Berkedok Pakan Ikan, Obat Ilegal Dijual di e-Commerce

20 Desember 2022 12:18 WIB
ยท
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ditresnarkoba Polda DIY berhasil membongkar peredaran obat keras ilegal jaringan antar provinsi, Yogyakarta, Selasa (20/12/2022). Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ditresnarkoba Polda DIY berhasil membongkar peredaran obat keras ilegal jaringan antar provinsi, Yogyakarta, Selasa (20/12/2022). Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Peredaran obat keras ilegal melalui e-commerce jaringan Jakarta-Yogyakarta dibongkar satuan Ditresnarkoba Polda DIY. Wakil direktur satuan tersebut, AKBP Bakti Andriyono, menyebut kejahatan penyalahgunaan obat ini terorganisir dari pengedar sampai pengecer.
ADVERTISEMENT
"Barang bukti yang kita sita ini keseluruhan sebanyak 173.766 butir terdiri dari kurang lebih 94.766 Trihexyphenidyl, kemudian 4.000 butir Tramadol, kemudian 75.000 DMP Nova atau Dextro Metopan," kata Bakti saat konferensi pers di Polda DIY, Selasa (20/12).
Total ada lima tersangka yang telah ditangkap yaitu MN (27 tahun) asal Jepara; tiga orang asal Sleman yaitu IA (24), MH (19), dan MY (18); lalu MK (27) asal Pesisir Selatan, Sumatera Barat.
Jaringan ini terbongkar setelah polisi mendapat laporan masyarakat tentang pengiriman narkoba jenis obat keras di Gayamharjo, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Sleman.
Petugas lantas berkoordinasi dengan jasa pengiriman untuk melakukan controlled delivery. Pada 24 November sore, upaya itu membuahkan hasil. Seorang tersangka berinisial MN ditangkap saat menerima barang.
ADVERTISEMENT
"Dan disita sebanyak 4.050 butir Trihex dan 2 butir Aprazolam," katanya.
MN mengaku bahwa membeli barang secara online melalui e-commerce. Barang pil kemudian dijual kepada tersangka lain berinisial IA. Petugas lantas mengusut informasi tersebut dan menangkap IA di Gayamharjo, Prambanan, dan ditemukan 705 pil Trihexyphenidyl.
Kepada polisi, IA mengaku pil dijual kembali ke MH yang beralamat di Sumberharjo, Prambanan. Polisi berhasil menemukan 208 butir Trihexyphenidyl di rumah MH. Ternyata MH juga menjual barang lagi ke MY.
"Masih hari itu juga jam 20.10 WIB kita kembangkan lagi inisial MY kita peroleh sisa Trihex sebanyak tiga butir berikut empat butir obat Alprazolam atau psikotropika," katanya.
"Jadi ini dalam sehari kita tangkap empat orang ini ya kita gerak cepat kemudian setelah itu kita kita kembangkan dari kita pemeriksaan diperoleh informasi bahwa obat keras tersebut berasal dari Jakarta makanya kita bergerak di Jakarta," kata Bakti.
ADVERTISEMENT

Operasi di Jakarta

Tim bergerak ke Jakarta. Pada 5 Desember, tersangka berinisial MK berhasil ditangkap di Jakarta Timur. Di sana ditemukan barang bukti berupa 89.800 pil Trihexyphenidyl, 75 ribu pil DMP Nova, dan 4.000 pil Tramadol HCL. "Di rumahnya di Kampung Bojong Rangkong, Kelurahan Pondok Kopi, Duren Sawit, Jakarta Timur," katanya.
MK mengaku bahwa barang yang ada di rumahnya milik I dan R yang saat ini tengah diburu polisi. MK mengaku hanya bertugas untuk mengemas dan mengirim barang.
"Informasi inisial I dan R masih DPO ya ini sebagai pengelola akun dan penerima pesanan di e-commerce ya," katanya.
Kasubdit 1 Ditresnarkoba Polda DIY Kompol Jonathan David Harianthono mengatakan pelaku menyamarkan akun di e-commerce agar tak ketahuan. Mereka menggunakan gambar produk lain seperti pakan ikan.
ADVERTISEMENT
"Pada saat itu akunnya itu profil makanan ikan," kata Jonathan.
Polisi menduga ada kemungkinan barang-barang ilegal ini dipersiapkan untuk tahun baru. "Kemungkinan akan digunakan saat tahun baru, bisa jadi karena menjelang tahun baru kemungkinan dipesan barang-barang tersebut," katanya.
MK, salah seorang tersangka, kepada wartawan mengatakan sudah tiga bulan bekerja. Dia mengaku hanya diberi tahu untuk berdagang online. Bayarannya antara Rp 100 ribu hingga Rp 200 ribu per hari.
"Saya enggak tahu (yang dijual). Saya packing, mengantar terus ditangkap. Pas nganter," kata MK.
Kini kelima pelaku terancam Undang-Undang Kesehatan Pasal 196 Nomor 36 tahun 2009 dan Pasal 62 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika. Ancaman hukumannya 10 tahun penjara.