Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Pagi itu mengerikan buat Reza. Ia bangun tidur dan menemukan ular gadung berwarna hijau pekat di sampingnya, pada sisi yang biasa ditempati istrinya. Reza terbelalak, jantungnya berdegup: mengapa alih-alih istrinya, ada ular merayap di kasur. Sialan betul.
Reza panik. Ia tak pernah membayangkan tidur bersama ular. Reza mencoba menggeser badannya perlahan ke kanan dan ke kiri. Ular itu mengikuti pergerakannya, seolah memberi sinyal bahwa ia siap menerkam bila Reza bergerak lebih cepat.
Reza yang sudah sangat gentar akhirnya memutuskan untuk mengakhiri “permainan” geser-menggeser tubuh dengan si ular. Ia nekat mengambil manuver: lompat dari tempat tidurnya! Benar saja, si ular gadung ikut melompat—yang untungnya, ke arah berlawanan.
Tak membuang waktu, Reza segera menyemprot baygon ke arah ular sepanjang 90 sentimeter itu. Namun, ular itu tak lantas kesakitan atau lemas. Justru Reza yang jadi batuk-batuk akibat menghirup gas dari tabung baygon yang ia semprotkan.
Sesaat kemudian, barulah Reza sadar bahwa ular adalah reptil, bukan serangga yang mungkin bakal tumpas dalam sekejap bila bertemu gas baygon. Reza pun mencari cara lain.
Ia mengambil sapu yang dibalut kain pel dari dapur, lalu menjepitkannya ke kepala ular gadung yang sudah turun ke lantai. Kepala ular itu runcing seperti anak panah. Matanya agak besar dengan pupil mendatar, seolah-olah sedang memejamkan mata. Ekornya panjang untuk membelit ranting—atau manusia.
Tapi Reza tak mau dibelit ular itu. Berbekal kain pel yang dililitkan di sapu, ia membekap kepala ular itu, dan akhirnya berhasil membawa si ular keluar rumah.
Reza bingung: dari mana ular itu bisa masuk ke rumahnya, bahkan naik ke kasurnya?
Padahal, ia saban malam rutin memeriksa sebagian ruangan rumah dan kamarnya untuk berjaga-jaga kalau-kalau ada hewan liar masuk. Maklum, ada kebun kosong tepat di belakang perumahannya. Reza tinggal di Camila Residence, Tangerang Selatan.
Kejadian ular masuk rumah itu berlangsung dua tahun lalu. Ketika itu, dapur rumah Reza memang belum sepenuhnya tertutup, hanya disekat terali dan kawat. Reza menduga ular itu loncat melalui pohon belakang rumah. Kebetulan—untungnya—saat itu istrinya sedang tak di rumah, tapi di Bandung.
Dan rumah Reza sebenarnya bukan satu-satunya rumah yang kemasukan ular. Menurut lelaki 32 tahun itu, tetangganya pun beberapa kali kemasukan ular kobra. Saat itu, bisa ular kobra menciprati celana tetangganya. Warga kompleksnya pun panik.
Tak ada waktu untuk menelepon petugas pemadam kebakaran—yang memang tak hanya dipanggil warga karena urusan kebakaran semata. Daripada kobra memangsa, warga langsung berpikir: bunuh. Itu pilihan paling masuk akal bagi mereka yang kalang kabut.
“Tiga kali ada kobra di rumah teman gua. Ditebas semua,” kata Reza.
Bukan cuma kompleks Reza yang kerap disambangi ular, tapi juga perumahan Serenia Hills di Lebak Bulus, Jakarta Selatan. Kawasan yang dijaga ketat itu memang berkonsep alami—banyak pepohonan, sungai, dan ditumbuhi segala jenis tanaman.
Saat Aditya Sena tinggal di Serenia Hills, ada ular sanca masuk ke garasi rumahnya pukul 02.00 pagi. Adit tak bakal tahu kalau anjingnya tak memberi “kode” bahwa mereka kedatangan “tamu asing”.
“Anjing jadi berisik. Menggonggong terus,” kata Adit.
Begitu tahu keributan itu karena ular, Adit segera memanggil petugas sekuriti untuk mengambil ular itu. Sanca tersebut lalu dijepit dengan tongkat khusus dan dimasukkan ke dalam kardus.
