Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
BI Klaim Utang Luar Negeri Swasta Turun Akibat Lindung Nilai
7 Maret 2017 20:22 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:18 WIB
ADVERTISEMENT
Bank Indonesia (BI) memandang menurunnya utang luar negeri (ULN) swasta bukan semata-mata karena keengganan korporasi untuk berekspansi, namun juga karena faktor penerapan prinsip lindung nilai (hedging). Lindung nilai dilakukan untuk mengurangi risiko utang akibat fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.
ADVERTISEMENT
Kepala Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI, Dody Budi Waluyo mengatakan, implementasi Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 16/21/PBI/2014 tentang Prinsip Kehati-hatian dalam Pengelolaan ULN Korporasi Non Bank, menyebabkan pertumbuhan ULN swasta terus melambat dan turun sebesar 5,6 persen pada kuartal keempat 2016. Bahkan posisi ULN swasta juga turun dari 163,6 miliar dolar AS pada Desember 2014 menjadi 158,7 miliar dolar AS pada Desember 2016.
"Kami lakukan 2014, 2015, dan 2016, latar belakang paling utama PBI ini, konteks ULN swasta terus meningkat. Kalau lihat persoalan 1997-1998 salah satu risiko ULN tidak dikelola dengan baik karena persoalan global, likuiditas, harga dan overleverage (terlalu banyak utang) swasta," ujar Dody di Kantor BI, Thamrin, Jakarta, Selasa (7/3).
ADVERTISEMENT
Dalam beleid tersebut, BI mewajibakan hedging bagi korporasi non-bank minimum sebesar 25 persen dari ULN oleh bank dalam negeri yang berlaku mulai 1 Januari 2017. Selain itu, rasio likuiditas minimum sebesar 70 persen, dan peringkat utang minimum BB minus dari bank dalam negeri dan luar negeri.
"Kenapa wajib dari bank domestik tahun ini, tujuannya untuk pendalaman pasar dan efisiensi pasar,'' jelasnya.
Berdasarkan data BI hingga kuartal ketiga 2016, dari 2.700 perusahaan yang wajib hedging, terdapat 2.338 atau 83,6 persen perusahaan yang jatuh tempo utangnya hingga 3 bulan ke depan telah melakukan hedging. Dan ada 2.527 perusahaan atau 93,6 persen yang jatuh tempo utangnya 3-6 bulan ke depan yang telah melakukan hedging.
ADVERTISEMENT
Rata-rata perusahaan yang belum melakukan hedging tersebut merupakan perusahaan kecil yang bergerak di sektor manufaktur.
"Hanya sisa 6 persen yang belum hedging untuk kewajiban 3-6 bulan, antara 0-3 bulan yang belum 11,4 persen dari jumlah pelapornya 2.700 korporasi. Yang belum itu perusahaan kecil sektornya manufaktur," pungkas Dody.