Bisnis Perikanan yang Menggiurkan

14 Februari 2017 18:20 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:18 WIB
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
"NKRI iki ombo, rong pertelone laut. Iwake mbok jumuk ngasi pitung turunan gak entek, angger gelem kerjo tekan tengah laut (NKRI ini luas, dua pertiganya adalah lautan. Kamu mau ambil ikan sampai tujuh turunan pun enggak akan habis asal mau melaut ke tengah).”
ADVERTISEMENT
Pekerja membawa ikan hasil tangkapan. (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
Itulah kalimat yang sering diucapkan Hadi Sutrisno (37), nelayan asal Pati, Jawa Tengah kepada para nelayan lain di kampungnya. Ucapan Hadi bukan tanpa bukti. Berkat kegigihan dan konsistensinya, kini omset Hadi mencapai miliaran rupiah setiap bulan.
Pekerja membawa ikan hasil tangkapan. (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
Hadi saat ini mengelola 8 kapal dengan kepemilikan bersama. Kapal-kapalnya ada yang menggunakan alat tangkap purse seine, dan ada juga yang menggunakan gill nets. Saat ini, salah satu kapalnya yang berkapasitas 150 GT sedang melaut di Wilayah Pengelolaan Perikananan (WPP) 718 Arafuru. Sekali menebar jala, rata-rata ikan yang dihasilkan sebanyak 40 ton.
Nelayan Pati pulang melaut (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
Ketika tangkapan sudah mencapai 150 ton, ikan-ikan ini akan diangkut menggunakan kapal pengangkut port to port dari pelabuhan Makassar ke pelabuhan yang dipilih, seperti Pati, Purbalingga atau Jakarta. Sementara kapal utama masih bertahan di Laut Arafuru. Kapal tersebut akan kembali setelah kotak penyimpanan mereka penuh terisi ikan untuk yang kedua kalinya. 
ADVERTISEMENT
“(Pendapatan) satu trip bisa Rp 3-4 miliar,” ujar Hadi.
Mengepak ikan hasil tangkapan di Tempat Pelelangan (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
Setiap melaut, biaya perbekalan yang dikeluarkan berkisar Rp 400-600 juta. Sedangkan biaya angkut ikan variatif, dari Makassar Rp 2.000-2.500 per kg, sedangkan dari Laut Arafuru bisa mencapai Rp 4.500 per kg.
"Sekarang rasa-rasanya enggak ada yang mengalahkan bisnis perikanan. Properti saja kalah kok," kata pria lulusan Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro ini.
Pekerja menimbang ikan hasil tangkapannya. (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
Hadi menyebut, aktivitas pelelangan ikan di TPI Bajomulyo, Juwana, Pati tidak pernah sepi. Bahkan saat awal mula cantrang dilarang dan nelayan bergejolak, aktivitas jual beli ikan di TPI Bajomulyo tetap berjalan.
"Di sini enggak pernah sepi. Cantrang dilarang pun, kiat tetap ramai karena memang sudah banyak yang tidak pakai cantrang," ujarnya.
ADVERTISEMENT
Nelayan menunjukan ikan hasil tangkapannya. (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
Hal senada juga terjadi di Pekalongan. Kepala Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Pekalongan, Mansur, mengatakan, produksi ikan di Pekalongan memang sempat terganggu saat awal mula cantrang dilarang. Namun kini setiap tahunnya produksi ikan di Pekalongan meningkat.
Kepala PPN Pekalongan Mansur (Foto: Arifin Asydhad/kumparan)
"Alhamdulillah aktivitas di PPN Pekalongan meningkat terus setiap tahun. Apalagi sekarang ikan melimpah," ujarnya.
Suasana tempat pelelangan ikan di PPN pekalongan. (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
Selama tahun 2016, produksi ikan di TPI PPN Pekalongan mencapai 19.684,79 ton. Angka ini naik sekitar 2.000 ton dari produksi tahun 2015 yang sebesar 17.597,94 ton.
Harga ikan rata-rata di TPI PPN Pekalongan pada tahun 2016 sekitar Rp 12.965 dengan nilai produksi Rp 255 miliar. Sebelumnya pada tahun 2015, harga rata-rata ikan di TPI ini berkisar Rp 11.600 dengan nilai produksi Rp 205 miliar.
ADVERTISEMENT
"Kualitas ikan sekarang juga semakin bagus," tuturnya.
Tempat pelelangan ikan di PPN pekalongan. (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)