung reformasi untuk memberantas korupsi ini dihadapkan kondisi sulit. Kepercayaan publik tergerus, terlebih usai Firli jadi tersangka pemerasan terhadap eks Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL).
Plt Ketua KPK Nawawi Pomolango. Foto: Dok. Istimewa
Belum lagi turut terjadi sejumlah peristiwa yang menarik perhatian belakangan ini.
Soal etik, Firli Bahuri beberapa kali dilaporkan ke Dewas terkait pelanggaran etika itu. Sebelum soal pertemuan dengan SYL, Firli juga pernah dilaporkan soal pembocoran dokumen penyelidikan di ESDM. Meski pada kasus ini Firli Bahuri lolos dari etik.
Kemudian Firli Bahuri sudah pernah disanksi teguran ringan oleh Dewas KPK terkait penggunaan helikopter mewah.
Ketua KPK Komjen Firli Bahuri naik helikopter. Foto: Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI)
Tak hanya Firli Bahuri, dua wakilnya juga berurusan dengan Dewas. Mereka adalah Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar dan Johanis Tanak.
ADVERTISEMENT
Lili Pintauli disebut menerima gratifikasi berupa fasilitas dan tiket nonton MotoGP di Mandalika dari Pertamina. Namun sesaat akan dijatuhi sanksi, Lili Pintauli mengundurkan diri.
Lili lalu digantikan oleh Johanis Tanak. Namun penggantinya itu juga sempat tersandung dugaan pelanggaran etik berkomunikasi dengan pihak berperkara. Namun Dewas menyatakan Tanak tak terbukti.
Selain itu, di era kepemimpinan KPK saat ini, Indeks Persepsi Korupsi (IPK) mengalami penurunan drastis. Pada tahun 2021, skor IPK adalah 38. Kemudian turut menjadi 34 di tahun berikutnya.
Penurunan 4 poin tersebut menjadi penurunan paling buruk sejak reformasi. Dengan IPK 34 tersebut, Indonesia hanya berada di ranking 110 dari 180 negara. Indonesia setara dengan Gambia dan Malawi. Meski tak hanya KPK yang punya tanggung jawab meningkatkan IPK ini.
ADVERTISEMENT
Ketua KPK sementara, Nawawi Pomolango, menerima kumparan dan menjawab berbagai problem dan isu yang mengarah ke lembaga antirasuah. Dari soal ditinggal Firli Bahuri — karena tersangka korupsi — hingga soal komitmen KPK membekuk Harun Masiku.
Nawawi juga bicara proses penunjukkannya sebagai Ketua KPK sementara.
Berikut perbincangan kami bersama Nawawi Pomolango, eks hakim yang kini menduduki kursi sementara orang nomor satu di lembaga antirasuah.
Nawawi Pomolango pimpinan KPK. Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
Saya kira tidak ada yang berubah, dari lima pimpinan, sekarang empat. Selama mekanisme yang dimaknakan dengan kolektif kolegial itu jalan seperti makna sebenarnya, saya pikir tidak ada masalah.
ADVERTISEMENT
Artinya, kalau kolektif kolegial sedapat mungkin produk keputusan itu semua sedapat, mungkin menjadi produk bersama. Kalau, toh, nanti ada istilah dissenting opinion itu eksepsional, betul-betul itu sudah langkah terakhir, baru kemudian dilakukan itu.
Ini sebenarnya pemaknaan dari kolektif kolegial. Hari pertama misalnya, hari pertama [ekspose] kalau masih ada yang berbeda, kami tunda dulu, belum langsung kita [putus] langsung hitung-hitungan di situ, enggak. ‘Siapa tahu dengan ini mimpi baik lagi malam, besok kita ketemu lagi, kita musyawarah lagi. Suruh dia mikir dulu.
Kolektif kolegial itu (keputusan) betul-betul produk itu bersama.
Jadi kalau ada dissenting, atau apa itu istilahnya itu, pengecualian. Itu kalau itu sudah darurat itu. Itu yang coba kita jalankan.
ADVERTISEMENT
Tidak juga. Saya pribadi enggak terlalu, apa gitu. Enggak tahu dengan teman-teman yang lain.
