Bharada E Jadi Justice Collaborator, Akankah Hukumannya Dikurangi?

16 Agustus 2022 10:08 WIB
ยท
waktu baca 3 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ajudan Irjen Pol. Ferdy Sambo, Bhayangkara Dua Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharada E berjalan memasuki ruangan saat tiba di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Selasa (26/7/2022). Foto: M Risyal Hidayat/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Ajudan Irjen Pol. Ferdy Sambo, Bhayangkara Dua Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharada E berjalan memasuki ruangan saat tiba di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Selasa (26/7/2022). Foto: M Risyal Hidayat/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menyetujui permohonan Bharada E alias Richard Eliezer sebagai Justice Collaborator (JC). Saat ini ia mendapat pengamanan khusus di Rutan Bareskrim Polri.
ADVERTISEMENT
Ada sejumlah keistimewaan yang akan diterima Bharada E setelah ditetapkan sebagai saksi pelaku yang bekerja sama dengan penegak hukum. Salah satunya adalah keringanan hukuman.
Untuk diketahui, Bharada E dijerat Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 dan 56 KUHP dengan ancaman penjara selama 15 tahun. Namun statusnya sebagai JC akan memperingan masa pidana tersebut.
Apabila dibandingkan dengan kasus-kasus yang pernah terjadi sebelumnya, khususnya untuk tersangka yang menjadi Justice Collaborator, maka aturan mengenai keringanan ancaman hukuman memang diatur di dalam UU.
Di Indonesia penghargaan bagi Justice Collaborator di atur dalam Pasal 10A UU Nomor 13 Tahun 2006 jo UU Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.
Yakni untuk memperoleh penghargaan berupa keringanan penjatuhan pidana, pihak LPSK memberikan rekomendasi secara tertulis kepada penuntut umum untuk dimuat dalam tuntutannya kepada hakim.
ADVERTISEMENT
Tersangka kasus korupsi adalah yang paling banyak mengajukan diri sebagai Justice Collaborator. Meski begitu, ada juga Justice Collaborator dari kasus-kasus pidana lainnya.
Berikut beberapa kasus di mana saksi tersangka dan terdakwa menawarkan diri menjadi JC dan mendapatkan keringanan hukuman:

Kasus Suap Pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia

Agus Condro Foto: ANTARA Foto
Agus Condro merupakan terdakwa yang mengajukan diri sebagai Justice Collaborator dalam pengungkapan kasus suap cek pelawat pemilihan deputi Gubernur Senior Bank Indonesia.
Ia memberikan pengakuan mengenai pembagian cek pelawat tersebut kepada penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Informasi yang diberikan Agus Condro memberikan bantuan besar dalam penyelidikan kasus suap tersebut. Dalam kasus ini, Agus Condro dihukum 1 tahun 3 bulan penjara.

Kasus Korupsi Proyek Wisma Atlet

Coverstory kumparan - Nazaruddin Bebas. Foto: Indra Fauzi/kumparan
Di kasus korupsi proyek Wisma Atlet Jakabaring, MRM alias Mindo Rossa Manullang, yang berstatus Justice Collaborator telah membongkar keterlibatan 4 orang terdakwa lainnya.
ADVERTISEMENT
Dalam tuntutannya, Rossa dianggap bersalah karena menyuap Sekretaris Menteri Pemuda dan Olahraga, Wafid Muharram. Suap dilakukan agar PT Duta Graha memenangi tender proyek Wisma Atlet dan Gedung Serbaguna di Kota Palembang.
Dari tuntutan 4 tahun penjara, Rossa hanya divonis 2 tahun 5 bulan penjara karena bekerja sama dengan KPK untuk mengungkap tersangka lainnya.

Kasus Korupsi E-KTP

Ilustrasi korupsi e-KTP. Foto: Muhammad Faisal Nu'man/kumparan
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dibantu 3 terdakwa yang mengajukan diri sebagai Justice Collaborator. Mereka adalah mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) Dirjen Dukcapil, Sugiharto, dan mantan Dirjen Dukcapil Kemendagri, Irman.
Namun tak ada keringanan hukuman terhadap dua terdakwa ini, kendati menjadi Justice Collaborator. Majelis Hakim Pengadilan Tipikor memvonis mereka masing-masing 5 dan 7 tahun penjara, setara dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum.
ADVERTISEMENT
Dalam pertimbangannya, majelis hakim menilai keduanya terbukti menyalahkan wewenang untuk memenangkan dan mengarahkan perusahaan tertentu sebagai pelaksana proyek pengadaan E-KTP.

Kasus Pengadaan dan Pemasangan SHS Dirjen Listrik dan SDM

Pabrik TMMIN mulai memanfaatkan energi hijau untuk memasok kebutuhan listrik. Foto: Dok. Istimewa
Kosasih Abbas merupakan Justice Collaborator di kasus pengadaan dan pemasangan Solar Home System (SHS) pada Direktorat Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral pada Tahun Anggaran 2007 dan Tahun Anggaran 2008. Kosasih menjadi terdakwa bersama Jacob Purnomo.
Dalam dakwaannya, Jacob diduga telah mengarahkan dan memerintahkan Kosasih membantu dan memenangkan perusahaan-perusahaan kenalannya dalam pengadaan dan pemasangan SHS tersebut yang merugikan negara Rp 144 miliar.
Jaksa Penuntut Umum menuntut Kosasih pidana penjara selama 4 tahun dan pidana denda Rp 250 juta serta pidana tambahan pembayaran uang pengganti Rp 2,3 Miliar subsidair 1 tahun penjara.
ADVERTISEMENT
Meski mengajukan diri sebagai JC, Kosasih tetap divonis 4 tahun penjara dan denda Rp 150 juta subsidair 3 bulan kurungan, serta membayar uang pengganti Rp 550 juta, subsidair 1 tahun penjara.