Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
Bermacet-macet Dahulu, Berlengang-lengang Kemudian
7 April 2017 11:11 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:18 WIB
ADVERTISEMENT
Riko (20) mengeluhkan proses pembangunan underpass Mampang Prapatan-Kuningan yang menambah macet jalan yang ia lalui setiap kali ke kantor. Kepada kumparan (kumparan.com), Kamis (6/4), Riko mengaku setiap hari ia pulang-pergi dari Bogor ke Jakarta Selatan untuk bekerja.
ADVERTISEMENT
Sebelum adanya “gangguan jalan” berupa pembangunan underpass itu, Riko menyebut dirinya masih bisa mencapai kantor dari rumahnya di daerah Citayam selama satu setengah jam. Namun semenjak adanya pembangunan underpass itu, waktu tempuhnya bisa bertambah setengah hingga satu jam.
“Kalau macet begini sih, bisa jadi dua jam-an,” kata Riko. “Paling parah dua jam setengah sih,” imbuh pengendara sepeda motor itu.
Pada Kamis (6/4) tim kumparan melakukan uji coba melalui Jalan MT Haryono yang sebagian ruasnya sedang dipakai untuk proyek pembangunan Light Rail Transit (LRT). Mobil tim kumparan melaju dari Kantor BNN, Cawang pukul 13.30 siang.
Melalui jalur macet tersebut, jarak tempuh dari Gedung BNN hingga patung pancoran yang hanya 3,2 km harus ditempuh dengan waktu 1 jam 50 menit. Butuh waktu hampir 2 jam dengan kecepatan 0-5 km/jam menerabas macet di jalan tersebut.
ADVERTISEMENT
Underpass Mampang Prapatan-Kuningan dan LRT di Jalan MT Haryono hanyalah dua dari sekian banyak proyek yang sedang dibangun oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta untuk mengatasi kemacetan di ibu kota. Ironisnya, upaya mengatasi kemacetan ini telah menimbulkan kemacetan lebih dulu sebelum underpass dan LRT itu berhasil dibangun.
Selain underpass, Pemprov DKI Jakarta juga tengah mengerjakan proyek Mass Rapid Transit (MRT) dan pembangunan flyover di ibu kota. Titik-titik lokasi pembangunan itu juga menyebabkan kemacetan, misalnya di titik persimpangan Mampang Prapatan-Kuningan dan Jalan MT Haryono.
Sejauh ini, ada beberapa program yang dijalankan oleh Pemprov DKI Jakarta untuk mengatasi kemacetan ibu kota, yakni:
1. Pembangunan Flyover dan Underpass
Pada 2015 di DKI Jakarta ada 62 flyover dan 16 underpass. Saat ini DKI sedang melakukan pembangunan tiga flyover dan tiga underpass dengan anggaran Rp 700 miliar. Keenam flyover dan underpass itu adalah flyover Cipinang Lontar, flyover Pancoran, flyover Bintaro, underpass Kartini, underpass Mampang-Kuningan, serta underpass Matraman.
ADVERTISEMENT
Masing-masing flyover maupun underpass memiliki lama pengerjaan yang berbeda. Flyover Pancoran dan underpass Mampang Prapatan-Kuningan misalnya ditargetkan rampung pada akhir 2017 ini.
2. Pembangunan MRT
Proyek Mass Rapid Transit (MRT) di Jakarta adalah proyek infrastruktur yang bertujuan untuk mengurangi kepadatan lalu lintas yang luar biasa di ibu kota. Pada saat ini, jalur Utara-Selatan dari proyek ini sedang dibangun, sementara jalur Timur-Barat sedang dipelajari.
MRT Jakarta diperkirakan menghabiskan biaya paling sedikit 1,7 miliar dolar Amerika Serikat, termasuk sistem listrik dan mekanis dan biaya dari gerbong-gerbong MRT. Pembangunan infrastruktur MRT Jakarta diharapkan bisa selesai sepenuhnya pada 2027.