Setelah ditunjuk sebagai ketua sementara ini, menyesal juga dengan bahasa ‘one man show’ saya. Karena orang jadi, kontra, bilang 'ini karena Bapak sering memprotes dia, belakangan Bapak yang ditunjuk' jadi nyesel kalimat itu.
Tapi saya pikir di lembaga semacam ini, dengan slogan ‘Berani Jujur Itu Hebat’, hal-hal seperti itu enggak segan-segan harus kita lakukan.
Sesuatu yang enggak ngepas, mungkin salah apa yang saya sampaikan, tapi saya harus punya keberanian menyampaikannya.
Plt Ketua KPK Nawawi Pomolango. Foto: Dok. Istimewa
ADVERTISEMENT
Saya tidak secara ini, bahwa semua tampilan beliau seperti itu, cuma pada satu konteks. Misalnya, beliau datang ke pimpinan lembaga lain, kadang-kadang beliau sendiri ke sana, saya kadang memberi tahu beliau, ‘kita, kan, Ketua KPK itu tidak seperti Kapolri, Panglima, Jaksa Agung, mereka itu garis Komando, kita ini enggak, enggak seperti itu’. Langkah yang mau dilakukan sedapat mungkin kita obrolin dulu.
Misalnya kalau dia datang ke Jaksa Agung, ke MA, sedapatnya ada satu dua pimpinan ikutan.
Ah, itu, kan, salahnya Dewan Pengawas (Dewas). Dewas cuma melarang insan KPK main golf, akibatnya orang main bulu tangkis.
Ini saya bilang ke Dewas, harusnya insan KPK itu dilarang, main-main. Jangan cuma dilarang main golf. Orang main pingpong, main badminton.
ADVERTISEMENT
Kita ada pembagian. Penindakan itu diberikan kepada Pak Alexander Marwata dan Pak Johanis Tanak, Saya kebagian Korsup dan Pencegahan. Pak Nurul Ghufron pencegahan sama pendidikan. Firli Bahuri pendidikan sama kesekjenan.
Itu yang termasuk saya pikir, saya ngobrol-ngobrol dengan teman-teman, tapi kita belum sepakat, kita evaluasilah yang seperti itu.
Saya khawatir model pembagian seperti itu, apalagi kami sekarang berempat.
Saya mencari tahu dokumen apa itu. Belakangan, sudah disampaikan juga ketika kami diperiksa sebagai saksi oleh Dewas, disampaikan juga dokumen-dokumen itu berupa daftar hadir ekspose untuk perkara DJKA. Karena saya tidak tahu-menahu bagaimana perolehannya, seperti apa dokumennya, saya comment di situ, lalu teman lain sampaikan.
ADVERTISEMENT
Mungkin didapatnya itu ketika beliau masih ada di sini. Tapi diminta secara resmi yang saya ikut mengetahui, tidak ada.
Sebenarnya beliau datang ke sini duluan sebelum ke Dewas. Tadinya, saya cuma minta ditemui saja dengan Pak Alex, kalau cuma berpamitan, saya enggak. Tapi yang bersangkutan minta sekretaris pimpinan untuk bertemu saya. Jadi kami bertemu dengan Pak Alex, Sekjen.
Beliau menyampaikan surat. Beliau itu menyatakan berhenti, bukan mengundurkan diri. Beliau menyatakan berhenti dan tidak bersedia diperpanjang. Itu diserahkan juga ke saya suratnya itu.
Sama saya enggak. Kalau sama Pak Alex wallahualam. Cuma sempat saya lihat ada peluk-pelukan (dengan pak Alex). Kalau sama saya enggak sampai peluk-pelukan, yang penting jabat tangan saja.
ADVERTISEMENT
Kalau dengan saya ada sekitar 10 menitan, beliau lama dengan Pak Alex. Tadinya saya minta Pak Alex aja yang temui.
Awal Saya penindakan, itu memang ada ceritanya. Saya agak keras keras barang kali, waktu Pak Karyoto (Deputi Penindakan dan Eksekusi, kini sebagai Kapolda Metro Jaya), saya pernah beda pendapat dengan dia, agak keras-keras, ih enggak lama aku diganti.
