Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.96.0
Bintara Polri Dikeluarkan dari Pendidikan: Ngadu ke Komisi III, Ngaku Dianiaya
6 Februari 2025 10:51 WIB
ยท
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
Siswa Bintara di SPN Polda Jabar bernama Valyano Boni Raphael dikeluarkan dari pendidikan pada 3 Desember 2024. Mirisnya, surat pemberhentian itu dikeluarkan H-6 sebelum ia dilantik jadi anggota Polri.
ADVERTISEMENT
Kasus ini dilaporkan oleh orang tua Valyano ke Komisi III DPR, Kamis (6/2) pagi. Dalam kegiatan ini, Kepala SPN Polda Jabar Kombes Dede Yudy Ferdiansah, ibu Valyano dan Valyano hadir.
"Kenapa anak kami dikeluarkan dan tidak dilantik 6 hari sebelum pelantikan di mana sudah mengikuti semua pendidikan sekolah dari awal sampai akhir, hanya 6 hari sebelum pelantikan," kata ibu Valyano.
Dede membeberkan inti mengapa Valyano dikeluarkan dari SPN Polda Jabar. Hasil laporan, Valyano dikeluarkan karena banyak tidak mengikuti jam pelajaran atau pendidikan sebagai standar minimal.
"Yang bersangkutan tidak mengikuti pelajaran kelas sebanyak 132 jam pelajaran 12% dan perjalanan lapangan sebanyak 100 JP 8%. Sehingga keseluruhan 223 JP atau 19,33%," kata Dede.
ADVERTISEMENT
"Dari aturan yang ada, melebihi 12%, 144 JP dari total 1200 JP," tambah dia.
Disebut Punya Masalah Kejiwaan
SPN Polda Jabar menuturkan, Valyano tidak ikut jam pelajaran karena menjalani pemeriksaan ke rumah sakit.
Selain itu, terungkap pada 2023, Valyano pernah menjadi siswa Kodilkat TNI AL namun keluar karena diindikasi ada penyakit kejiwaan yakni depresi.
"Dari hasil Kodiklat seba TNI AL yang bersangkutan pernah mengikuti pendidikan di Seba TNI AL gelombang 1 pada tahun 2023. Ini kami sampaikan ada surat dari Kodiklat Angkatan Laut bahwa adanya dikeluarkan kehilangan sebagai siswa, status sebagai siswa kembali ke masyarakat dan dikembalikan ke orang tua dengan alasan menderita sakit dan tidak mengikuti pelajaran selama 69 hari. Ketidakhadiran melebihi 10% dari jumlah seluruh jam pelajaran," jelas Dede.
ADVERTISEMENT
Ibu dari Valyano membenarkan jika anaknya sempat menjalani pendidikan TNI. Namun keluar karena depresi. Menurutnya, anaknya depresi ingin menjadi polisi bukan tentara.
"Depresi itu mohon maaf, keadaan seseorang bisa terjadi karena didukung banyak faktor. Kalau saya dikatakan anak saya depresi di SPN tidak mungkin karena itu cita-cita masuk polisi atas kehendak dia," ucap ibu korban.
Dianiaya Seniornya
Selain itu, Ibu Valyano mengatakan anaknya mendapat kekerasan dari seniornya. Ia pun heran mengapa ayah anaknya yang juga anggota Polri AKBP Bonifansius ditanyakan oleh siswa SPN.
"Yang memukul anak saya itu sempat berucap begini, kenapa kamu bawa Kabid Dokkes pada saat pemeriksaan di rumah sakit, anak saya bingung, lalu yang paling anak saya ingat adalah kamu anak AKBP Bonifasius ya?" ucap dia.
ADVERTISEMENT
"Anak saya bingung kenapa harus ada nama bapaknya disebut, itu yang jadi pertenyaan bagaimana bisa bawa nama ayahnya. Pada saat itu, setelah selesai dicambuk, kurang lebih dengan ritme berbeda, lidi itu digabung disabetkan dipunggungnya itu 100 kali," jelas ibu Valyano.
Wakil Ketua Komisi III Ahmad Sahroni yang memimpin rapat mengaku prihatin dengan kasus ini. Ia meminta agar pengeluaran Valyano dievaluasi.
"Pak Kepala SPN, rusak kalau kayak gini, ini bisa terjadi kepada orang lain, bapak bikin laporan aja kalau engga suka sama dia, ini engga bener, Pak rusak pak," kata Sahroni.
"Saya berharap Bapak Kepala SPN evaluasi di dalamnya, boleh lah untuk melakukan fisik sebagai anggota polisi, tentara, engga apa, tapi ada adab, sampai mana orang menerima kekerasan," tutur Sahroni.
ADVERTISEMENT