Bolehkah Berkurban dengan Hewan Cacat atau Sakit? Ini Fatwa MUI

31 Mei 2022 15:17 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ketua Bidang Fatwa MUI, Asrorun Niam Sholeh dalam konferensi pers terkait vaksin Zifivax di Kantor MUI di Jakarta, Sabtu (9/10). Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ketua Bidang Fatwa MUI, Asrorun Niam Sholeh dalam konferensi pers terkait vaksin Zifivax di Kantor MUI di Jakarta, Sabtu (9/10). Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
ADVERTISEMENT
Ketua Bidang Fatwa MUI Asrorun Niam Sholeh memberikan penjelasan soal hukum berkurban. Kata dia, kurban adalah sunnah muakkadah bagi umat Islam yang sudah baligh, berakal, dan mampu.
ADVERTISEMENT
Kata Niam lagi, sedang waktu penyembelihan hewan kurban dimulai pada saat usai salat Idul Adha tanggal 10 Zulhijah sampai pada tanggal 13 Zulhijah sebelum maghrib.
Dalam kondisi normal, orang Islam laki-laki yang berkurban disunnahkan untuk menyembelih sendiri atau menyaksikan langsung jika memungkinkan dan tidak ada udzur syar’i.
"Namun, jika ada udzur syar'i, misalnya ketika larangan mobilisasi hewan kurban yang berada di daerah wabah, sementara kita harus menolong petani dengan membeli hewan ternaknya, maka penyembelihan kurban dapat dilakukan tanpa harus dengan melihat secara langsung," ungkap Niam, Selasa (31/5).
Pemotongan hewan kurban saat Idul Adha di Dhaka, Bangladesh Rabu (21/7). Foto: Munir Uz zaman/AFP
Lebih lanjut Niam menjelaskan, hewan yang dijadikan kurban adalah hewan yang sehat, tidak cacat seperti buta, pincang, tidak terlalu kurus, dan tidak dalam keadaan sakit serta cukup umur.
ADVERTISEMENT
Bagaimana kalau hewannya cacat atau sakit?
Niam menjelaskan, MUI menetapkan fatwa bahwa hukum berkurban dengan hewan cacat, sakit atau terjangkit penyakit dirinci sesuai dengan kondisi faktualnya, dan dampak yang ditimbulkan.
"Jika cacat atau sakitnya termasuk kategori ringan seperti pecah tanduknya atau sakit yang tidak mengurangi kualitas dagingnya maka hewannya memenuhi syarat dan hukum kurbannya sah," ujarnya.
Sementara, jika cacat atau sakitnya termasuk kategori berat seperti hewan dalam keadaan terjangkit penyakit yang membahayakan kesehatan, mengurangi kualitas daging, hewan buta yang jelas, pincang yang jelas, dan sangat kurus maka hewan tersebut tidak memenuhi syarat.
"Dan hukum berkurban dengan hewan tersebut tidak sah," tegas dia.