Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.92.0
Bertamu ke Masjid Fajrul Islam, Warisan Dai Sejuta Umat Zainuddin MZ
16 September 2024 19:33 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
Lantunan ceramah khas almarhum KH Zainuddin MZ terus mengalun kala kumparan menyambangi masjid yang menjadi peninggalan sang 'Dai Sejuta Umat', Masjid Jami' Fajrul Islam, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin (16/9).
ADVERTISEMENT
Masjid ini persis berada di depan rumah sang kiai. Masjid berlantai dua itu tampak megah, berdiri kokoh dengan cat warna krem terang.
Masjid itu juga dikenal sebagai masjid KH Zainuddin MZ. Selain dibangun oleh sang dai kondang, di sisi samping bagian belakang masjid tersebut juga terdapat makam KH Zainuddin MZ.
Makamnya tampak rapi dan terawat. Di samping kanan makam KH Zainuddin MZ, ada makam sang istri. Saat kumparan berada di dekat makam, wangi bunga menyeruak dari kedua makam itu.
Selepas salat Magrib, doa-doa dari jemaah masjid silih berganti datang. Mereka berziarah mendoakan sang kiai bersama istri. Sepertinya, doa mereka sama: disatukan di dunia, dipertemukan di akhirat.
Saat kumparan tiba, tampak sejumlah pengurus masjid sedang bersiap menggelar peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW.
ADVERTISEMENT
Di sela-sela persiapan itu, salah satu putra KH Zainuddin MZ, Lutfie Eman Faluty, berbagi cerita seputar pendirian masjid yang menjadi satu-satunya warisan sang ayah.
Berdiri di atas Tempat Pembuangan Sampah
Awalnya, kata Lutfie, lokasi masjid tersebut berdiri merupakan tempat sampah. Sang ayah pun merasa gelisah. Sebab, pemandangan itu mengganggu dan membuatnya menjadi tak nyaman.
Saat itu, keluarga KH Zainuddin MZ baru saja pindah ke lokasi tersebut. Kurang lebih 3 tahun setelahnya, keinginan untuk mendirikan masjid pun terwujud.
Setelah kurang lebih 10 tahun tinggal di sana, KH Zainuddin MZ pun merenovasi rumahnya yang berada di seberang masjid. Namun kemudian, kata Lutfi, sang Ayah gamang melihat pemandangan ada masjid yang tak lebih bagus dari rumahnya.
"Di situ Beliau mungkin agak gelisah, enggak merasa nyaman lah, 'kok rumah gue lebih bagus daripada masjid di depan rumahnya'. Akhirnya kita berembuk sekeluarga, anak-anaknya," ujar Lutfie saat ditemui kumparan di lokasi, Senin (16/9).
ADVERTISEMENT
Tak hanya renovasi, masjid itu bahkan dibongkar dan dibangun ulang. Keinginan itu terealisasi pada tahun 2006.
Pembangunan ulang itu juga didasari posisi kiblat masjid yang salah. Hal itu disadari saat beberapa rekan KH Zainuddin MZ berkunjung ke masjid tersebut.
"Jadi akhirnya pas ada kesempatan, ada keluangan rezeki, ada teman-teman juga ngebantu kami untuk membangun kembali masjid dengan posisi yang harus lebih bagus daripada rumahnya gitu kan. Dari tahun 1995, jadi mulai terealisasi itu ya di tahun 2006," ungkap dia.
Lutfie bercerita, mestinya posisi kiblat masjid itu dalam kondisi sedikit miring, alih-alih lurus sejajar dengan arah jalan di depan masjid.
Pembangunan baru pun mulai dilakukan hingga akhirnya selesai sekitar tahun 2009, atau dua tahun sebelum sang kiai wafat.
ADVERTISEMENT
Nama yang dipilih untuk masjid ini juga ditentukan oleh KH Zainuddin MZ. Lutfie menyebut, nama Fajrul Islam sendiri berarti Cahaya Islam.
Sejak KH Zainuddin MZ wafat, Lutfie menuturkan tak ada pesan khusus dari sang ayah. Hal terpenting adalah merawat masjid agar terus bermanfaat bagi umat.
"Kita ini anak-anak Beliau bukan ditinggalkan warisan berupa perusahaan. Bukan berupa suatu yang menghasilkan uang. Tapi bagaimana kita ini untuk merawat masjid ini gitu," tuturnya.
"Supaya masjid ini bisa berjalan terus. Karena kan memang enggak mudah. Bener kata Ayah dulu bilang, 'ngebangun itu lebih gampang daripada merawatnya'," sambung dia.
Kini, masjid tersebut terus jadi tempat menyebar dakwah Islam dan menebar kebermanfaatan bagi umat. Bagi Lutfie, masjid ini menjadi satu-satunya warisan dari sang ayah yang harus dijaga dan dirawatnya untuk kepentingan umat.
ADVERTISEMENT