BMKG soal Kampung di Aliran Lahar Gunung Marapi: Zona Tumpang Tindih

16 Mei 2024 14:24 WIB
ยท
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, di Bukittinggi, Sumatera Barat, Kamis (16/5/2024). Foto: Jonathan Devin/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, di Bukittinggi, Sumatera Barat, Kamis (16/5/2024). Foto: Jonathan Devin/kumparan
ADVERTISEMENT
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengingatkan bahaya bencana banjir lahar dingin yang mengintai warga sekitar aliran sungai dari Gunung Marapi, Sumatera Barat.
ADVERTISEMENT
Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, memantau hulu sungai di Gunung Marapi pada Kamis (16/5). Hasil pemantauan, ditemukan longsor di atas lereng gunung.
"Titik-titik longsor itu yang menyeret pohon dan tanah, tertimbun di hulu atas dan membentuk bendung. Jadi ini tumpukan ini menahan aliran hujan dari atas," kata Dwikorita di Bukittinggi, Sumbar.
Kondisi usai banjir lahar dingin Gunung Marapi di Nagari Bukik Batabuah, Agam, Sumatera Barat, Senin (13/5/2024). Foto: kumparan
Sebelum banjir menerjang pada Sabtu (11/5), Dwikorita mengungkapkan, hujan deras terus mengguyur Gunung Marapi. Akibatnya, pohon, tanah, dan batu yang membentuk bendungan itu tak sanggup lagi menahan debit air.
"Inilah menjadi luncuran material yang bercampur antara pasir, tanah, batu-batu, dan pohon-pohon, lari ke arah bawah dengan kecepatan tinggi," jelasnya.
Menurut Dwikorita, luncuran material vulkanik yang terbawa arus air itu akan menuju daerah yang lebih landai โ€” yang banyak dijadikan permukiman warga.
ADVERTISEMENT
"Ya itu kebetulan di zona landai itu banyak permukiman, itu pasti di situ disentorkan material tadi, diendapkan, tapi diendapkannya dengan cara memancar, menyentor gitu," papar mantan Rektor UGM ini.
"Artinya, rumah-rumah itu memang berada pada zona yang menjadi proses alam itu untuk selalu berproses," tambahnya.
Gunung Marapi, Sumatera Barat Foto: cherry-hai/Shutterstock
BMKG akan berkoordinasi dengan instansi terkait untuk membahas lebih lanjut masalah ini untuk mencegah bencana serupa kembali terulang.
"Ini persoalannya adalah bagaimana tata ruang itu menjaga jangan sampai ruang alam dan ruang manusia itu tumpang tindih. Untuk mencegah ya, ini sifatnya pencegahan," ujar Dwikorita.