Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.102.2

ADVERTISEMENT
Yogyakarta, sebagai salah satu ikon kota wisata Indonesia, tak bisa lepas dari maraknya sampah visual. Sampah itu mengganggu pemandangan kota. Keresahan ini menjadi alasan berdirinya komunitas Garuk Sampah di Yogyakarta.
ADVERTISEMENT
Awalnya, organisasi ini tercetus dari kumpulan anggota komunitas pesepeda di Yogyakarta. Aksi ini diinisiasi oleh Willy Pambudi pada 2014, seorang perantau dari Blora, Jateng. Awalnya, komunitas ini fokus untuk membersihkan semua jenis sampah.
"Sebetulnya, awal kegiatan hanya sampah umum, sisa makanan, puntung rokok, dibuka untuk umum pada 2015. Terus sampah visual baru mulai 2016, tepatnya 21 Februari," ujar Koordinator Garuk Sampah, Bekti Maulana (23) kepada kumparan, Selasa (16/6).
Bekti mengatakan, sudah ratusan orang tergabung dalam komunitas tersebut. Untuk ikut dalam aksi tersebut tidak ada persyaratan khusus. Tinggal menuju lokasi kegiatan sesuai dengan informasi yang ada di media sosial Garuk Sampah.
"Panitia tim inti sekarang berjumlah 5 orang, ada admin, ada koordinator, ada yang jadi admin website, ada yang merangkap juga," kata Bekti.
ADVERTISEMENT
Bekti menambahkan, ada kategori tertentu sampah tersebut bersihkan oleh timnya. Di antaranya adalah sampah visual (iklan) itu kontennya tidak sesuai dengan peraturan seperti mengandung SARA , tidak membayar pajak, dan masa berlakunya iklan sudah habis.
"Terpasang tidak pada tempatnya seperti tiang listrik, rambu-rambu, pepohonan," ujar Bekti.
Sementara itu, untuk iklan kampanye politik, tambah Bekti, ia berkoordinasi dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU) setempat. Ia tidak langsung menurunkannya.
Meski niatnya baik, terkadang komunitas Garuk Sampah harus berhadapan dengan pemasang iklan. Hingga kemudian terjadi perdebatan.
"Ada argumen kadang enggak sedikit tidak terima dengan pemasang iklan. Merusak milik mereka, padahal mereka merusak kota," kenangnya.
Sementara itu, di tengah pandemi COVID-19, Garuk Sampah membatasi jumlah relawan untuk bersih-bersih sampah visual. Hanya 10 relawan yang diizinkan untuk bergabung dalam sekali kegiatan.
ADVERTISEMENT
"Itu pun harus seleksi hanya orang terdekat, yang tahu lalu-lalangnya di mana saja, dan ngapain aja, terus harus bermasker, cuci tangan dan sebagainya," pungkas Bekti.
(Simak panduan lengkap corona di Pusat Informasi Corona)
Yuk! bantu donasi atasi dampak corona.