Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
BMKG Beda dengan BRIN: Di Bandung-Sumedang Bukan Tornado, tapi Puting Beliung
22 Februari 2024 12:58 WIB
·
waktu baca 2 menitADVERTISEMENT
Deputi Bidang Meteorologi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Guswanto M.Si, mengatakan angin ekstrem yang terjadi di Kabupaten Bandung-Kabupaten Sumedang pada Rabu (21/2) sore adalah puting beliung, bukan tornado.
ADVERTISEMENT
Yang menyebut tornado adalah Peneliti Pusat Riset Iklim dan Atmosfer Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Dr. Erma Yulihastin.
Guswanto menjelaskan, kondisi angin di sekitar Jatinangor terukur pada saat jam kejadian hanya 36,8 km/jam (tornado minimal 65 km/jam).
Guswanto mengatakan puting beliung secara visual merupakan fenomena angin kencang yang bentuknya berputar kencang menyerupai belalai dan biasanya dapat menimbulkan kerusakan di sekitar lokasi kejadian.
Puting beliung, menurut Guswanto, terbentuk dari sistem awan cumulonimbus (CB) yang memiliki karakteristik menimbulkan terjadinya cuaca ekstrem, meskipun begitu tidak setiap ada awan CB dapat terjadi fenomena puting beliung dan itu tergantung bagaimana kondisi labilitas atmosfernya.
Kejadian angin puting beliung dapat terjadi dalam periode waktu yang singkat dengan durasi kejadian umumnya kurang dari 10 menit.
"Secara esensial fenomena puting beliung dan tornado memang merujuk pada fenomena alam yang memiliki beberapa kemiripan visual, yaitu pusaran angin yang kuat, berbahaya dan berpotensi merusak," ujar Guswanto.
ADVERTISEMENT
Guswanto melanjutkan, "Istilah tornado itu biasa dipakai di wilayah Amerika dan ketika intensitasnya meningkat lebih dahsyat dengan kecepatan angin hingga ratusan km/jam dengan dimensi yang sangat besar hingga puluhan kilometer maka dapat menimbulkan kerusakan yang luar biasa."
"Sehingga kami mengimbau bagi siapa pun yang berkepentingan, untuk tidak menggunakan istilah yang dapat menimbulkan kehebohan di masyarakat, cukuplah dengan menggunakan istilah yang sudah familiar di masyarakat Indonesia, sehingga masyarakat dapat memahaminya dengan lebih mudah," kata Guswanto.
Pendapat Dr. Erma soal tornado bisa dibaca di sini:
ADVERTISEMENT