Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.102.2
Berkunjung ke Rumah AIRA, Rumah Aman bagi Anak Penyintas HIV/AIDS di Semarang
24 April 2025 14:44 WIB
ยท
waktu baca 3 menit
ADVERTISEMENT
Sepintas tidak ada yang berbeda dari rumah bercat warna abu-abu itu dengan rumah-rumah lain di Kampung Tandang, Kecamatan Tembalang, Kota Semarang.
ADVERTISEMENT
Namun ternyata bangunan dua lantai itu merupakan rumah aman anak-anak yang menjadi penyintas Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) atau mereka yang terinfeksi virus HIV/AIDS. Rumah itu dikenal sebagai rumah AIRA atau akronim dari Anak Itu Rahmat Allah.
Saat kumparan berkunjung, salah satu anak penyintas berusia berusia 5 tahunan tampak sibuk bermain, dengan dua temannya. Ketiganya bernyanyi dan tertawa bersama-sama. Bocah perempuan terlihat sehat sama seperti kedua teman bermainnya. Namun ternyata di umur yang sekecil itu bocah perempuan itu sedang berperang melawan virus HIV/AIDS.
Adalah Maria Magdalena Endang Sri Lestari alias Mama Lena, perempuan berhati malaikat yang mencetuskan rumah bertabur kasih sayang itu. Wanita berusia 50 tahun itu mencurahkan hidupnya untuk merawat dan menyayangi puluhan anak pengidap HIV/AIDS.
ADVERTISEMENT
"Anak kami total semuanya dari Semarang, Jepara, Tegal, itu berjumlah 54. Untuk ODHA dewasa kurang lebih 15 orang. Kalau saya merawat biasanya satu paket, misal ibunya terstigma dan terdiskriminasi, anaknya juga dibawa," ujar Lena, Kamis (24/4).
Lena sebetulnya tidak pernah menyangka akan terjun dalam dunia ini, sebelum akhirnya ia bertemu dengan seorang relawan bernama Anita. Dari Anita ia banyak mengetahui kehidupan para penyintas yang kerap mendapat diskriminasi.
"Saya awalnya seorang guru senam, event organizer (EO) dan staf administrasi keuangan di rumah sakit swasta di Kota Semarang. Pikiran saya berubah sejak bertemu seorang relawan Bu Anita. Dia yang mengenalkan saya dunia HIV, anak-anak dengan HIV dan korban HIV," jelas dia.
ADVERTISEMENT
Kepeduliannya kepada para penyintas ODHA itu semakin kuat saat ia mengunjungi Panti Asuhan Rumah Lentera Kota Solo. Ia tak ingin anak-anak penyintas HIV/AIDS tidak diskriminasi dan dikucilkan.
"Saya selalu sedih melihat kondisi anak-anak di Lentera Solo. Di satu waktu, saya bilang sama Tuhan. Kalau memang Tuhan mengutus saya untuk merawat anak ini, bantu aku, kuatkan aku, sehatkan aku, dan lancarkan rezekiku," kata ibu tiga anak itu.
Ia dan Anita akhirnya memutuskan untuk menyewa sebuah rumah dan mendirikan tempat aman bagi para penyintas ODHA pada tahun 2015. Namun, niat baik mereka sempat mendapat banyak penolakan dari masyarakat yang takut tertular.
"Ya pernah beberapa kali mendapat penolakan dari masyarakat, mereka khawatir anak-anak tersebut bisa menularkan. Tapi kami gencar melakukan sosialisasi untuk meyakinkan masyarakat," imbuh Lena.
ADVERTISEMENT
Anak penyintas HIV/AIDS meninggal di pangkuan
Suka dan duka ia rasakan selama merawat bocah-bocah penyintas itu. Salah satu momen yang paling menyedihkan saat dirinya harus merelakan seorang anak meninggal di pangkuannya saat Hari AIDS Sedunia pada 1 Desember 2015.
"Setelah kematian A, kemudian disusul keempat temannya berturut-turut meninggal dunia pada tahun 2015. Saya sedih banget, dari situ saya berjanji untuk merawat anak-anak penyintas HIV/AIDS. Termasuk bayi yang tidak memiliki orang tua," ujar Lena.
Selain mengedukasi serta pemberian obat antiretroviral (ARV) untuk anak penyintas HIV/AIDS. Mama Lena juga mendorong mereka untuk berdaya, penyintas yang sudah dewas diberikan kursus akan mereka bisa mandiri.
"Saya hanya ingin memperjuangkan hak penyintas anak dan perempuan dengan HIV/AIDS yang seharusnya masyarakat mencintai mereka. Ikut berbagi dengan mereka, karena anak-anak ini nggak berdosa. Saya akan terus ada untuk mereka," kata Lena bertekad.
ADVERTISEMENT