Menangkap ular dengan tongkat penjepit memang lebih aman, karena kita jadi bisa mengira-ngira tekanan yang muncul dari si ular yang kepalanya terjepit.
Namun, saat ular sudah pergi, sebagian tetangga Adit malah menghubung-hubungkan kedatangan ular itu dengan mitos bahwa ular masuk rumah menjadi pertanda penghuninya akan segera pindah.
Lucunya, Adit memang selalu pindah tempat tinggal setelah ada ular masuk ke rumahnya. Sudah empat kali ia tinggal di area berbeda—Puri Indah, Rempoa, Tebet, dan Lebak Bulus.
“Jadi kayak nyambung sama mitos,” ucap pria 40 tahun itu.
Cerita soal ular juga datang dari Robbi. Suatu hari, saat sedang berjalan kaki di sekitar kompleksnya di Duren Mekar, Depok, ia melihat kobra kecil di depan pintu terali rumah Adi, tetangganya. Ular itu seperti tengah berusaha masuk ke rumah Adi.
Kebetulan di rumah itu hanya ada istri Adi. Robbi pun memberitahunya bahwa ada ular kobra di depan pintu. Ia berniat membantu meski gentar. Robbi menyembunyikan ketakutannya dan memukul kepala kobra itu dengan balok kayu, memanfaatkan pergerakan kobra yang lambat karena berada di lantai yang licin.
Kepala kobra itu terlihat melengkung membentuk mangkok, membuat Robbi yakin ular bersisik hitam itu adalah jenis kobra jawa. Setelahnya, jika melihat kobra masuk ke rumah-rumah warga, Robbi selalu mengincar kepalanya dan menghajarnya sampai mati.
Tak semua kobra mudah ditaklukkan. Beberapa bulan lalu, ular kobra sepanjang 1,5 meter masuk ke rumah tetangganya yang lain. Saking besarnya, kobra tersebut dikepung lima orang, termasuk Robbi yang berperan sebagai eksekutor.
“Ular ini bikin lebih panik. Kepalanya digetok buru-buru, sempat pakai linggis,” ujar Robbi.
Perumahan tempat tinggal Robbi memang tak jauh dengan kebun dan selokan. Kobra yang datang tak pelak menjadi ancaman bagi warga yang memiliki anak kecil. Kalau sudah panik dan ketakutan, warga tak sempat lagi menghubungi damkar atau petugas sekuriti. Ular dikeroyok beramai-ramai.
Sebuah lembaga penanganan dan evakuasi ular, Sioux Ular Indonesia, kerap menyosialisasikan soal ular ini kepada masyarakat. Ketua Sioux Ular Indonesia, Aji Rachmat, menjelaskan bahwa kemunculan ular di perkotaan adalah akibat habitat mereka tergusur banyaknya pembangunan permukiman.
Menariknya, kata Aji, ular merupakan satwa liar yang pintar beradaptasi dan cenderung ingin menguasai kembali habitat lamanya. Oleh sebab itu, kemunculannya di permukiman penduduk adalah wajar.
Aji meminta warga untuk tak membunuh ular, sebab ular berperan penting dalam rantai makanan yang menyeimbangkan ekosistem.
“Kalau ularnya enggak ada, maka akan ada ledakan populasi (tikus yang biasa ia mangsa). Nah, ini berbahaya. Makanya ular harus selalu ada di lingkungan kita,” kata Aji.
Petugas Rescue Damkar Pasar Minggu, Dera, menjelaskan prosedur penyampaian laporan ketika menemukan ular di lingkungan rumah. Untuk warga Jakarta, bisa melapor melalui aplikasi Jaki atau bisa juga langsung mengunjungi kantor damkar terdekat.
Setelah itu, petugas damkar akan berupaya menjangkau lokasi secepat kilat. “Paling lama siap-siap itu 2 menit. Kami sampai ke lokasi maksimal 5 menit, sudah siap dengan APD dan peralatan,” ujar Dera.
Ada musim tertentu yang menjadi waktu favorit ular muncul di rumah-rumah warga. Kapankah itu? Dan mengapa?