Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
ADVERTISEMENT
Suasana sepi di mal di kawasan Blok M, Jakarta, sempat mendapat sorotan beberapa waktu lalu. Beberapa kios tutup, hanya ada pedagang yang masih bertahan.
ADVERTISEMENT
Hal itu memantik warganet, sebab kawasan Blok M terkenal sebagai pusat anak muda Jakarta berkumpul di era 80-an dan 90-an dan tak pernah mengenal sepi.
Selain karena faktor pandemi, titik kumpul anak muda dan mal sudah tersebar di berbagai wilayah di Jakarta.
Hal itu membangkitkan semangat Presenter kondang Helmy Yahya untuk mengangkat kawasan Blok M agar kembali hidup. Kepada kumparan, Helmy mengaku memiliki memori berkesan tentang Blok M.
Ia menghabiskan banyak masa mudanya dengan berkarya dan mencari inspirasi di titik pusat tongkrongan anak muda era 80 hingga 90-an itu.
Dengan nongkrong di Blok M, Helmy mampu merampungkan buku hingga diangkat ke layar lebar berjudul LOLA. Bahkan, katanya, tanpa Blok M Helmy Yahya tidak akan jadi apa-apa.
ADVERTISEMENT
"Bagi saya Blok M itu tempat menempa hidup, tanpa Blok M saya mungkin enggak akan dikenal sebagai seniman, kreator," ujarnya.
Kehadiran ruang bagi anak muda seperti Blok M bagi Helmy layak dibandingkan dengan Hongdae yang dimiliki Seoul dan Harajuku di Tokyo. Ia menyebut Blok M sebagai trendsetter pop culture yang paling hebat yang pernah ada akhir 80-an sama 90-an.
"Kita mau ngomong apa, musik? Pada masa itulah musik-musik terhebat menurut saya lahir, karya Chrisye, Guruh Soekarno Putra, Candra Darusman, Joki, jadi ada LCLR (Lomba Cipta Lagu Remaja). Wah sampe sekarang kan lagunya masih diputar orang tuh, kalau kita ngomong film, berapa film tuh yang latarnya Blok M. Fashion?, cutbrai, rambutnya digelembungin, makanan? wah ada Ayam Berkah, ada Roti Bakar Eddy, AH, Bakmi GM," paparnya.
ADVERTISEMENT
Tak hanya tokoh besar seperti Helmy, kenangan di Blok M juga melekat bagi ibu rumah tangga berusia 40 tahun bernama Mela.
Mela mewarnai masa muda dengan nongkrong di Blok M. Kenangannya dari bertemu kenalan cowok di Terminal Blok M, hunting Levis, serta beragam tren fashion dan refreshing lainnya ala anak gaul era 90-an.
"Punya kenalan cowok dari Rempoa, terus ketemuan di Terminal Blok M. Lalu ngumpulin uang dulu buat makan di AH," kenang Mela saat diwawancarai kumparan.
Ia pun mengaku sedih kini sebagian area Blok M mengalami revitalisasi. Di era 90-an Blok M ramai dengan toko-toko sederhana, ia menilai Blok M yang dulu ramah untuk kelompok menengah ke bawah. Meski, ia memiliki pengalaman harus menabung uang sakunya agar bisa menikmati masakan resto AH.
"Sekarang mungkin karena udah gedung besar jadi kayak ada gap gitu, kalau buat belanja saya lebih senang Blok M zaman dulu, ada obral obralan, sepanjang jalan ramai, kualitas bagus," tuturnya.
ADVERTISEMENT
Meski kini Blok M tak lagi jadi destinasi favoritnya untuk hang out, namun ia cukup puas dengan kemajuan kawasan tersebut dan lega area Blok M menjadi lebih bersih.
"Sekarang lebih ke taman-taman aja, lebih baik milih mal-mal yang terdekat dari rumah aja," ucapnya,
Didesain sebagai Kota Satelit di era kolonial
Sejarawan Indonesia, Asep Kambali, menjabarkan asal usul Blok M yang pernah jadi pusat nongkrong anak muda di Jakarta. Asep berkata, awalnya Blok M itu didesain sebagai kota satelit oleh Kolonial Belanda, namun proyek itu gagal.
Pada 1958, Pemerintahan Soekarno pun mulai membangun infrastruktur, termasuk akses ke Blok M.
"Pemerintahan Bung Karno membangun jalan MH Thamrin, kemudian tahun 60-an dibangun juga sampai Sudirman untuk akses menghubungkan antara GBK yang dibangun untuk Asean Games," papar Asep.
ADVERTISEMENT
Hingga pada era 80an atau 70an akhir, mal muncul di Jakarta dan menghiasi kawasan Blok M. Pada masa itu, ada Blok A hingga Blok S, tapi yang menjadi titik kumpul dan pilihan anak muda era itu adalah Blok M. Kini yang tersisa Blok A, M dan S saja.
"Kalau kita JJS (jalan jalan sore) ini kita pasti menemukan bagaimana anak-anak muda dari pakaiannya yang necis di Blok M, lalu ada film lupus, banyak public figure atau artis zaman dulu nongkrong di Blok M," imbuhnya.
Asep menambahkan, sampai saat ini, Blok M masih dinilai bertahan dengan objek-objek vital yang hype pada masanya.
"Jadi tempat nongkrong karena saat itu gak ada lagi. Kalau sekarang ada ratusan mal di Jakarta, jadi anak muda nongkrong gak cuma di Blok M aja," ujar Asep kepada kumparan.
ADVERTISEMENT