BNN, MA, dan Kejagung Samakan Persepsi Hukuman bagi Pelaku Narkoba

19 Desember 2019 14:59 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Diskusi mengenai persamaan persepsi pasal tentang narkotika oleh BNN di kantor BNN Pusat. Foto:  Abyan Faisal Putratama/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Diskusi mengenai persamaan persepsi pasal tentang narkotika oleh BNN di kantor BNN Pusat. Foto: Abyan Faisal Putratama/kumparan
ADVERTISEMENT
Badan Narkotika Nasional (BNN) menggelar diskusi dengan badan penegak hukum lainnya untuk membahas persoalan persepsi pasal-pasal pemberian hukuman di UU Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika. Pertemuan ini dihadiri perwakilan Mahkamah Agung (MA), Kejaksaan Agung, dan Kemenkumham.
ADVERTISEMENT
"Pertemuan ini BNN menginisiasi alhamdulillah kita bahas mengenai bagaimana menyamakan persepsi terutama di pasal-pasal narkoba," ujar Kepala BNN Komjen Pol Heru Winarko di kantor BNN, Cawang, Jakarta Timur, Kamis (19/12).
Diskusi mengenai persamaan persepsi pasal tentang narkotika oleh BNN di kantor BNN Pusat. Foto: Abyan Faisal Putratama/kumparan
Persepsi yang dimaksud yaitu mengenai penindakan hukum bagi pengguna, pecandu, penyalahguna, dan pengedar narkoba. Menurut Heru, hukuman yang diberikan kepada para terdakwa dapat diberikan sesuai apa yang telah dilakukannya.
"Terutama di pasal-pasal narkoba kita bisa memisahkan mana itu penyalahguna, mana itu pecandu, mana itu pengedar, itu yang kita lakukan memang terus menerus untuk menyamakan persepsi yang tidak gampang," sebut Heru.
Di lokasi yang sama, Ketua Kamar Pidana MA, Suhadi, mengatakan hakim selama ini selalu berpandangan pada Pasal 127 UU Narkotika dalam menjatuhkan hukuman terhadap seorang pengguna narkoba. Namun, apabila seorang pengguna narkoba juga berperan sebagai pengedar, hakim akan menguji terlebih dahulu dakwaannya.
ADVERTISEMENT
"Ya kalau pengguna itu ada di dalam Pasal 127 kalau dia menggunakan, tetapi juga dia sebagai pengedar maka dia tergantung nanti dakwaannya kalau subsidiaritas itu pasti diuji dulu bahwa dia sebagai pengedar, kalau sebagai pengedar tidak perlu dibuktikan lagi dakwaan," kata Suhadi.
Diskusi mengenai persamaan persepsi pasal tentang narkotika oleh BNN di kantor BNN Pusat. Foto: Abyan Faisal Putratama/kumparan
Menurutnya, banyak kejadian bandar menutupi identitasnya sebagai pengedar dan malah mengaku sebagai pengguna. Sehingga hakim akan terlebih dahulu menguji peran sebenarnya yang dilakukan terdakwa.
"Sekarang banyak kasus ini dibungkus perbuatannya, ada bong di rumahnya, ada pipet, ada korek api, dan sebagainy. Supaya nanti masuk klasifikasi sebagai pengguna. Padahal dia sebagai pengedar misalnya. Nah itu untuk kenapa demikian karena paling rendah hukumannya itu adalah pengguna," sambung dia.
Ilustrasi Narkoba Foto: Pixabay
Sementara itu, Dirjen Permasyarakatan Kemenkumham, Sri Puguh Budi Utami, berharap sinergitas dalam menyamakan persepsi pasal penindakan hukum bisa lebih efektif sebagai upaya pemberantasan narkoba.
ADVERTISEMENT
"Jadi butuh kerja sama tidak hanya sekedar kerja sama tapi juga kolaborasi dari semua pihak keluarga juga punya tanggung jawab yang sama luar biasa kami para aparat bersatu untuk melakukan upaya perang terhadap narkoba," terangnya.
Sebab selama ini, pemberian hukum terkait tindak pidana narkoba masih terjadi multitafsir, khususnya dalam pemberian hukuman rehabilitasi. Sejumlah pasal dalam UU Narkotika yang sering dipakai untuk menjerat adalah Pasal 111, Pasal 112, Pasal 114, maupun Pasal 127.
Pasal 111 Ayat 1
Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menanam, memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I dalam bentuk tanaman, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah).
ADVERTISEMENT
Pasal 112 ayat 1
Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I bukan tanaman, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah).
Pasal 114
Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika Golongan I, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
ADVERTISEMENT
Berbeda jika pasal yang diterapkan dalam dakwaan primer adalah pasal 127 ayat 1. Dalam pasal tersebut disebutkan:
Setiap pelaku penyalahgunaan Narkotika Golongan I bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 tahun. Sedangkan untuk penyalahguna Narkotika Golongan II bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun dan Narkotika Golongan III bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 tahun.
Namun pasal 127 ayat 2 menyatakan, dalam memutus perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hakim wajib memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54, Pasal 55, dan Pasal 103 UU Narkotika.