Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
BMKG: Alat Pendeteksi Gempa dan Tsunami Berjalan Baik, Bisa Percepat Mitigasi
6 Desember 2020 20:31 WIB
ADVERTISEMENT
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati selama November 2020 melakukan rangkaian kunjungan kerja ke Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah. Dalam kunjungan itu Dwikorita turut didampingi Deputi Meteorologi Guswanto.
ADVERTISEMENT
Kunjungan itu dalam rangka pemeriksaan dan memastikan peralatan operasional dalam monitoring kegempaan dan peringatan dini tsunami berfungsi dengan baik agar menghasilkan data yang akurat sebagai langkah mitigasi bencana.
Sebab, tahun ini BMKG memasang seismograf baru di 39 lokasi agar deteksi terhadap bencana gempa dan tsunami berjalan dengan baik.
Pemeriksaan dimulai dalam pembangunan shelter dan pemasangan seismograf mini regional di Candi Abang, Blambangan, Kabupaten Sleman, lalu di Kecamatan Pundong, Kabupaten Bantul serta di Jawa Tengah yaitu di Kecamatan Kretek, Kabupaten Wonosobo.
Selain itu, Dwikorita juga memeriksa kalibrasi terhadap sensor-sensor seismograf, accelerometer dan intensitymeter yang sudah terpasang dan beroperasi sejak 2009. Alat-alat itu berfungsi merekam sinyal gempa bumi dalam sistem Peringatan Dini Tsunami Indonesia (Indonesia Tsunami Early Warning System-InaTEWS).
ADVERTISEMENT
"Alhamdulillah, meskipun batas life time-nya rata-rata hanya 10 tahun, namun sensor-sensor tersebut masih beroperasi dengan baik hingga saat ini dan selalu terkalibrasi rutin," kata Dwikorita dalam keterangannya, Minggu (6/12).
Dwikorita menjelaskan, sejak 2008 hingga 2018 peringatan dini tsunami di Indonesia yang diinformasikan BMKG kepada masyarakat melalui BNPB dan BPBD selalu terjadi dalam menit ke lima setelah guncangan gempa terekam seismograf.
Sehingga masih ada waktu 15 menit untuk mengevakuasi masyarakat jika tsunami terjadi pada menit ke 20 seperti yang diskenariokan terburuk akibat gempa bumi megathrust di dasar Samudra Hindia sebelah selatan Pulau Jawa atau di sebelah barat Pulau Sumatera.
"Perlu dicatat bahwa BMKG Jepang (Japan Meteorological Agency) sudah mampu memberikan peringatan dini tsunami pada menit ke tiga setelah guncangan gempa terekam seismograf," ucap Dwikorita.
ADVERTISEMENT
"2 menit lebih cepat dari pada peringatan dini oleh Indonesia di 2018 saat itu Jepang merupakan negara tercepat di dunia dalam memberikan peringatan dini tsunami," tambah dia.
BMKG Terus Kembangkan Inovasi Agar Deteksi Dini Peringatan Tsunami Semakin Cepat
Dwikorita mengatakan, sejak 2019 BMKG mulai mengembangkan Inovasi Teknologi dengan melahirkan Warning Receiver System New Generation (WRS-NG). Dengan begitu, BMKG dapat memberikan informasi gempa bumi pada menit ke-2 setelah gempa terjadi dan peringatan dini tsunami mulai menit ke-3 sampai menit ke-4 setelah gempa terekam, seperti halnya Jepang.
"Secara otomatis seketika peringatan dini tersebut dapat disebarluaskan melalui berbagai kanal komunikasi, baik melalui SMS blasting, media sosial @infoBMKG, telegram, Aplikasi Mobile Phone Info BMKG, Youtube, televisi, dan website," kata Dwikorita.
ADVERTISEMENT
Akan tetapi, belajar dari pengalaman tsunami yang tidak lazim (inconventional tsunami) seperti di Palu pada 2018, tsunami datang pada menit ke-2 dan ke-3 atau lebih cepat dari peringatan dini dari BMKG. Berkaca dari sana, BMKG berupaya agar dapat memberikan peringatan dini tsunami pada menit ke-2 hingga ke-3 setelah gempa terjadi.
"Bahkan juga disiapkan tambahan kanal komunikasi khusus melalui HT agar Peringatan Dini dapat tetap tersebar ke masyarakat meskipun jaringan internet, telepon selular atau pun listrik lumpuh saat terjadi gempa bumi," ucap Dwikorita.
Dari sejumlah fakta dan data di atas, menunjukkan jika tsunami di Indonesia dapat terjadi secara tidak lazim yaitu sangat cepat karena sumber pembangkit tsunami sangat dekat dengan pantai seperti yang terjadi di Palu 2018. Akibatnya, masyarakat tidak dapat bergantung pada kemajuan teknologi yang sudah ada.
ADVERTISEMENT
Maka dari itu, masyarakat harus tetap terus memelihara dan menerapkan kearifan lokal yang sudah berkembang yakni penyelamatan diri secara evakuasi mandiri.
"Meski teknologi terus berkembang, tetapi belum bisa menandingi tsunami yang datangnya sangat cepat seperti kejadian di Palu. Oleh karena itu kearifan lokal tetap harus diterapkan oleh masyarakat. Dengan kearifan lokal bahwa saat merasakan goyangan gempa bumi," ucap Dwikorita.
"Maka itulah peringatan dini, tidak perlu menunggu lagi peringatan dini dari BMKG atau menunggu sirene berbunyi, langsung segera lakukan evakuasi atau lari menuju ke tempat yang lebih tinggi dan aman," tambah dia.
Lebih lanjut, Dwikorita menilai secanggih apa pun teknologi, tetap tidak akan berguna jika masyarakat tidak siap mengantisipasi dan menghadapi bencana tsunami yang kemungkinan akan terjadi.