Sudah susah juga nanya-nanya di situ kan, tapi kan yang mengganti itu bukan Pak Karyoto kan, Pak Firli barang kali, diganti lah aku. (Diganti) sama Pak Alex. Datang Pak Tanak, Pak Alexnya enggak dikeluarin, gabunglah keduanya di penindakan. Kan gitu. Saya di korsup.
ADVERTISEMENT
Saya enggak terlalu sering juga sih kalau pimpinan, kalau semua konpers itu harus pimpinan. Tangkap PPK aja pimpinan tampil. Apalagi belakangan itu deputi penindakan. Enggak bisa lah deputi penindakan itu orang di balik layar lah, jangan kebanyakan tampil.
Jangan kayak kerjaan, dulu ada teman-teman reserse zaman dulu, kadang-kadang lucu, berkeliaran rambut panjang gondrong-gondrong, kan, maksudnya menyamar kan, begitu ketangkap malingnya disorot televisi berdiri di belakang dia. Dikenal publik juga kan.
Padahal bikin rambut panjang-panjang untuk mengelabui publik, tapi begitu disenter (disorot) oleh apa, diri juga di belakang komandannya. Kita KPK jangan konyol seperti itu juga Pak.
Dulu kita punya grup pimpinan dan jubir, nah itu saya keluar dari situ, karena saya pernah juga menegur itu sekali waktu (kepada jubir), Bapak itu Jubir KPK atau jubirnya pimpinan. Seperti itu.
ADVERTISEMENT
Kita sudah biasa ditinggal begini. Dulu ditinggal Ibu Lili (Lili Pintauli Siregar) juga aman-aman saja. Bagi saya kerja-kerja penindakan hukum itu kan, tidak tergantung berapa jumlah orangnya, tapi semangat untuk bekerja itu dari orang-orang yang ada itu seberapa besar. Penegakan hukum kan hanya digantungkan kepada 3 elemen penting, jujur, berani, tegas. Itu aja jalan, Insyallah itu. Bukan kepada orangnya.
Saya mengetahui penunjukan sementara itu bagun subuh dari WA wartawan. Jujur. Dan sebelumnya enggak ada menghubungi saya. Enggak ada kepikiran.
Tidak ada. Sampai detik ini tidak pernah ada kabar mengenai itu, Istana, Pak Jokowi soal penyumpahan, enggak ada ngomong apa-apa. Kalau boleh mengusulkan, saya bilang saya akan menyebut Pak Alex, karena beliau sudah dua periode ada di sini.
ADVERTISEMENT
Kondisi kesehatan saya jujur aja belakangan ini enggak terlalu fit-fit amat. [...] enggak terlalu senang dengan ini. Apalagi kalau dipelesetkan yang saya bilang diplesetkan dengan akronim kalau ada yang bagus dibilang Kesra, tapi kalau ada yang enggak bagus jadi Kera, ketua sementara kan. enggak nyaman-nyaman amat begini.
Situasi lagi seperti ini, lembaga ini lagi tergerus rasa kepercayaan publik dan itu pekerjaan yang paling berat. Kalau saya di sini menemui teman-teman, itu sebagai upaya membujuk teman-teman supaya dekat dekat lagi lah dengan kita.
Itu yang saya bilang tadi, kondisi saya enggak terlalu fit-fit amat, waktu itu saya kadang terlambat masuk kantor, secepatnya saya minta izin pulang karena kondisi itu. Pada saat yang bersamaan kadang-kadang saya merasa enggak terlalu banyak memberi kontribusi semua, kemudian ada semacam nota dinas yang dilayangkan atas nama pimpinan lain ke Dewas, saya diklariifkasi di Dewas, saya sampaikanlah kondisi seperti itu. Kalau bilang disuruh berhenti, berhenti saya.
ADVERTISEMENT
Banyak pertimbangan, termasuk dari teman-teman yang lain. Kalau dari luar enggak tahu lagi, kasihan lembaga ini. Saya mengambil keputusan ya, kemarin saya bertemu ketika KPK mendengar ada salah satu narasumber yang kita undang itu ada Ibu Muthia Gani ya, kemarin ketemu dia bilang 'bapak masih ingat saya' saya masih ingat ibu lah. Ibu dari pihak eksternal yang diminta pansel (seleksi pimpinan KPK) untuk psikiaternya kita, psikolognya kita, wawancara waktu itu.
