BNPT Identifikasi 1.200 WNI di Irak dan Suriah Jadi Korban Propaganda Sosmed

2 September 2020 17:50 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kepala BNPT Irjen Pol Boy Rafli Amar Foto:  ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan
zoom-in-whitePerbesar
Kepala BNPT Irjen Pol Boy Rafli Amar Foto: ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan
ADVERTISEMENT
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Boy Rafli Amar mengatakan pihaknya mengidentifikasi setidaknya terdapat 1.200 WNI menjadi korban propaganda paham radikal di sosial media.
ADVERTISEMENT
WNI yang diketahui berada di Irak dan Suriah itu, kata Boy, termakan ajakan pihak yang menyebarkan paham radikal melalui sarana sosial media.
"Hari ini BNPT mengidentifikasi di atas 1.200 WNI yang ada di Irak Suriah, dan itu propaganda dari sosmed, dan ada wanita dan anak-anak. Ini kondisi enggak menguntungkan," ujar Boy Rafli dalam webinar membahas strategi menangkal radikalisme pada ASN, Rabu (2/9).
Boy menyebut di antara yang menjadi korban propaganda adalah ASN. Mantan Kadiv Humas Polri itu mendapati fakta adanya salah seorang ASN asal Kepulauan Riau mengajak serta seluruh keluarganya untuk bergabung dengan gerakan radikal.
"Ada ASN dari Kepri pernah berangkat dengan keluarganya. Jadi wajib membangun ketahanan ideologi di ASN," tuturnya.
Sejumlah orang menghampiri lokasi yang diduga serangan AS terhadap Pemimpin ISIS, Abu Bakr al-Baghdadi di desa Barisha, Suriah. Foto: AP Photo/Ghaith Alsayed
Literasi dan edukasi akan dunia maya, menurut Boy jelas perlu perlu dilakukan seluruh pimpinan kementerian lembaga dan pemda terhadap ASN.
ADVERTISEMENT
"Kita pimpinan organisasi wajib memberikan literasi dan edukasi terhadap penggunaan sosmed. Karena dalam sebuah keluarga hari ini jadi masyarakat digital dan Indonesia yang terdiri atas 270 juta jiwa, pengguna internetnya 160 juta dan 90 persen pengguna medsos. Kita sadari di dunia maya belum ada tertib hukum yang baik," ucap Boy.
Kesadaran hukum di dunia maya yang masih jauh dari kata ideal itu, menurut Boy, jelas menjadi tantangan tersendiri bagi para pimpinan. Paham yang kerap menggunakan isu agama sebagai senjata mereka, dianggap Boy sebagai konten yang menyesatkan dan jelas harus diantisipasi dengan cara pencegahan yang tegas.
"Fenomena ini harus diantisipasi, penggunaan sosmed dilandaskan niat yang baik dan enggak sembarangan menggunakan, karena kita sudah ada UU ITE yang bisa menjerat secara hukum yang bertransaksi elektronik dengan menyebarluaskan konten radikal. Ini kan mendunia, bahkan dari luar bisa masuk ke negara kita dalam paham radikal teror," kata Boy.
ADVERTISEMENT