Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
ADVERTISEMENT
Massa antipemerintah di Hong Kong kembali berunjuk rasa, Minggu (11/8). Jika sebelumnya hanya menyerukan penghapusan RUU Ekstradisi, kali ini, mereka menuntut reformasi total dan penegakan demokrasi.
ADVERTISEMENT
Aksi ini untuk menindaklanjuti demonstrasi yang sempat pecah pada Sabtu (10/8) lalu. Mereka menganggap aparat telah bertindak represif saat menghalau massa, tak hanya menggunakan tembakan gas air mata semata.
Hari ini, aparat juga menangkap 16 pendemo di Hong Kong atas tuduhan kepemilikan senjata ilegal. Sepanjang Juni-Agustus, sudah ada 600 pendemo yang ditangkap.
Reuters melaporkan, Minggu sore, massa berpakaian hitam memadati aula kedatangan Bandara Hong Kong, seraya meneriakkan "Bebaskan Hong Kong, Revolusi Zaman Kami".
Di waktu yang bersamaan, massa juga menggelar long march di Sham Shui Po dan Victoria Park. Tak hanya orang dewasa, anak-anak juga ikut beraksi di tengah terik matahari, menuntut aparat dan pemerintah mendengarkan permohonan mereka.
ADVERTISEMENT
Jason Liu, 29, salah satu pendemo, mengaku amarahnya tersulut lantaran melihat sikap polisi yang bertindak seperti memusuhi daripada melindungi warga Hong Kong. "Tapi target utama kita jelas pemerintah. Mereka tidak menanggapi permintaan kita," tuturnya.
Saat ini, RUU Ekstradisi sedang ditangguhkan. Namun, warga protes karena ingin RUU tersebut dihapus seluruhnya.
Mereka khawatir RUU Ekstradisi hanya akan menguntungkan China. Mereka memastikan Hong Kong adalah negara otonom yang memiliki kebijakan negara sendiri.
Jika RUU ini digulirkan, massa meyakini RUU tersebut akan digunakan pemerintah China untuk mengincar musuh-musuh politik mereka di Hong Kong. Mereka juga tidak percaya dengan sistem pengadilan China yang disebut sejumlah lembaga HAM internasional kerap melakukan pelanggaran hak asasi terhadap tahanan, termasuk penyiksaan, pengakuan paksa, hingga ketiadaan akses pengacara.
ADVERTISEMENT
Live Update
Pada 5 November 2024, jutaan warga Amerika Serikat memberikan suara mereka untuk memilih presiden selanjutnya. Tahun ini, capres dari partai Demokrat, Kamala Harris bersaing dengan capres partai Republik Donald Trump untuk memenangkan Gedung Putih.
Updated 5 November 2024, 21:56 WIB
Aktifkan Notifikasi Breaking News Ini