Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Borok Pemerintah Ekuador yang Diungkap Capres Villavicencio Sebelum Dibunuh
10 Agustus 2023 17:46 WIB
·
waktu baca 4 menitADVERTISEMENT
Kandidat calon presiden Ekuador , Fernando Villavicencio, tewas ditembak usai kampanye di Ibu Kota Quito, pada Rabu (9/8) sekitar pukul 18.20 waktu setempat.
ADVERTISEMENT
Dia dilaporkan terkena beberapa tembakan — termasuk di bagian kepala. Dia sempat menjalani perawatan medis, tetapi nahas nyawanya tidak tertolong.
Tragedi yang menerpa pria berusia 59 tahun ini terjadi kurang dari dua minggu menjelang pelaksanaan pemilu di Ekuador, dia seharusnya maju menjadi calon presiden yang menggaungkan semangat anti-korupsi.
New York Times melaporkan, semasa hidupnya Villavicencio dipandang sebagai 'tokoh antagonis' di antara para penguasa di negara Amerika Selatan tersebut, lantaran beberapa kali membongkar borok pemerintah yang berkuasa.
Lantas, apa saja yang telah dilakukan Villavicencio?
Skandal Petroecuador
Di tengah banyaknya pejabat di Ekuador yang seolah mewajarkan korupsi dan meraup untung dari perdagangan narkoba, kehadiran Villavicencio sebagai tokoh anti-korupsi dianggap seperti minoritas.
ADVERTISEMENT
Villavicencio menjadi terkenal sejak dia bekerja sekaligus menjadi pemimpin Serikat Pekerja di sebuah perusahaan minyak milik negara, Petroecuador.
Dikutip dari Newsweek, Villavicencio membongkar skandal korupsi melibatkan pemerintahan eks Presiden Rafael Correa yang berkuasa dari periode 2007 hingga 2017.
Terungkap bahwa eks Wakil Presiden Jorge Glas — yang menjadi salah satu menteri di dalam kabinet Correa, terlibat dalam kontrak ilegal yang mengizinkan pemberian 21 sumur minyak kepada perusahaan asing.
Korupsi besar-besaran dilaporkan terjadi sepanjang satu dekade kekuasaan Correa dengan gaya otoriternya.
Villavicencio kemudian menjadi seorang kritikus Correa yang paling vokal hingga dia dituduh melakukan pencemaran nama baik dan dijatuhi hukuman 18 bulan penjara pada 2014.
Program Mata-mata Pemerintah
Sebelum berkiprah di politik, Villavicencio yang memiliki latar belakang pendidikan tinggi di bidang jurnalistik dan komunikasi ini sempat berprofesi sebagai wartawan.
ADVERTISEMENT
Saat masih menjadi wartawan, pada 2015 Villavicencio dan politikus terkemuka Ekuador Cynthia Viteri memperoleh sebuah dokumen rahasia.
Dalam dokumen itu, dikatakan bahwa pemerintah Ekuador bekerja sama dengan perusahaan asal Italia dan menjalankan program mata-mata, yang ditujukan untuk mengawasi para jurnalis dan musuh-musuh politik — termasuk pendiri WikiLeaks, Julian Assange.
Villavicencio sempat mengungkapkan bahwa dirinya telah mengirimkan dokumen tersebut ke alamat email WikiLeaks, seraya berharap organisasi non-profit ini akan mempublikasikannya.
Namun, Villavicencio keliru. WikiLeaks tidak pernah menerbitkannya sehingga memaksa Villavicencio untuk melakukannya sendiri.
"Ada informasi yang sangat berharga, informasi tentang pengeluaran jutaan dolar, puluhan juta dolar dalam bentuk kontrak dengan perusahaan asing untuk melakukan peretasan ilegal — dan mengejutkan saya bahwa informasi itu tidak tersebar," ungkap Villavicencio.
ADVERTISEMENT
"Sejak tahun 2011, WikiLeaks tidak membocorkan informasi yang relevan terkait pemerintahan Correa," sambung dia, seperti dikutip dari New York Times.
Hal itu, menurut Villavicencio, menunjukkan kemunafikan dan standar ganda yang bertentangan dengan prinsip-prinsip jurnalisme.
Hingga akhirnya, Villavicencio nekat mempublikasikan dokumen-dokumen tersebut sendiri dan menuai berbagai ancaman pembunuhan setelahnya.
Melarikan Diri ke Hutan Amazon
Atas tindakannya yang berupaya mengekspos kekurangan pemerintahan Correa, Villavicencio pun dijatuhi hukuman penjara selama 18 tahun atas tuduhan pencemaran nama baik.
Menurut laporan AFP, Villavicencio memutuskan untuk pergi dan melarikan diri ke sebuah komunitas pribumi di pedalaman Hutan Amazon.
Meski sempat mencoba kabur, seorang hakim memerintahkan penahanan terhadap Villavicencio lantaran mengungkap informasi rahasia terkait korupsi di sektor minyak yang diperoleh dengan cara meretas email milik pemerintahan Correa.
ADVERTISEMENT
Villavicencio kemudian berlindung ke Peru dan menjadi suaka politik, hingga kembali ke negaranya pada 2017. Menurut teman Villavicencio yang kini menjadi ilmuwan politik di British Columbia University, Grace Jaramillo, kala itu Villavicencio merasa tak berdaya.
"Dia merasa diintimidasi dan direndahkan," ujarnya.
Ekuador Jadi Negara Gagal
Setelah kembali ke Ekuador, Villavicencio memulai kiprahnya di politik dan terpilih menjadi anggota parlemen.
Dia memenangkan kursi di Majelis Nasional sebelum Presiden Guillermo Lasso membubarkan parlemen, usai menghadapi pemakzulan atas tuduhan penggelapan harta.
Pembubaran parlemen yang dilakukan Lasso juga memicu terjadinya pemilu lebih awal di Ekuador. Pemungutan suara dijadwalkan digelar pada 20 Agustus bulan ini — di mana Villavicencio seharusnya ikut mencalonkan diri.
Dalam kampanye politiknya, Villavicencio mencalonkan diri sebagai kandidat anti-korupsi di tengah maraknya praktik serupa di negara Amerika Selatan tersebut. Dia maju mewakili koalisi Build Ecuador Movement, yang mengedepankan isu soal keamanan individu dan pemberantasan narkoba.
ADVERTISEMENT
Villavicencio berada dalam posisi kedua dalam persaingan dengan delapan capres lainnya. Namun, nahas dia ditembak mati sebelum para pemilih dapat memberikan suara mereka.
Tak lama setelah kabar penembakan Villavicencio tersebar di media sosial, Correa memberikan komentar. "Mereka telah membunuh Fernando Villavicencio," tulisnya di X, tanpa merinci siapa pembunuhnya.
"Ekuador telah menjadi negara yang gagal," sambung Correa.