Birokrasi PSBB Berbelit, Doni Monardo Jadi Sosok Kunci

8 April 2020 14:26 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kepala Gugus Tugas Penanganan COVID-19, Doni Monardo. Foto: ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja
zoom-in-whitePerbesar
Kepala Gugus Tugas Penanganan COVID-19, Doni Monardo. Foto: ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja
ADVERTISEMENT
Birokrasi menjadi persoalan yang paling utama dalam pengajuan permohonan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) terkait penanganan virus corona. Pemerintah Daerah dibebankan sejumlah syarat untuk bisa ditetapkan PSBB di wilayahnya.
ADVERTISEMENT
Sebagaimana Pasal 4 dalam Peraturan Menteri Kesehatan, Pemda harus menyertakan tiga data, yakni:
a. peningkatan jumlah kasus menurut waktu;
b. penyebaran kasus menurut waktu; dan
c. kejadian transmisi lokal.
Bahkan, data itu harus disertai kurva epidemiologi, peta penyebaran menurut waktu, bahkan hasil penyelidikan epidemiologi yang menyebutkan telah terjadi penularan generasi kedua dan ketiga.
Bila data terpenuhi, Menkes Terawan pun perlu mempertimbangkan masukan Tim Khusus serta Ketua Gugus Tugas Penanganan COVID-19 dalam mengambil keputusan PSBB.
Kurangnya data itu membuat permohonan Gubernur Anies Baswedan kepada Menkes Terawan untuk penetapan PSBB di Jakarta diminta untuk revisi. Anies memang mengajukan surat pada tanggal 2 April 2020. Saat itu, PP PSBB sudah terbit, tapi Terawan masih menyusun Permenkes.
ADVERTISEMENT
Permenkes yang memuat syarat data itu baru terbit sehari setelah Anies bersurat. Terawan pun meminta Anies melengkapi syarat itu terlebih dulu. Meski, belakangan Terawan akhirnya menetapkan PSBB di Jakarta per tanggal 7 April 2020.
Perihal data yang harus disertakan Pemda itu dikritik karena justru menambah birokrasi. Sebab, Pemerintah Pusat dianggap seharusnya pun pegang data tersebut.
Bahkan, dalam lampiran Permenkes, ternyata Ketua Gugus Tugas Penanganan COVID-19 pun harus menyertakan data yang sama bila mengajukan PSBB di suatu daerah. Ketua Gugus Tugas yang dijabat Kepala BNPB Doni Monardo itu memang juga berwenang mengajukan PSBB.
Kesamaan syarat itu pun menegaskan bahwa Pemerintah Pusat atau dalam hal ini Gugus Tugas Penanganan COVID-19 mempunyai data yang sama. Menkes pun bahkan masuk dalam susunan Gugus Tugas tersebut dengan jabatan Wakil Ketua Pengarah.
Menteri Kesehatan RI Terawan Agus Putranto. Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
"Gugus tugas kan justru berada pada garda terdepan penanganan COVID-19 ini, baik di pusat maupun daerah. Jadi tentu mereka lebih dulu tahu tentang data tersebut," kata Ketua Pusat Studi Hukum Tata Negara FH Universitas Indonesia, Mustafa Fakhri, kepada wartawan, Selasa (8/4).
ADVERTISEMENT
Merujuk pada tata cara mekanisme permohonan, maka pengajuan PSBB oleh Doni Monardo akan lebih ringkas, dibanding pengajuan dari Pemda.
Bila Pemda mengajukan, maka harus disertakan syarat-syarat tertentu. Setelah diterima, permohonan akan dikaji oleh Tim yang dibentuk Menkes. Tim akan mengeluarkan rekomendasi paling lama sehari setelah permohonan diterima.
Namun, penetapan pun perlu memperhatikan pertimbangan Ketua Gugus Tugas. Total maksimal dua hari permohonan itu diproses.
Namun, proses itu dinilai akan lebih ringkas bila diajukan Ketua Gugus Tugas. Terlebih bila berkaca pada permohonan dari Jakarta yang sempat dikembalikan untuk diminta revisi.
Kepala Gugus Tugas Penanganan COVID-19), Doni Monardo. Foto: ANTARA FOTO/Nova Wahyudi
Anggota Komisi IX DPR, Saleh Daulay, pun menilai peran Doni Monardo kunci dalam permohonan penetapan PSBB yang lebih efektif.
"Proses penetapan status PSBB jauh lebih cepat jika diajukan oleh gugus tugas. Dengan demikian, diharapkan dapat mempercepat proses birokrasi dan administrasi yang diperlukan," kata Saleh.
ADVERTISEMENT
Saleh mengkritisi peraturan yang diteken Terawan itu sangat birokratis dan tidak efektif untuk mencegah penyebaran COVID-19. Kemenkes dan Gugus Tugas punya semua data dan syarat untuk menetapkan PSBB pada suatu daerah.
“Gugus tugas itu kan punya perwakilan di daerah. Koordinasi antara gugus tugas dan gugus tugas daerah diharapkan sudah berlangsung selama ini. Karena itu, pertimbangan gugus tugas daerah sudah cukup untuk dijadikan sebagai referensi dan rujukan,” terang politikus PAN asal Sumut itu.
Sementara menurut Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK), mekanisme akan lebih efektif bila Menkes Terawan yang langsung menetapkan PSBB di suatu wilayah. Tanpa harus menunggu pengajuan permohonan.
"Akan jauh lebih efektif apabila permohonan oleh Pemda dan Ketua Gugus tugas dihapus, jadi inisiatif awal penentuan wilayah yang akan diterapkan PSBB hadir dari Menkes," kata Direktur PSHK, Fajri Nursyamsi.
ADVERTISEMENT
Ia menambahkan, koordinasi dengan Pemda dilakukan untuk memastikan kesiapan pelaksanaan.
"Apabila siap langsung ditetapkan. Apabila tidak siap maka hal-hal yang belum siap itu disiapkan oleh Pemerintah Pusat," ujar dia.
Rumitnya birokrasi dalam penetapan ini pun disayangkan sejumlah pihak. Sebab, seharusnya pemerintah berpacu dengan waktu karena pasien virus corona yang terus bertambah setiap harinya.
"Ini sebenernya test of political will dari pemerintah," Mustafa.
Ia menyebut bahwa sebenarnya PSBB sudah lama diterapkan sejumlah Pemda di wilayah masing-masing. Sejumlah sekolah, tempat kerja, bahkan tempat ibadah sudah lama ditutup.
Namun kemudian, yang muncul ialah Permenkes dengan sejumlah persyaratan yang menyertainya.
"Sebenernya syarat ini kalau mau disebut merepotkan, bisa. Kalau dianggap persoalan mudah, juga bisa," kata Mustafa.
ADVERTISEMENT
***
kumparanDerma membuka campaign crowdfunding untuk bantu pencegahan penyebaran corona virus. Yuk, bantu donasi sekarang!