Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Bisakah Indonesia Jadi Penengah dalam Konflik Semenanjung Korea?
9 November 2024 17:23 WIB
·
waktu baca 4 menitADVERTISEMENT
Indonesia tengah mempertimbangkan langkah-langkah strategis untuk meredakan ketegangan di Semenanjung Korea yang semakin meningkat.
ADVERTISEMENT
Upaya ini selaras dengan prediksi dari mantan Koordinator Bilateral Desk Indonesia-Korea di Kementerian Luar Negeri, Ukky Puji Basuki, yang menyebut Menlu Sugiono dan Presiden Prabowo Subianto akan memainkan peran penting dalam membawa Korea Utara kembali ke meja dialog.
Ukky meyakini pemerintahan saat ini siap untuk mengeksplorasi diplomasi yang dapat menghidupkan hubungan dengan Korea Utara dan menjaga relasi dengan Korea Selatan.
Ia juga menilai Menlu Sugiono akan mengikuti arahan presiden dan tetap berpegang pada prinsip-prinsip bebas aktif.
“Kalau dilihat ada atau tidak, Menlu untuk mendekatkan Korut dan Korsel, dari bottom-up itu ada, dari sisi teknokrat, diplomat, selalu ingin kita kejar,” kata Ukky dalam diskusi yang diadakan oleh Indonesian Next Generation Journalist Network on Korea di Hotel Le Meridien, Jakarta Pusat, Jumat (8/11).
ADVERTISEMENT
“Pemerintahan kita masih awal, tapi ada keinginan untuk membangun kontribusi terhadap perdamaian di Semenanjung Korea,” tambahnya.
Ketegangan di Semenanjung Korea telah memuncak dalam beberapa bulan terakhir.
Eskalasi meningkat usai munculnya laporan Korsel terkait kiriman balon berisi limbah dari Korut yang menyulut kebakaran, penerbangan drone Korsel ke Pyongyang, hingga pemutusan jalan dan rel kereta api perbatasan dua Korea.
Beberapa bulan ke belakang, Kim Jong-un juga kerap memamerkan dokumentasi kegiatannya saat mengunjungi pangkalan rudal dan senjata balistik hingga nuklir di Korut.
Di sisi lain, Korsel, Jepang, dan Amerika Serikat membalas ancaman Korut dan sekutunya, Rusia, dengan melakukan latihan gabungan militer bersama.
Ketegangan ini tak hanya mengancam hubungan antar-Korea, tapi juga menimbulkan risiko besar bagi stabilitas di kawasan Asia Timur hingga Tenggara.
ADVERTISEMENT
Peran ASEAN
Dalam kesempatan itu, Dekan sekaligus Profesor di Sekolah Pascasarjana Studi Internasional Universitas Nasional Seoul, Seong-ho Sheen, turut menjabarkan peran RI sebagai anggota ASEAN yang memiliki posisi netral dan memiliki kapasitas sebagai mediator potensial dalam situasi ini.
“ASEAN bisa menjadi wadah yang netral untuk meredakan konflik, sementara Indonesia juga bisa berperan untuk membuka jalur-jalur komunikasi melalui pendekatan bilateral dengan Korut,” katanya.
Ia menambahkan bahwa Korut adalah anggota Forum Regional ASEAN (ARF) sejak 2000, dan forum ini dapat menjadi sarana efektif untuk membawa Korut ke dalam dialog multilateral.
“Meskipun jalannya lambat, pendekatan ASEAN dan soft diplomacy bisa terus menambah sesuatu dalam upaya kita untuk menjaga stabilitas,” timpal Ukky.
Menurutnya pendekatan Indonesia tak hanya mengandalkan ASEAN sebagai wadah diplomasi regional, tetapi juga menegaskan pentingnya menjalin hubungan bilateral yang lebih erat dengan Korut.
ADVERTISEMENT
“Diplomasi ekonomi dan keterlibatan budaya adalah pintu masuk, tapi pada dasarnya kita ingin mendorong stabilitas regional melalui dialog terbuka,” ujar Ukky kepada media.
Kedekatan Indonesia-Korut
Saat ini, langkah konkret yang sedang dipertimbangkan Indonesia termasuk pembukaan kembali Kedutaan Besar Indonesia di Pyongyang, yang sempat dijajaki melalui kunjungan Wakil Menlu Korut pada September lalu.
Kandidat PhD di University of Manchester itu menyebut ini sebagai sinyal bahwa Indonesia masih dianggap “teman lama” oleh Korut. Peluang ini pun bisa digunakan untuk mempererat hubungan bilateral dalam bingkai perdamaian dan stabilitas kawasan.
Selain itu, Ukky menyarankan agar Indonesia dapat mengundang delegasi Korut pada peringatan ke-70 Konferensi Asia-Afrika di 2025.
Pendekatan ini merupakan bentuk dari soft diplomacy yang mengandalkan modal budaya dan hubungan historis yang kuat sejak era Presiden Soekarno dan Kim Il-sung pada 1961.
Di tengah gejolak geopolitik yang melibatkan banyak negara kuat, Indonesia berharap dapat memainkan peran strategis, bukan hanya sebagai anggota ASEAN, tetapi juga sebagai mediator global yang mampu menjembatani perbedaan.
ADVERTISEMENT
“Dunia internasional berjalan seperti pertemanan,” jelas Ukky.
“Indonesia tidak ingin ketegangan meningkat; posisi kita adalah menjembatani perdamaian dan stabilitas,” tegasnya.
Di bawah naungan Presiden Prabowo, menurutnya, Indonesia berpotensi menjadi pionir dalam diplomasi Semenanjung Korea, menjadikan Jakarta atau bahkan Ibu Kota Nusantara sebagai lokasi dialog internasional.
Hal itu dianggap sejalan dengan upaya diplomatik Indonesia untuk mempertahankan statusnya sebagai kekuatan menengah yang memiliki pengaruh di panggung internasional.