Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Berkunjung ke Rumah Orang Utan Tapanuli, Primata Paling Terancam Punah
17 Desember 2018 10:40 WIB
Diperbarui 15 Maret 2019 3:52 WIB
ADVERTISEMENT
Lebat, terjal, dan basah. Itulah karakteristik hutan Batang Toru atau yang kerap disebut Harangan Tapanuli oleh masyarakat Batak. Hutan seluas sekitar 150.000 hektar yang terbagi dalam 3 blok ini menjadi habitat bagi sejumlah satwa dan tumbuhan langka. Hutan ini terletak di 3 kabupaten di Sumatera Utara yakni Tapanuli Utara, Tapanuli Tengah, dan Tapanuli Selatan.
ADVERTISEMENT
Salah satu satwa paling langka yang hanya terdapat di hutan Batang Toru adalah Orang Utan Tapanuli atau Pongo Tapanuliensis. Orang Utan ini belum lama diidentifikasi sebagai spesies baru yang secara genetik lebih dekat dengan Orang Utan Kalimantan daripada Sumatera.
Sayangnya kini jumlah Orang Utan Tapanuli hanya sekitar 800 ekor dan hanya ada (endemik) di hutan Batang Toru. Menurut International Union for Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN), orang utan ini adalah jenis kera besar yang paling terancam punah di dunia, bahkan melebihi Gorilla Gunung di Afrika.
Sebagian besar Orang Utan Tapanuli hidup di ketinggian di atas 850 mdpl (meter di atas permukaan laut). Menurut Koordinator Riset Camp Mayang Yayasan Ekosistem Lestari/Sumatran Orang Utan Conservation Programme (YEL/SOCP), Sheila Kharismadewi Silitonga, orang utan ini sangat jarang turun ke tanah. Biasanya mereka berlompatan dari satu batang pohon ke batang lainnya di ketinggian 10-30 meter.
ADVERTISEMENT
"Paling dekat di ketinggian 5 meter dan itu pun jarang," kata Sheila di hutan Batang Toru, Selasa (4/12) lalu.
Sheila yang sudah 8 bulan berada di Camp Mayang (stasiun penelitian milik YEL/SOCP di hutan Batang Toru), mengaku sudah familiar dengan beberapa Orang Utan Tapanuli. Meski demikian orang utan-orang utan itu tetap liar dan tidak jinak dengan manusia, termasuk para peneliti yang kerap mereka jumpai.
Sheila menyebut paling lama ia dan timnya mengikuti orang utan selama 10 hari dari sarang ke sarang. Mereka juga kerap kehilangan jejak orang utan mengingat medan hutan Batang Toru terjal dan curam.
"Kita tidak ingin mengikuti mereka terlalu lama karena ingin mereka tetap liar tetapi tetap bisa kita monitor," ujarnya.
Perempuan alumni Biologi IPB ini menyebut, Orang Utan Tapanuli biasanya melahirkan anak saat usia 15 tahun. Orang Utan betina selalu menemani anaknya hingga usianya 8-10 tahun. Setelah itu mereka baru melepas anaknya dan mulai bereproduksi lagi.
ADVERTISEMENT
Itulah mengapa perkembangbiakan Orang Utan Tapanuli sangat lambat meski mereka mampu hidup 50-60 tahun.
Biasanya Orang Utan Tapanuli makan daun, buah, biji-bijian, hingga ulat. Mereka tergolong sosial-individualis namun terkadang bisa berkumpul di satu pohon untuk makan bersama.
Salah satu momen yang pernah tertangkap kamera YEL/SOCP adalah saat para orang utan memanen ulat di salah satu pohon dekat Camp Mayang. Mereka bisa berkumpul hingga 20 ekor di beberapa pohon yang berdekatan untuk berpesta ulat.
Saat kumparan bersama tim dari Hutan Itu Indonesia (HII) menjelajah hutan Batang Toru pada 3-6 Desember 2018, kami sempat melihat beberapa sarang Orang Utan yang tergolong masih baru. Tingginya sekitar 15 meter dan berada di pohon hoting (jenis pohon kayu di hutan Batang Toru).
ADVERTISEMENT
Kami juga menjumpai buah-buahan bekas gigitan Orang Utan Tapanuli yang berserakan di tanah dan getahnya masih basah. Sayang setelah ditunggu hingga sekitar 20 menit, primata eksotis itu tak juga menampakkan batang hidungnya.
Meski menurut buku berjudul 'Batang Toru' karya tim YEL/SOCPP, Orang Utan Tapanuli tak melulu tidur di sarang. Khususnya orang utan jantan, mereka terkadang tidur di batang pohon, terutama saat siang hari.
Sheila menyebut, Orang Utan Tapanuli diprediksi sebagai nenek moyang orang utan di Indonesia, termasuk Orang Utan Kalimantan. Ada beberapa ciri khusus Orang Utan Tapanuli sehingga spesiesnya dibedakan dengan jenis lain, yakni:
1. Tengkorak dan rahang yang lebih halus dari Orang Utan Kalimantan dan Sumatera,
2. Bulunya lebih tebal dan keriting,
ADVERTISEMENT
3. Orang Utan Tapanuli jantan berkumis dan jenggot yang menonjol dengan bantalan pipi berbentuk datar dipenuhi rambut halus berwarna pirang,
4. Gigi gerahamnya berbeda dengan fosil orang utan (berasal dari zaman Pleistosen akhir),
5. Panggilan jarak jauh (long call) jantan dewasa berbeda dengan panggilan jantan orang utan Kalimantan dan Sumatera,
6. Memakan jenis tumbuhan yang belum pernah tercatat sebagai jenis pakan termasuk biji Aturmangan, buah/bunga Sampinur Tali, dan Agatis.
Di wawancara terpisah, manager YEL/SOCP Batang Toru, Burhanuddin, menyebut sekitar 85 persen kawasan Batang Toru berstatus hutan lindung. Sayangnya areal hutan terpenting dengan populasi Orang Utan Tapanuli tertinggi hanya berstatus Areal Penggunaan Lain (APL) sehingga tidak dapat perlindungan dari pemerintah.
ADVERTISEMENT
Untungnya sebagian besar areal ini sangat terjal dan tidak sesuai untuk pengembangan pertanian dan perkebunan.
"Tetapi masih ada potensi ancaman terhadap habitatnya dari proyek pembangunan seperti PLTA, geothermal dan pertambangan, serta perambahan," tutur Burhanuddin yang kerap disapa Aan ini.