Saya bilang ketika wawancara dengan ibu itulah baru ada kebulatan tekad saya untuk ninggalin MA (Mahkamah Agung), dia bilang 'Bapak tahu Bapak satu-satunya yang saya rekomendasikan daripada yang datang ke saya?' enggak tahu sama sekali, baru kemarin dia bilang yang maju ke depan dia itu cuma saya satu-satunya yang dia rekomendasikan.
ADVERTISEMENT
Saya memutuskan meninggalkan MA itu berat, nanti waktu wawancara dengan Ibu itu, saya di MA sudah hakim tinggi, teman-teman saya yang tadinya apa, sudah jadi Ketua Kamar (di MA).
Jadi, enggak seperti datang nyari kerja. Jadi Hakim Agung itu 100 lebih pak (Rp 100 juta). Rp 100 juta lebih gaji di sana, di sini dibilang orang besar, dihitung-hitung cuma 86 (Rp 86 juta) artinya dibanding dengan kalau saya di MA, Insyallah saya sudah bisa beli-beli.
Sama seperti Pak Ghufron sudah sempat nyatakan, kemarin, bahwa PPATK itu tahu kapan dia harus melemparkan itu ke kita. Ketika dia liat bahwa dari transaksi yang dia anggap mencurigakan itu ada indikasi kepada soal korupsi dan itu dilakukan oleh penyelenggara negara dan lain sebagainya, merupakan subjek daripada yang disasar dalam Pasal 11 UU KPK, itu baru dia limpahin ke kita.
ADVERTISEMENT
Kemarin itu, waktu dia belum limpahin, dia baru ke Bawaslu sama KPU, berarti kita beranggapan bahwa dia belum merasa ada kaitannya dengan dua tadi itu, ada korupsinya enggak, ada keterlibatan penyelenggara negaranya enggak.
Mungkin saja karena desakan daripada publik, 'KPK kok enggak dikirimin ya' jadinya Dia ngirim gitu. Ya, kan, masih nyuruh PLPM (Pelayanan Laporan dan Pengaduan Masyarakat KPK) untuk kaji.
Sepintas aja saya kemarin telaah karena saya harus kembalikan itu ke Direktorat Dumas untuk dilakukan kajian.
PPATK tidak menyebut secara spesifik partai dan nilai uangnya. Tidak menyebut secara spesifik. Dan memang itu confidential.
Sangat rahasia.
ADVERTISEMENT
Tidak ada penyebutan secara spesifik untuk apa. Cuma secara umum aja, gitu. Sekali lagi, kita serahkan dulu lah sama Direktorat Dumas untuk melakukan kajian. Barulah masuk ke kita lagi, kita pelajari langsung.
Saya belum membaca seperti itu. Kemarin juga, sambil lalu juga, kemarin membaca itu. karena masih sifatnya.. untuk mendisposisikan kepada Direktorat terkait maka kita tidak terlalu..
Biasanya juga nanti limpahkan lagi ke kita setelah ditelaah baru kita baca lengkap. Biasnaya pimpinan ya, pada awalnya itu ya enggak baca, judul doang yang dilihatin. Seperti kita sekarang kan baca berita, melihat medsos, saya cuma judulnya. Enggak berani saya baca, apalagi komentar netizen itu kan, dari 100 komentar dia bilang 99 bubarin KPK ini. Apalagi Dewasanya kan.
ADVERTISEMENT
Iya, tadi saya katakan kita sudah memiliki POB (Prosedur Operasional Baku) yang baku mengenai soal laporan masuk, apa, LHA PPATK kita sudah punya itu, kita laksanakan dengan prosedur semacam itu. Tanpa melihat ini lagi musim apa, kita enggak melihat dari sisi itu.
Iya. (Jika) Kita temukan, Ya.
