Beredar Surat Panggilan Penyidikan Kasus Dana PON Papua 2020, KPK Tegaskan Palsu

22 September 2022 13:41 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
Beredar surat panggilan berlogo KPK yang ditujukan kepada Pimpinan DPRD Papua terkait penyidikan tindak pidana korupsi pengelolaan Dana Pon XX Papua.
ADVERTISEMENT
Surat itu berlogo KPK dengan Nomor Spg/46/DIK.01.00/23/09/2022 ditujukan kepada Yunus Wonda. Ia Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Papua dari fraksi Demokrat.
Isi surat menyatakan bahwa kepada pihak dimaksud untuk menghadap kepada penyidik KPK dan BPK untuk didengar keterangannya dan kesaksiannya dalam penggunaan dan pengelolaan dana PON XX 2020 pada 23 September 2022.
Surat tertanggal 21 September 2022 tersebut, ditandatangani Ridwan Saputra selaku penyidik atas nama Pimpinan-Deputi Bidang Penindakan-Direktur Penyidikan.
Surat Panggilan Palsu terkait penyidikan pengelolaan dana PON XX Papua 2020. Foto: Dok. Istimewa
Plt juru bicara KPK Ali Fikri, menegaskan bahwa surat tersebut palsu.
"KPK telah memeriksa dan memastikan bahwa tidak ada pegawai KPK atas nama tersebut," kata Ali dalam keterangan tertulisnya, Kamis (22/9).
Ali mengatakan, surat palsu itu beredar di wilayah Papua, "Tidak menutup kemungkinan juga beredar di wilayah lain, ataupun dengan modus-modus lainnya," tambahnya.
ADVERTISEMENT
"KPK tegas meminta kepada oknum yang membuat ataupun menyalahgunakan surat palsu tersebut untuk segera menghentikan aksinya," tegas Ali.
Dia juga mengimbau masyarakat untuk tidak terprovokasi dan selalu waspada terhadap berbagai modus penipuan yang mengatasnamakan KPK.
Ali menambahkan, apabila masyarakat menemui atau mengetahui adanya pihak yang mengaku sebagai pegawai atau berkorespondensi dengan identitas KPK, dan melakukan tindakan kriminal pemerasan atau sejenisnya, segera laporkan ke call center 198 atau kepada aparat penegak hukum setempat.

Dana PON Sempat Disinggung Mahfud MD

Konferensi Pers Menko Polhukam, PPATK, dan KPK Foto: Aprilandika Pratama/kumparan
Beberapa hari lalu, Menkopolhukam Mahfud MD menyebut soal adanya kasus pengelolaan Dana PON terkait dengan Gubernur Papua Lukas Enembe.
Hal itu disampaikan Mahfud ketika menggelar konferensi pers bersama dengan KPK dan PPATK. Konferensi pers itu terkait dengan kasus yang diduga melibatkan Lukas Enembe.
ADVERTISEMENT
KPK memang sudah menjerat Lukas Enembe sebagai tersangka. Kasus itu terkait dugaan gratifikasi sebesar Rp 1 miliar.
Namun, PPATK menambahkan bahwa ada sejumlah transaksi tak wajar terkait Lukas Enembe. Termasuk adanya pembelian jam tangan Rp 500 juta dan setoran Rp 560 miliar ke kasino di luar negeri.
Mahfud kemudian mengungkapkan kasus-kasus lain yang tengah didalami terkait Lukas Enembe. Namun dia belum mengungkapkan apakah kasus-kasus yang juga tengah diusut juga oleh KPK atau penegak hukum lain.
"Ada kasus-kasus lain yang sedang didalami tetapi terkait dengan kasus ini misalnya ratusan miliar dana operasional pimpinan, dana pengelolaan PON, kemudian juga adanya manajer pencucian uang yang dilakukan atau dimiliki oleh Lukas Enembe," ucap Mahfud.
Lukas Enembe. Foto: Puspa Perwitasari/Antara Foto
Pengacara Lukas Enembe membantah temuan PPATK itu. Harga jam tangan yang dibeli di Dubai itu disebut tidak mencapai Rp 500 juta. Sementara untuk kasino, diakui bahwa Lukas Enembe pernah bermain di Singapura. Namun memakai uang pribadi.
ADVERTISEMENT
Dikutip dari Bumi Papua, 1001 media partner kumparan, Ketua Harian PB PON XX Papua yang juga Wakil Ketua DPRD Papua, Yunus Wonda, juga memprotes pernyataan Mahfud MD. Ia mengeklaim hingga saat ini belum ada pemeriksaan dana PON XX Papua.
Sehingga dia mempertanyakan komentar Mahfud MD yang menyebutkan terjadi indikasi penyimpangan anggaran PON XX Papua yang dituduhkan kepada Lukas Enembe.
“Bagaimana bisa terdapat indikasi penyelewengan dana PON, padahal penggunaan dana PON belum diperiksa. Untuk diketahui yang sudah dilakukan audit adalah APBD tahap 1 dan sudah selesai. Lalu, saat ini berlanjut pada audit tahap 2,” jelas Wonda dalam keterangan pers di Kantor DPR Papua, Selasa petang 20 September 2022.
Menurutnya sangat aneh, jika belum ada hasil pemeriksaan dan disebutkan ada penyelewengan. ”Artinya, hal ini bisa saja by design dan Jakarta telah membuat jerat lebih dulu,” katanya.
ADVERTISEMENT
Dirinya berharap Menkopolhukam tak membuat opini publik di tengah masyarakat Papua.