Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.93.0
Berbisnis Air Bersih di Kawasan Kota Tua
18 November 2017 20:56 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:13 WIB
![Penjual air bersih keliling (not cover) (Foto: Ricad Saka)](https://blue.kumparan.com/image/upload/fl_progressive,fl_lossy,c_fill,q_auto:best,w_640/v1510999566/uqymxbfponyrxcgi4ehn.jpg)
ADVERTISEMENT
Keringat terlihat masih mengucur di kening Jarot (46). Tangan kirinya terlihat erat memegang selang yang mengisi jerigen-jerigen di dalam gerobak yang berada tepat di depannya.
ADVERTISEMENT
16 jerigen berbagai warna terlihat berderet rapi dalam gerobak Jarot. Satu persatu jerigen itu diisi air bersih oleh Jarot hingga penuh. Air-air itu menjadi mata pencahariannya sehari-hari, menghidupi dia dan keluarganya.
Jarot adalah satu penjual air bersih keliling yang berada di daerah Kampung Bandan, Jakarta Pusat. Hampir setiap harinya, dia berkeliling menjajakan air bersih. Sebagian besar, air itu dijajakannya ke pedagang-pedagang kaki lima di kawasan Jalan Cengkeh Dalam yang masih berada di kawasan Kota Tua.
Namun bisnis itu bukanlah miliknya. Ia bekerja untuk orang lain menjual air secara keliling. Menurut Jarot, satu jerigen air bersih dijualnya seharga Rp 2.500.
Penghasilan yang dia dapat seharinya harus disetorkan pada pemilik air. "Saya setoran, Mas. Enggak tentu, kalau jual banyak ya setornya banyak juga. Kalau jual dikit, ya setor sedikit," ujar Jarot saat berbincang dengan kumparan (kumparan.com), Sabtu (18/11).
![Penjual air bersih keliling (Foto: Ricad Saka)](https://blue.kumparan.com/image/upload/fl_progressive,fl_lossy,c_fill,q_auto:best,w_640/v1510999569/c86enjrezcmxozqsiyji.jpg)
Sudah 25 tahun dia menjalani profesinya seperti itu. Setiap harinya, ia selalu mengantarkan drijen air kepara pedangang kaki lima sejak pagi hingga sore hari.
ADVERTISEMENT
Jarot sendiri mengaku bisa mengantongi uang Rp 70 ribu hingga Rp 100 ribu dalam satu hari atas usahanya itu. Namun pendapatannya itu pun bisa mengantarkan ketiga anaknya hingga lulus SMA.
Ia tidak menampik bahwa memang daerah sekitar itu memang air bersih sulit didapat. Jarot mengaku ia terkadang mencuci baju dan mandi di ledeng miliki bosnya itu, dan ia bersyukur untuk itu.
"Saya jualan air bersih sejak usia 18 tahun. Alhamdulillah dari jualan air saya bisa sekolahkan tiga anak saya sampai lulus SMA," kata Jarot sambil berlalu membawa gerobak airnya untuk dijajakan.
Jarot tidak sendiri menjalani pekerjaan seperti itu. Terdapat 5 orang lainnya yang juga bekerja menjajakan air keliling dari ledeng itu. Salah satunya adalah Suhendar yang saat ini sudah berusia 67 tahun. Pak Kumis (panggilan Suhendar) terlihat begitu letih seharian mendorong gerobak yang berisikan 12 drijen untuk dijual.
ADVERTISEMENT
"Saya jualan dari pagi. Tapi ramenya pas sore gini," kata Suhendar.
"Soalnya sore-sore gini kan penjual makanan (kaki lima) baru pada buka. Kita tinggal anter-anter aja (jerigennya)," tambahnya.
kumparan pun sempat menyambangi wilayah Jalan Cengkeh Dalam untuk melihat bagaimana air-air itu dijual. Di daerah itu memang terdapat kawasan pedagang kaki lima pecel lele, gado-gado, dan nasi goreng.
Saat ditanyakan, mereka mengaku terpaksa membeli air bersih. Minimnya ketersediaan air bersih terjadi sejak beberapa tahun belakangan.
Ibu Mutiah misalnya, penjual pecel ayam-lele itu mengaku dalam sehari ia bisa menghabiskan 12 jerigen air seharga Rp 36 ribu untuk kebutuhan warungnya.
"Di sini susah air bersih sejak saya berjualan dua tahun lalu," ujar wanita yang berusia 34 tahun itu.
![Mutiah, pedagang Pecel Ayam lele (Foto: Ricad Saka/kumparan)](https://blue.kumparan.com/image/upload/fl_progressive,fl_lossy,c_fill,q_auto:best,w_640/v1510999733/cs577vsrpmxhylsxjfqg.jpg)
Wanita asal Serang yang mengaku memiliki KTP domisili Jakarta itu berharap, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dapat mengunjungi kawasan tempat ia berdagang. "Saya berharap sih Anies mau ke sini. Djarot saja sudah ke sini. Belum ada dua bulan lalu, Djarot ke sini pas resmiin Pasar Kota Tua," katanya.
ADVERTISEMENT
"Saya juga pengennya usaha saya maju, air gak susah. Enggak ada air bersih di sini. Padahal butuh banget air bersih buat jualan. Dikasih bantuan, dikasih modal," tambah Mutiah.
Ibu Tuti, penjual gado-gado di Jalan Cengkeh Dalam juga mengakui mengenai kesulitan air. Tuti yang berdagang gado-gado sejak 23 tahun silam itu menyebut dahulu air mudah didapatkan.
"Dulu air bersih mudah (didapatkan). Kalau beli pun cuma Rp 300 perak. Sekarang air susah, dan mahal," ujar dia.
Hal yang sama diungkapkan Agus yang berjualan nasi goreng sejak tahun 2009. Ketika itu, kata Agus, air bersih masih mudah didapatkan dari ledeng-ledeng yang disediakan oleh pihak pemerintah. Namun, semenjak tahun 2014, air ledeng yang disediakan pemerintah mulai habis dan ditutup.
ADVERTISEMENT
"Saya sehari bisa habis empat jerigen," kata Agus.
![Agus, Penjual nasi goreng (Foto: Ricad Saka/kumparan)](https://blue.kumparan.com/image/upload/fl_progressive,fl_lossy,c_fill,q_auto:best,w_640/v1510999734/pvk7ueyz2tfjpadfvyvy.jpg)
Dia bercerita, rumah kontrakan yang ditempatinya tidak memiliki pompa air. Sehingga, untuk kebutuhan sehari seperti mandi, cuci, dan minum menggunakan ledeng milik seseorang. Ia diharuskan membayar Rp 60 ribu dalam satu bulan.
"Kalau dalam sehari empat jerigen buat jualan, dikali satu bulan kan Rp 360 ribu. Ditambah Rp 60 ribu. Jadi kira-kira satu bulan saya keluar uang Rp 420 ribu untuk membeli air," ujar Agus.