Bivitri Susanti, Srikandi Ahli Hukum Tata Negara Indonesia

17 Januari 2019 17:44 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Dosen STIH Jentera, Bivitri Susanti, di Diskusi Polemik Pencalonan Napi Korupsi di Indonesia Corruption Watch (ICW), Kalibata Timur, Jakarta, Minggu (9/9/2018). (Foto: Eny Immanuella Gloria)
zoom-in-whitePerbesar
Dosen STIH Jentera, Bivitri Susanti, di Diskusi Polemik Pencalonan Napi Korupsi di Indonesia Corruption Watch (ICW), Kalibata Timur, Jakarta, Minggu (9/9/2018). (Foto: Eny Immanuella Gloria)
ADVERTISEMENT
Bivitri Susanti menjadi satu-satunya wanita yang ditunjuk Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai panelis debat perdana Pilpres 2019. Debat tersebut mengangkat isu-isu yang berkaitan dengan hukum, HAM, korupsi, dan terorisme. Dipandu oleh Ira Koesno dan jurnalis senior TVRI Imam Priyono, debat itu ditayangkan Kamis (17/1).
ADVERTISEMENT
Wanita yang akrab disapa Bibip merupakan ahli hukum tata negara lulusan Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Ia mengawali karier hukumnya dengan bergabung di Lubis, Ganie, Surowidjojo Law Offices dan Hadiputranto, Hadinoto dan Partners Law Offices hingga 1997.
Belum puas dengan ilmu yang didapatkan di UI, Bibip melanjutkan pendidikannya di Warwick University, Inggris. Ia lulus pada 2002 dengan gelar magister hukum, LL.M. Tidak hanya ilmu, ia pun bertemu jodohnya, Frank Feulner, setelah menghadiri pertemuan alumni universitas Inggris di Jakarta.
Panelis debat perdana. (Foto: kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Panelis debat perdana. (Foto: kumparan)
Sementara itu, gelar doktor ia peroleh dari University of Washington di Seattle, Amerika Serikat. Tidak mudah untuk menyelesaikan kuliahnya. Pasalnya beasiswanya pernah terhenti karena krisi yang melanda Amerika Serikat pada 2010. Untuk mengatasinya ia ikut suaminya yang sedang bertugas di Hanoi VIetnam selama dua tahun.
ADVERTISEMENT
Sejak 1998, ia mulai fokus mengembangkan Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHKI). Organisasi itu didirikan Bibip bersama dengan seorang rekannya untuk mengawal praktik hukum yang adil sebagai peneliti.
NETGRIT Hadar Nafis Gumay, Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini, Dosen Unand Padang Charles Simabura, Dosen STIH Jentera Bivitri Susanti, dan Koord. Divisi Korupsi Politik ICW Donal Fariz di Diskusi Polemik Pencalonan Napi Korupsi di ICW, Jakarta, Minggu (9/9/2018). (Foto: Eny Immanuella Gloria)
zoom-in-whitePerbesar
NETGRIT Hadar Nafis Gumay, Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini, Dosen Unand Padang Charles Simabura, Dosen STIH Jentera Bivitri Susanti, dan Koord. Divisi Korupsi Politik ICW Donal Fariz di Diskusi Polemik Pencalonan Napi Korupsi di ICW, Jakarta, Minggu (9/9/2018). (Foto: Eny Immanuella Gloria)
Melalui institusi itu, ia menganalisis praktik hukum terkait hukum tata negara perancangan peraturan perundang-undangan, anti-korupsi, peradilan, dan ikut serta dalam advokasi kebijakan. Ia juga menerbitkan jurnal penelitiannya baik di skala nasional dan internasional.
Alumni Beasiswa Chevening, Inggris ini pernah memimpin PSKH sebagai direktur eksekutif periode 2003-2007. Ia juga pernah menjadi bagian dari Staf Khusus untuk Tim Pembaruan Kejaksaan (2005—2007), Staf Ahli untuk Majelis Permusyawaratan Rakyat (2007), dan Staf Ahli untuk Dewan Perwakilan Daerah (2007 - 2009).