BMKG: Angin Kencang di Lereng Dipicu Peningkatan Suhu Puncak Merapi

21 Oktober 2019 14:56 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Gunung Merapi Semburkan Awan Panas Setinggi 3.000 meter. Foto: dok. Istimewa
zoom-in-whitePerbesar
Gunung Merapi Semburkan Awan Panas Setinggi 3.000 meter. Foto: dok. Istimewa
ADVERTISEMENT
Angin kencang melanda lereng Gunung Merapi di Jawa Tengah dan DIY pada Minggu (20/10) malam. Kecepatan angin itu mencapai 80 kilometer per jam.
ADVERTISEMENT
Kepala Stasiun Klimatologi Mlati, Reni Kraningtyas, menduga kencangnya angin di kawasan lereng Gunung Merapi akibat dari adanya aktivitas di puncak gunung.
"Kasus kejadian di lereng Merapi di mana angin berembus cukup kencang secara lokal, lebih kencang di malam hari, ada dugaan peningkatan aktivitas Merapi turut andil memicu kejadian bencana lokal angin kencang ini," kata Reni dalam keterangan tertulis yang diterima kumparan, Senin (21/10).
Kondisi terkini Gunung Merapi usai mengeluarkan awan panas pada Rabu (14/8). Foto: Dok. Twitter BPPTKG
Dia menjelaskan pada 14 Oktober lalu aktivitas awan panas dan 15 guguran lava di Merapi menyebabkan peningkatan suhu di kawasan puncak Merapi. Hal ini menyebabkan tekanan udara di wilayah tersebut cukup rendah.
"Sebagaimana kita tahu bahwa dalam skala tertentu, tekanan udara permukaan berbanding terbalik dengan suhu udara permukaan. Suhu yang lebih panas akibat erupsi Merapi dan guguran lava yang terjadi dalam waktu yang cukup lama, akan mampu menurunkan tekanan udara permukaan sehingga udara mengalir ke wilayah dengan suhu lebih panas tersebut," katanya.
ADVERTISEMENT
Anomali aliran angin dari lembah ke arah gunung menjadi pemicu hujan intensitas sedang-lebat disertai angin kencang pada Minggu (20/10) malam. Fenomena tersebut membawa udara dingin-lembab sehingga terjadi kondensasi dan membentuk awan Cumulonimbus (Cb) di lereng pegunungan.
"Angin lembah biasanya terjadi siang hari saat bagian dengan dataran yang lebih luas dan lebih rendah telah mendapat pemanasan matahari yang cukup. Di areal pegunungan, di mana secara umum puncak gunung suhu udara permukaan biasanya lebih dingin dibandingkan daerah di lereng maka sirkulasi udara lokal cenderung bergerak turun (angin gunung). Tetapi pada saat kondisi di tempat lebih panas di bagian atas, maka sirkulasi lokal itu dapat berbalik sehingga menyebabkan angin lembah (dari atas ke bawah) menjadi lebih kuat dari biasanya," kata dia.
ADVERTISEMENT
"Pada topografi tertentu, oleh pengaruh bentuk lereng dan permukaan pegunungan, angin lembah itu dapat membentuk pusaran pusaran angin pada area dan skala yang lebih kecil seperti yang terjadi di Kecamatan Selo Boyolali pada Senin 21 Oktober 2019 pagi," pungkasnya.