Jadi Harun Masiku itu sampai disebut-sebut juga pada waktu konpersnya Pak Firli. Sebenarnya, komitmen dari ketika kita melakukan rekruitmen pada Deputi Penindakan yang baru. Waktu itu kan kita sempat menanyakan, 'gimana, ada beberapa perkara itu status apanya, tersangkanya, itu masih dalam status DPO, apa langkah-langkah saudara', dia komitmen untuk melakukan upaya pencarian penangkapan, tetapi pada waktu itu beliau meminta seluruh dokumen-dokumen mengenai upaya pencarian orang-orang itu diperbaharui lagi itu. Itu ininya dia, dibaharui lah, kebetulan yang tandatangan itu kan Pak Firli, dibilang 'sudah memerintahkan penangkapan' itulah ceritanya.
ADVERTISEMENT
Kalau begitu ceritanya, kan, enggak menimbulkan persepsi yg aneh-aneh.
(Catatan redaksi: Firli Bahuri pada November 2023, menyatakan menandatangani surat penangkapan Harun Masiku. Publik menanyakan mengapa baru ditandatangani padahal sudah buron sejak lama. Ternyata, surat itu adalah pembaharuan saja dari surat terdahulu).
Akhir jabatan gimana, ini tidak lama lagi keluar Keppres pemberhentian tetap (Firli Bahuri), DPR ngirim ke sana, selesai sudah saya ini. Satu dua minggu ini.
Oh jangan berandai-andai, kita enggak tahu juga hati orang kan. Apakah juga saya ditunjuk jadi 'Kera' ada pimpinan yang lain juga ini, belum tentu juga.
ADVERTISEMENT
Mau dia ketua, mau dilanjutkan dan sebagai tetap atau tidak, wakil ketua, saya tetap menjalankan strategi yang dilakukan di KPK. Itu kan, arah kebijakan KPK seperti apa, tahun harus selesai yang sesuai target kita. Ke depannya, mungkin ada yang perlu disempurnakan lagi, ya tentu kita sempurnakan lagi.
Kemarin banyak kritikan bahwa pencegahan ini sama sekali tidak memberikan gambaran seperti apa, ada misalnya OTT di MA kemudian tidak ada upaya kemudian masuk untuk melakukan pencegahan di dalamnya. Seperti itu aja, enggak nyambung gitu.
Usai penindakan harus dibarengi pencegahan, biar itu tidak terulang lagi kan.
Kalau nangkep-nangkep seperti Pak Jokowi itu bilang kan, kemarin, negara paling banyak ditangkap pejabatnya ada di negeri ini, tapi kok masih gini-gini terus. Saya sampai khwatir, kalau gitu, 'bubarin aja katanya'.
ADVERTISEMENT
Kita coba liatlah ke depannya, penyempurnaan daripada pencegahannya, pendidikannya, apa yang masih kurang-kurang. Pendidikan sudah lumayan, ini Pak, ini kan kemarin ada program-program desa sadar hukum itu, kurikulum antikorupsi itu sudah. Cuma tidak terjual itu, sama sekali tidak terjual pemberitaan semacam itu.
Penindakan juga kalau lama-lama cuman nangkep-nangkep ya Bupati, Bupati, Bupati gitu kan, lama-lama orang jenuh juga. Kayak ada orang suka, bikin nasi goreng, nasi goreng terus, sesekali lainlah ya. Bakmi Gajah Mada, gitu kan diubah-ubah.
Yang kemarin itu ya? itu kayaknya bakal melebar ke mana-mana itu. Ada sejumlah perusahaan-perusahaan besar di sana. Melebar ke mana-mana. Sepertinya ya. Kemarin Pak Deputinya malah minta izin mau langsung ke Ternate.
ADVERTISEMENT
Bisa merembet ke sana. Karena kemarin saya liat sudah ada, tulisannya Tempo itu ada Jatam punya pernyataan-pernyataan yang apa bahwa, konon sang Gubernur, pungutan bukan dari situ aja tapi perijinan perusahaan-perusahaan tertentu. Ya kita kawal seperti apa.
Enggak. Sudah bisa saya pastikan. Endak tahu, apa bisa kembali lagi ke negeri sana (Hakim). Ke negeri sana belum tentu juga diterima karena kemarin kan nangkap dua Hakim Agung itu.