3. Pembangunan LRT
Light Rail Transit yang disingkat LRT adalah sistem transportasi massal untuk menghubungkan Jakarta dengan kota-kota di sekitarnya seperti Bekasi dan Bogor. Proyek kereta ringan (Light Rail Transit/LRT) Jakarta-Bogor-Depok-Bekasi (Jabodebek) yang ditargetkan selesai pada 2019 ini membutuhkan dana hingga Rp 23 triliun.
ADVERTISEMENT
4. Penyediaan Bus Rapid Transit (Transjakarta)
Program angkutan ini telah dimulai sejak 2004. Sampai akhir 2015 telah ada 12 koridor busway dan 502 bus yang beroperasi. Berdasarkan data BPS Jakarta, selama 2015 ada 102,95 juta penumpang yang diangkut oleh armada bus milik pemerintah ini.
5. Sistem Ganjil Genap
Pembatasan kendaraan bermotor berdasarkan plat nomor ganjil-genap ini sudah diujicobakan sejak tanggal 27 Juli sampai dengan 26 Agustus 2016. Kebijakan ini akan diberlakukan tanggal 30 Agustus 2016. Kebijakan diterapkan Senin sampai Jumat, pukul 07.00 – 10.00 dan pukul 16.00 – 20.00, dan tidak berlaku pada Sabtu-Minggu dan libur nasional.
Mekanisme kebijakan ini yaitu kendaraan mobil pribadi dengan plat nomor belakang ganjil beroperasi di tanggal ganjil, dan nomor genap beroperasi di tanggal genap. Titik lokasi penerapan kebijakan ganjil-genap adalah di Jalan MH Thamrin, Jenderal Sudirman, dan Gatot Subroto, yang merupakan ruas jalan yang dulunya menjadi lokasi penerapan 3 in 1.
6. Pelarangan sepeda motor melalui kawasan jalan protokol
ADVERTISEMENT
Pelaksanaan kebijakan pelarangan sepeda motor melalui kawasan jalan protokol, yaitu jalan MH Thamrin mulai dari Bundaran Hotel Indonesia sampai Bundaran Air Mancur Monas dan Jalan Medan Merdeka Barat ini dilakukan sejak Desember 2014. Saat ini pelarangan itu berlaku sejak pukul 06.00 hingga 23.00 WIB.
Di samping mengadakan program-program di atas, Pemprov DKI Jakarta sebenarnya telah banyak terbantu oleh adanya fasilitas kereta rel listrik (KRL) Jabodetabek oleh PT KAI Commuter Jabodetabek (KCJ). Berdasarkan data dari PT KCJ, volume penumpang KRL Jabodetabek pada 2016 lalu adalah 280.586.407 orang dengan rata-rata penumpang pada hari kerja sebanyak 833.675 orang dan rata-rata penumpang pada hari libur sebanyak 613.093 orang.
Volume penumpang KRL Jabodetabek diperkirakan akan meningkat pada 2017 seiring dengan peningkatan jumlah layanan perjalanan. "Terhitung 1 April (2017), ada 898 perjalanan secara total, kurang lebih ada 12 perjalanan baru," ujar Direktur Utama PT KCJ Nurul Fadhila, saat menggelar jumpa pers di Stasiun Juanda, Jakarta, Kamis (30/3).
ADVERTISEMENT
Angka itu mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya. Pada 2016 lalu PT KCJ hanya mengoperasikan 886 perjalanan KRL per hari yang dilayani oleh 76 rangkaian (loop). Pada 2017 ini volume penumpang KRL Jabodetabek ditargetkan mencapai 292.340.798 orang.
MRT dan LRT diharapkan mampu mengangkut ratusan ribu orang per hari seperti KRL Jabodetabek. Pembangunan tersebut diharapkan dapat berdampak besar mengurangi kemacetan di Jakarta.
Namun melihat target waktu penyelesaian infrastruktur MRT dan LRT yang masih lama, apakah artinya warga Jakarta masih harus bermacet-macet terlebih dulu dalam beberapa tahun ke depan, sebelum akhirnya bisa berlengang-lengang kemudian?
Apakah menurutmu, warga Jakarta benar-benar bisa berlengang-lengang di jalanan ibu kota pada beberapa tahun ke depan?
(Diolah dari berbagai sumber)
ADVERTISEMENT